Sukses

Sekolah Elit Australia Hapus Bahasa Indonesia dari Kurikulum, Sebuah Kemunduran?

Scotch College Melbourne, salah satu sekolah elit di Australia, menghapus program Bahasa Indonesia dari kurikulumnya. Keputusan ini menuai kritik dari pakar dan pemerintah Indonesia.

, Melbourne - Salah satu sekolah elit di Melbourne, Scotch College, akan menghapus Bahasa Indonesia dari kurikulumnya, mengakhiri salah satu program bahasa Indonesia terlama di Australia. Keputusan ini memicu keprihatinan dari para pengamat dan pemerintah Indonesia yang menilai langkah tersebut sebagai kemunduran bagi masa depan pengajaran Bahasa Indonesia di Australia.

Scotch College, salah satu sekolah swasta tertua di Victoria yang didirikan pada tahun 1960-an, memiliki rekam jejak yang terpandang dalam pengajaran Bahasa Indonesia. Namun, penghapusan program ini memicu pertanyaan tentang prioritas sekolah dan masa depan studi Bahasa Indonesia di Australia.

Profesor Sharyn Davies, Direktur Monash Herb Feith Indonesian Engagement Centre, menyatakan keprihatinannya dalam surat terbuka kepada kepala sekolah Scotch College.

"Meski jumlah siswa yang belajar Bahasa Indonesia menurun di seluruh Australia, Scotch College tetap menjadi pelopor di bidang ini," tulisnya dalam surat terbuka yang diterbitkan bulan lalu seperti dikutip dari ABC Indonesia, Rabu 9/10/2024).

Penghapusan Bahasa Indonesia dari kurikulum akan sangat membatasi peluang alumni Scotch saat masuk dunia pekerjaan yang berkembang pesat dan semakin didominasi Asia.

ABC telah berupaya menghubungi Scotch College untuk tanggapan, namun belum menerima respons.

Juru bicara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Canberra menyatakan keprihatinan atas penghapusan program Bahasa Indonesia di Scotch College.

"Alasan yang digunakan [mereka] adalah keterbatasan anggaran dan hanya program Bahasa Indonesia yang dihapus," kata KBRI.

"Pemerintah Indonesia sangat prihatin dengan menurunnya studi Indonesia di Australia secara umum."

Indonesia, dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, berpotensi menjadi alternatif bagi Australia untuk mengurangi ketergantungan perdagangan dengan China. Kerja sama antara Indonesia dan Australia tertuang dalam Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) yang ditandatangani pada awal tahun 2020. Namun, investasi Australia di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara lain seperti Singapura, China, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese memilih Jakarta sebagai tempat kunjungan bilateral pertamanya setelah dilantik pada tahun 2022, yang menekankan pentingnya hubungan Australia dengan Indonesia. Namun, pada saat yang sama, studi tentang Indonesia di Australia terus menurun dalam beberapa tahun terakhir.

 

 

 

 

2 dari 3 halaman

22 Universitas Australia Tercatat Pernah Mengajarkan Bahasa Indonesia

Pada tahun 1992, terdapat 22 universitas Australia yang mengajarkan Bahasa Indonesia. Namun jumlahnya menurun menjadi 12 universitas pada tahun 2002. Sharyn Davies dan beberapa pakar linguistik dalam artikel The Conversation tahun lalu menyatakan, "Titik puncak studi tentang Indonesia di Australia adalah pada pertengahan tahun 1990-an ketika [mantan Perdana Menteri Paul] Keating menginvestasikan dana yang signifikan untuk pembelajaran Bahasa Indonesia."

Mereka menambahkan bahwa berkat intervensi pemerintahan di era pemerintahan Keating, jumlah pelajar Bahasa Indonesia di Victoria meningkat dua kali lipat dari 493 pada tahun 1995 menjadi 1.044 pada tahun 2001.

Kurangnya guru bahasa Indonesia menjadi salah satu penyebab utama penurunan studi Bahasa Indonesia. KBRI Canberra mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia telah berupaya memberikan solusi lewat program pengiriman guru bahasa dari Indonesia secara berkala untuk mengajar Bahasa Indonesia di Australia. Namun demikian, program ini masih belum bisa terlaksana dikarenakan antara lain permasalahan visa, izin tinggal, dan standar kompetensi, jelas KBRI.

Madison Sok, siswi kelas 11 di Our Lady of the Sacred Heart College Bentleigh di Melbourne, mengatakan, "kelas Bahasa Indonesia kami cukup erat. Saya rasa kehidupan sekolah akan lebih suram dan berbeda jika kami tidak belajar Bahasa Indonesia."

Momo Guest, mahasiswa University of Melbourne yang belajar bahasa Indonesia dan Jepang, mengatakan mempelajari bahasa memberikannya wawasan yang lebih dalam tentang budaya negara tetangga Australia.

"Di kelas, kami belajar komunikasi lintas budaya, tata krama budaya, pemahaman kepentingan agama, dan banyak hal lain yang dapat diterapkan di dunia nyata," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Indonesia Didesak Dukung Studi Bahasa Indonesia

Para ahli mendesak pemerintah Indonesia untuk mendukung studi Bahasa Indonesia, seperti halnya pemerintah dari negara-negara seperti Italia, Korea Selatan, dan Jepang yang berinvestasi untuk mempromosikan studi bahasa mereka. Pemerintah Prancis dan Jerman, misalnya, masing-masing mengelola Institut Francais dan Goethe-Institut untuk mempromosikan bahasa dan budaya negara mereka di luar negeri.

Madison mengatakan bahwa pilihan universitas untuk melanjutkan studinya akan tergantung pada universitas mana yang menyediakan program bahasa Indonesia. "Saya mencoret universitas yang tidak memiliki [program] Bahasa Indonesia," katanya.

Juru bicara Monash University menekankan pentingnya sekolah dasar dan menengah untuk mempersiapkan para siswa Australia … dengan mengajarkan bahasa-bahasa negara Asia, termasuk Bahasa Indonesia.

"Kami yakin pengajaran bahasa dan budaya Indonesia sangat penting untuk membantu Australia dalam perdagangan, diplomasi, dan keamanan dengan salah satu tetangga terdekat kami."

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence