Sukses

Pejabat Intelijen Ingatkan Potensi Misinformasi Jelang Pilpres AS 2024

Pejabat intelijen AS yang tak disebutkan namanya ini mengatakan bahwa misinformasi ini akan memengaruhi hasil pemilihan presiden mendatang.

Liputan6.com, Washington DC - Para pemilih Amerika Serikat kemungkinan akan dibanjiri oleh banjir misinformasi yang direkayasa oleh pihak yang tak bertanggung jawab, menurut pejabat senior intelijen AS.

Menurut pejabat Senior Intelijen AS ini, misinformasi ini akan memengaruhi hasil pemilihan presiden mendatang dan menimbulkan keraguan pada proses itu sendiri, dikutip dari laman VOA News, Rabu (9/10/2024).

Penilaian terbaru dari Kantor Direktur Intelijen Nasional muncul hanya 29 hari sebelum pemilihan umum 5 November 2024.

"Kami terus melihat aktivitas para pelaku untuk meningkatkan aktivitas mereka saat kita semakin dekat dengan Hari Pemilihan," kata seorang pejabat senior intelijen Amerika Serikat, yang memberi pengarahan kepada wartawan dengan syarat anonim.

"Mereka menyadari bahwa masyarakat sudah memberikan suaranya dan tindak pencegahan ini dapat memiliki dampak yang lebih besar saat kita semakin dekat dengan Hari Pemilihan," kata pejabat itu.

"Komunitas intelijen memperkirakan aktor tak bertanggung jawab ini akan terus mempertanyakan validitas hasil pemilu setelah pemungutan suara ditutup," kata pejabat.

Seorang pejabat intelijen AS lainnya (yang identitasnya dirahasikan) memperingatkan bahwa laju upaya pengaruh tersebut, terutama yang menargetkan ras atau kampanye politik tertentu.

Badan intelijen juga memperingatkan bahwa musuh AS kemungkinan akan memanfaatkan kerusakan yang disebabkan oleh Badai Helene dan potensi kerusakan dari Badai Milton.

 

2 dari 2 halaman

AS: Ada Pengaruh dari Rusia, Iran dan China

Pejabat AS juga mengatakan bahwa Rusia, Iran, dan Tiongkok terus bertanggung jawab atas sebagian besar upaya pengaruh yang menargetkan pemilih AS.

AS menyebut, Rusia terus menjalankan kampanye pengaruh yang bertujuan untuk meningkatkan peluang mantan Presiden AS dan calon presiden dari Partai Republik Donald Trump, sambil berusaha merusak kampanye Wakil Presiden Kamala Harris, calon dari Partai Demokrat.

Badan intelijen AS juga menilai bahwa Tiongkok belum ikut campur dalam kampanye presiden AS, sebaliknya berfokus pada upaya membujuk para pemilih Amerika Serikat untuk menolak kandidat negara bagian dan lokal yang dianggap merugikan kepentingan Beijing, khususnya mereka yang menyuarakan dukungan untuk Taiwan.