Liputan6.com, Jakarta - Wahana antariksa Hera berhasil meluncur ke luar angkasa pada 7 Oktober 2024. Misi terbaru dari Badan Antariksa Eropa (ESA) ini memiliki misi menyelidiki lebih lanjut dampak tabrakan misi DART dengan asteroid Dimorphos.
ESA meluncurkan Hera menggunakan roket SpaceX Falcon 9 pukul 10.52 ET (21.52 WIB) dari Kennedy Space Center di Florida, Amerika Serikat. Wahana antariksa ini didampingi oleh dua CubeSat yakni kelompok satelit mini yang diperkirakan akan mencapai asteroid Dimorphos pada 2026.
Melansir laman resmi ESA pada Rabu (09/20/2024), ketiganya akan melakukan "investigasi tempat kejadian perkara" untuk memecahkan misteri yang masih tersisa dari sistem asteroid ganda tersebut. Wahana Hera diperkirakan mencapai sistem asteroid ganda pada Oktober 2026.
Advertisement
Baca Juga
Ketika tiba di sana, wahana antariksa ini akan berada hampir 195 juta kilometer dari bumi. Hera juga akan singgah di Mars pada pertengahan Maret 2025.
Hal ini akan memberi wahana antariksa ini momentum ekstra yang dibutuhkan untuk mencapai Didymos dan Dimorphos dua tahun setelah diluncurkan. Selain menguji coba 11 instrumen yang dimilikinya, Hera akan terbang dalam jarak 6.000 kilometer dari permukaan Mars dan akan mengamati salah satu dari dua bulan Mars, yaitu Deimos, dari jarak 1.000 kilometer.
Dimorphos merupakan asteroid yang ditabrak oleh misi Double Asteroid Redirection Test (DART) pada 26 September 2022. Wahana NASA tersebut sengaja menabrakkan diri dengan Dimorphos dan berhasil menghantam tepat di tengah batu angkasa itu dengan kecepatan sekitar 24.000 km/jam.
Tabrakan dahsyat itu terjadi di lebih dari 11 juta kilometer dari bumi. Misi DART merupakan ujian pertama kemampuan manusia untuk mengalihkan asteroid yang berpotensi berbahaya yang mengancam bumi.
DART tidak hanya berhasil mengubah lintasan Dimorphos, memperpendek perjalanannya mengelilingi asteroid mitranya Didymos sekitar 30 menit. Misi ini juga mengubah bentuk asteroid secara menyeluruh.
NASA, lewat misi tersebut, melakukan penilaian skala penuh terhadap teknologi menggeser orbit asteroid untuk pertahanan planet. Lembaga ini ingin melihat apakah tumbukan kinetik akan cukup untuk mengubah gerakan benda angkasa di ruang angkasa.
Melansir laman Live Science ada Rabu (09/10/2024), asteroid Dimorphos maupun Didymos tidak menimbulkan bahaya berarti bagi bumi. Namun, sistem asteroid ganda ini merupakan target sempurna untuk menguji teknologi defleksi karena ukuran Dimorphos sebanding dengan asteroid yang bisa mengancam Bumi.
Para astronom telah memantau dampak tabrakan sejak tabrakan di bulan September 2022. Hasilnya, mereka menemukan wahana DART telah mengubah cara Dimorphos bergerak.
DART menggeser periode orbit asteroid bulan ini atau berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk satu kali putaran mengelilingi Didymos. Para astronom ESA tengah mencari tahu apakah wahana DART hanya meninggalkan kawah atau momentumnya benar-benar membentuk ulang Dimorphos.
Misi Hera akan menentukan komposisi yang tepat dari sistem asteroid ganda.
Â
DART Mungkin Picu Hujan Meteor
Dalam perkembangannya, misi ini dinilai dapat menciptakan hujan meteor pertama yang disebabkan oleh manusia. Dikutip dari laman IFL Science pada Rabu (09/10/2024), DART ditemani oleh CubeSat kecil dari badan antariksa Italia yang disebut LICIACube untuk mengamati tabrakan tersebut.
Dalam sebuah penelitian terbaru, tim ilmuwan internasional mengeksplorasi uji tumbukan itu untuk mengamati bagaimana puing-puing tersebut suatu hari nanti bisa mencapai bumi dan Mars sebagai meteor. Penelitian tersebut dipimpin oleh Dr. Eloy Pena-Asensio, seorang research fellow dari kelompok Riset dan Teknologi Astrodinamika Antariksa Dalam (DART) di Institut Politeknik Milan dan dipublikasikan oleh The Planetary Science Journal.
Setelah melakukan serangkaian simulasi dinamis, peneliti menyimpulkan bahwa serpihan-serpihan asteroid itu bisa mencapai Mars dan sistem bumi-bulan dalam waktu satu dekade atau 10 tahun ke depan. Dalam penelitiannya, Pena-Asensio dan rekan-rekannya menggunakan data yang diperoleh oleh Light Italian CubeSat for Imaging of Asteroids (LICIACube), yang menemani misi DART dan menjadi saksi uji tumbukan kinetik.
Data itu memungkinkan tim untuk membatasi kondisi awal lontaran, termasuk lintasan dan kecepatannya, mulai dari beberapa puluh meter per detik hingga sekitar 500 m/detik. Tim kemudian menggunakan superkomputer di Fasilitas Navigasi dan Informasi Tambahan (NAIF) NASA untuk mensimulasikan apa yang akan terjadi pada lontaran tersebut.
Hasil simulasi tidak menghalangi kedatangan partikel yang lebih lambat dari Dimorphos ke Bumi, namun, mereka hanya akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memasuki orbit planet kita dan membentuk hujan meteor. Meski demikian, tim tersebut berharap Dimorphid yang baru dijuluki itu mudah dikenali.
Meskipun butuh waktu untuk mengonfirmasi penelitian ini dengan mengamati meteor dari Dimorphos. Hal ini juga menunjukkan pentingnya CubeSat dalam eksplorasi ruang angkasa.
Para ilmuwan tidak akan tahu tentang kemungkinan munculnya meteor akibat misi DART tanpa LICIACubeBah. Bahkan, para peneliti masih berupaya memahami seluruh kumpulan data.
Penelitian terkini telah memberikan pemahaman yang lebih baik tentang gumpalan puing, dalam hal struktur dan kecepatan puing. Kompleksitas pemodelan peristiwa semacam itu tidak dapat diremehkan, tetapi tim LICIACube terus menghadapi tantangan tersebut.
(Tifani)
Advertisement