Sukses

Temuan Langka Fosil Tulang Manusia Purba Kerdil 'Hobbit' dari Indonesia Ini Lebih Kecil dan Berevolusi

Setelah penelitian bertahun-tahun, informasi baru mengenai evolusi manusia purba jenis Homo floresiensis terkuak.

Liputan6.com, Jakarta Penemuan fosil manusia sangat langka yang berusia 700 ribu tahun di Mata Menge, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, memberikan pemahaman baru mengenai sejarah evolusi manusia purba jenis Homo floresiensis. Sering disebut sebagai ‘hobbit’ oleh media-media asing karena ukurannya yang kecil, jenis manusia purba ini diketahu menghuni pulau kecil di sebelah timur Bali ini sampai sekitar 50 ribu tahun yang lalu.

Melansir dari The Conversation pada Minggu (20/10/2024), fosil yang ditemukan berupa tulang tungkai orang dewasa yang sangat kecil. Walau telah ditemukan sejak tahun 2013, fosil tersebut dikira sebagai tulang seekor reptil selama dua tahun. Namun, pada tahun 2015, kurator fosil di Museum Geologi Bandung, Indra Sutisna, merestorasi fragmen tulang tersebut dan mengenalinya sebagai batang tulang lengan atas manusia.

Setelah analisis bertahun-tahun yang sempat terhenti panjang karena pandemi, para ilmuwan melaporkan bahwa fosil ini adalah poros distal humerus dewasa atau dalam istilah sehari-hari disebut bagian bawah tulang lengan atas.

Fosil tulang lengan ini memberikan banyak bukti tentang evolusi ukuran tubuh Homo floresiensis.

Struktur mikroskopis dari tulang kecil ini mengindikasikan bahwa tulang tersebut berasal dari orang dewasa. Berdasarkan perkiraan panjang tulang yang sekitar 20-22 sentimeter, para peneliti dapat menghitung bahwa manusia purba ini memiliki tinggi sekitar 100 cm saja.

Sebelumnya, sebuah kerangka Homo floresiensis berusia 60.000 tahun yang ditemukan di Liang Bua diperkirakan memiliki tinggi sekitar 106 sampai 111,5 cm berdasarkan panjang tulang paha dan lengannya.

Hal ini mengonfirmasi hipotesis para ilmuwan bahwa bentuk awal Homo floresiensis sangat kecil. Faktanya, humerus yang ditemukan di Mata Menge tidak hanya lebih pendek dari spesimen jenis Homo floresiensis, tapi juga merupakan tulang lengan atas terkecil yang diketahui dari catatan fosil hominin di seluruh dunia. Sekarang jelas bahwa nenek moyang awal yang sebelumnya dikira kerdil ternyata bahkan lebih kecil dari yang kita duga.

Namun, tidak hanya itu, temuan fosil lain pada tahun 2016 juga mengungkap informasi baru tentang manusia purba di Indonesia.

2 dari 3 halaman

Sejarah Penemuan Homo Floresiensis dan Temuan Fosil Baru

Sebelumnya pada tahun 2003, sebuah penggalian arkeologi yang dipimpin oleh arkeolog Australia-Selandia Baru, Mike Morwood, menemukan fosil-fosil spesies manusia purba yang sebelumnya tidak dikenal di gua Liang Bua di Flores. Dinamakan Homo floresiensis, manusia purba ini sangat pendek, dengan otak yang kecil dan sejumlah fitur yang tidak biasa.

Spesies seperti ini belum pernah ditemukan sebelumnya, sehingga asal-usulnya masih diperdebatkan. Para ilmuwan memperdebatkan apakah sisa-sisa itu milik spesies manusia baru atau seorang manusia modern dengan kondisi patologis. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa Homo floresiensis adalah keturunan kerdil dari Homo erectus Asia yang berasal dari Jawa. 

Untuk memecahkan teka-teki ini, beberapa ilmuwan mencari fosil nenek moyang Homo floresiensis di Cekungan So'a yang merupakan area padang rumput tropis di sebelah timur Liang Bua, di mana artefak batu yang berasal dari setidaknya satu juta tahun yang lalu telah ditemukan.

Pada tahun 2016, setelah bertahun-tahun menggali di Mata Menge, tim ilmuwan melaporkan fosil manusia purba pertama dari luar Liang Bua. Temuan tersebut terdiri dari beberapa gigi dan fragmen rahang yang berusia sekitar 700 ribu tahun.

Fosil-fosil Mata Menge yang berusia 650.000 tahun lebih tua dari hominin Liang Bua, menunjukkan bahwa setidaknya ada tiga individu yang memiliki rahang dan gigi yang lebih kecil dari Homo floresiensis, yang menunjukkan bahwa ukuran tubuh yang kecil telah berevolusi sejak awal di Flores.

Karena terbatasnya elemen kerangka yang ada, para ilmuwan tidak dapat menentukan spesies dari fosil-fosil tersebut. Namun, beberapa gigi Mata Menge tampaknya berada di pertengahan antara Homo erectus Asia awal dan Homo floresiensis.

3 dari 3 halaman

Apa yang Dapat Disimpulkan dari Seluruh Fosil yang Ditemukan Sejauh Ini?

Tulang belulang manusia Mata Menge, yang kini berjumlah sepuluh spesimen fosil, berasal dari setidaknya empat individu, termasuk dua anak. Fosil gigi dan tulang yang ditemukan di sana secara anatomis agak mirip dengan Homo floresiensis yang pertama ditemukan di Liang Bua. Oleh karena itu, hominin Mata Menge mungkin bisa dianggap sebagai varian yang lebih tua dari hominin ini, meskipun giginya tidak memiliki beberapa perubahan yang ditemukan pada Homo floresiensis Liang Bua.

Jelas terlihat bahwa penyusutan ukuran tubuh yang ekstrem terjadi sangat awal dalam sejarah Hominin Flores - setidaknya 700.000 tahun yang lalu.

Perlu dicatat bahwa tulang lengan dari Mata Menge tidak serta merta mirip dengan Homo erectus. Ia lebih menyerupai Homo yang bertubuh kecil seperti Homo floresiensis dan Homo naledi.

Namun, hominin asal Liang Bua memiliki keanehan yang sangat unik dalam evolusinya. Mereka menampilkan campuran ciri-ciri kuno dan modern, beberapa di antaranya menunjukkan bahwa mereka berasal dari Homo erectus dan yang lainnya mengindikasikan bahwa mereka mendapat karakteristik yang unik melalui evolusi secara terisolasi dalam waktu yang lama.

Karakteristik unik ini tidak hanya mencakup ukuran tubuh dan otak yang kecil, tapi juga proporsi anggota tubuh yang tampaknya primitif (kombinasi lengan yang lebih panjang dan kaki yang lebih pendek) serta morfologi gigi geraham yang maju atau “hiper-modern”.