Sukses

Gaza Luluh Lantak oleh Serangan Israel, dari Mana Senjatanya?

Sekalipun memiliki industri pertahanan canggih, namun Israel masih membutuhkan pasokan untuk sejumlah kebutuhan militernya.

Liputan6.com, Tel Aviv - Pemerintah Barat mendapat tekanan untuk menghentikan penjualan senjata ke Israel menyusul pembantaian yang mereka lakukan di Jalur Gaza.

Israel merupakan pengekspor senjata utama, namun militernya sangat bergantung pada pesawat terbang, bom berpemandu, dan rudal impor untuk melakukan apa yang para ahli gambarkan sebagai salah satu operasi udara paling intens dan merusak dalam sejarah terkini.

 

Lebih dari 42.000 orang telah tewas di Jalur Gaza akibat serangan Israel sejak 7 Oktober 2023, yang diawali oleh serangan kelompok militan pimpinan Hamas pada hari yang sama.

Israel bersikeras pasukannya berupaya menghindari jatuhnya korban sipil, menuduh Hamas sengaja menempatkan warga sipil di garis tembak, dan mengatakan tidak ada batasan untuk pengiriman bantuan.

Lantas, siapa pemasok utama senjata ke Israel? Berikut uraiannya seperti dikutip dari BBC, Minggu (13/10):

2 dari 6 halaman

Amerika Serikat

Amerika Serikat (AS) sejauh ini merupakan pemasok senjata terbesar bagi Israel, setelah membantunya membangun salah satu militer paling canggih secara teknologi di dunia.

Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), AS menyumbang 69 persen dari impor senjata konvensional utama Israel antara tahun 2019 dan 2023.

AS memberi Israel bantuan militer tahunan sebesar USD 3,8 miliar berdasarkan perjanjian 10 tahun yang dimaksudkan untuk memungkinkan sekutunya mempertahankan apa yang disebutnya "keunggulan militer kualitatif" atas negara-negara tetangga.

Sebagian dari bantuan tersebut - USD 500 juta per tahun - disisihkan untuk mendanai program pertahanan rudal, termasuk sistem Iron Dome, Arrow, dan David's Sling yang dikembangkan bersama. Israel telah mengandalkan mereka selama perang untuk mempertahankan diri dari serangan roket, rudal, dan drone oleh kelompok bersenjata Palestina di Jalur Gaza, serta kelompok bersenjata lain yang didukung Iran yang berbasis di Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman.

Pada hari-hari setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, Presiden Joe Biden mengatakan AS "memberikan bantuan militer tambahan" kepada Israel.

SIPRI membeberkan AS dengan cepat mengirimkan ribuan bom berpemandu dan misil ke Israel pada akhir tahun 2023, namun total volume impor senjata Israel dari AS tahun itu hampir sama dengan tahun 2022.

Desember lalu, pemerintahan Biden mengumumkan dua penjualan mendesak ke Israel setelah menggunakan kewenangan darurat untuk menghindari tinjauan kongres. Satu penjualan adalah untuk 14.000 butir amunisi tank senilai USD 106 juta, sementara yang lain adalah untuk komponen senilai USD 147 juta untuk membuat peluru artileri 155mm.

Media AS melaporkan pada bulan Maret bahwa pemerintah juga diam-diam telah melakukan lebih dari 100 penjualan militer lainnya ke Israel sejak dimulainya perang, sebagian besar di bawah jumlah dolar yang mengharuskan Kongres untuk diberitahu secara resmi. Penjualan tersebut dikatakan mencakup ribuan amunisi berpemandu presisi, bom berdiameter kecil, penghancur bunker, dan senjata ringan.

Pada bulan Mei, AS menghentikan pengiriman senjata ke Israel untuk pertama kalinya karena perwakilan dari Partai Demokrat di Kongres dan para pendukungnya semakin khawatir dengan rencana Israel untuk melakukan serangan darat di Kota Rafah, Jalur Gaza Selatan.

Pejabat AS mengatakan 1.800 bom seberat 907 kg dan 1.700 bom seberat 226 kg akan ditahan karena kekhawatiran bahwa warga sipil dapat terbunuh jika digunakan di daerah perkotaan yang padat penduduk. Pada bulan Juli, pejabat AS mengatakan pengiriman bom seberat 226 kg akan diizinkan, namun bom seberat 907 kg akan terus ditahan karena kekhawatiran yang berkelanjutan atas korban sipil.

Agustus lalu, pemerintahan Biden memberi tahu Kongres bahwa mereka telah menyetujui penjualan senjata senilai USD 20 miliar ke Israel. Itu terdiri dari paket senilai USD 18,8 miliar untuk hingga 50 jet F-15IA dan peralatan peningkatan untuk 25 pesawat F-15I yang sudah dimiliki Israel; sejumlah truk kargo 8 ton yang tidak disebutkan jumlahnya senilai USD 583 juta; 30 rudal udara-ke-udara jarak menengah senilai USD 102 juta; dan 50.000 peluru mortir 120 mm senilai USD 61 juta. Namun, senjata-senjata itu diperkirakan tidak akan dikirim ke Israel hingga paling cepat tahun 2026.

 

3 dari 6 halaman

Jerman

Jerman adalah eksportir senjata terbesar kedua ke Israel, yang menurut SIPRI menyumbang 30 persen dari impor antara tahun 2019 dan 2023.

Pada tahun 2022, Israel menandatangani kesepakatan senilai 3 miliar euro dengan Jerman untuk membeli tiga kapal selam diesel kelas Dakar yang canggih, yang diharapkan akan dikirim mulai tahun 2031 dan seterusnya. Kapal selam tersebut akan menggantikan kapal selam kelas Dolphin buatan Jerman yang saat ini dioperasikan oleh Angkatan Laut Israel.

Tahun lalu, penjualan senjata negara Eropa itu ke Israel bernilai 326,5 juta euro - meningkat 10 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2022 - dengan mayoritas lisensi ekspor diberikan setelah serangan 7 Oktober.

Pemerintah Jerman mengatakan pada bulan Januari bahwa penjualan meliputi peralatan militer senilai 306,4 juta euro dan "senjata perang" senilai 20,1 juta euro.

Menurut kantor berita DPA, penjualan meliputi pula 3.000 senjata antitank portabel dan 500.000 butir amunisi untuk senjata api otomatis atau semi-otomatis. Dikatakan juga bahwa sebagian besar lisensi ekspor diberikan untuk kendaraan darat dan teknologi untuk pengembangan, perakitan, pemeliharaan, dan perbaikan senjata.

Kanselir Olaf Scholz telah menjadi pendukung setia hak Israel untuk membela diri selama perang, alih-alih penjualan senjata ditangguhkan, dia justru menegaskan akan mengirimkan lebih banyak senjata ke Israel.

4 dari 6 halaman

Italia

Italia adalah eksportir senjata terbesar ketiga ke Israel. Menurut SIPRI, Italia menyumbang 0,9 persen dari impor Israel antara tahun 2019 dan 2023, termasuk helikopter dan artileri angkatan laut.

Campaign Against Arms Trade (CAAT), sebuah kelompok penekan yang berbasis di Inggris, mengatakan ekspor dan lisensi barang militer oleh Italia ke Israel bernilai 17 juta euro pada tahun 2022.

Majalah Altreconomia mengutip biro statistik nasional ISTAT menyebutkan bahwa pada tahun 2023, penjualan "senjata dan amunisi" mencapai 13,7 juta euro.

Sekitar 2,1 juta euro ekspor disetujui antara Oktober dan Desember 2023, di mana pemerintah menjamin mereka akan memblokirnya berdasarkan undang-undang yang melarang penjualan senjata ke negara-negara yang sedang berperang atau dianggap melanggar hak asasi manusia.

Namun, Menteri Pertahanan Guido Crosetto mengatakan kepada parlemen pada bulan Maret bahwa Italia menghormati kontrak yang ada setelah memeriksanya berdasarkan kasus per kasus dan memastikan kontrak tersebut tidak menyangkut bahan yang dapat digunakan untuk melawan warga sipil.

5 dari 6 halaman

Inggris

Pada Desember 2023, pemerintah Inggris mengatakan ekspor barang militer Inggris ke Israel "relatif kecil", yaitu sebesar 42 juta poundsterling pada tahun 2022.

Menurut catatan Departemen Bisnis dan Perdagangan, angka tersebut turun menjadi 18,2 juta poundsterling pada tahun 2023.

Antara 7 Oktober 2023 dan 31 Mei 2024, 42 lisensi ekspor untuk barang-barang militer dikeluarkan sementara ada 345 lisensi yang masih berlaku. Departemen Bisnis dan Perdagangan menyebutkan bahwa peralatan militer yang dicakup oleh lisensi terkait termasuk komponen untuk pesawat militer, kendaraan militer, dan kapal perang.

CAAT menuturkan Inggris telah memberikan lisensi ekspor senjata ke Israel senilai total 576 juta poundsterling sejak tahun 2008. Sebagian besar dari lisensi adalah untuk komponen yang digunakan dalam pesawat tempur buatan AS yang berakhir di Israel.

Pada bulan September 2024, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengumumkan penangguhan segera sekitar 30 lisensi ekspor untuk barang-barang yang digunakan dalam operasi militer Israel di Jalur Gaza.

Dia mengatakan telah menerima penilaian yang menyimpulkan ada "risiko yang jelas" bahwa ekspor militer tertentu "dapat digunakan untuk melakukan atau memfasilitasi pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional".

"Inggris terus mendukung hak Israel untuk membela diri sesuai dengan hukum internasional," tegasnya.

Lisensi-lisensi yang ditangguhkan mencakup komponen untuk pesawat militer, termasuk jet tempur, helikopter, dan drone, serta barang-barang yang memfasilitasi penargetan darat.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam keputusan Inggris, mencapnya "memalukan" dan "sesat". Dia memperingatkan bahwa larangan senjata akan membuat Hamas semakin berani dan menegaskan bahwa Israel menjalankan perang yang adil dengan cara yang adil.

6 dari 6 halaman

Industri Pertahanan Israel

Di lain sisi, Israel telah membangun industri pertahanannya sendiri dengan bantuan AS dan sekarang menempati peringkat sebagai eksportir senjata terbesar kesembilan di dunia, dengan fokus pada produk teknologi canggih daripada perangkat keras skala besar.

Negara ini menguasai 2,3 persen pangsa penjualan global antara tahun 2019 dan 2023, menurut SIPRI, dengan India (37 persen), Filipina (12 persen) dan AS (8,7 persen) sebagai tiga penerima utama.

Menurut Kementerian Pertahanan Israel, ekspor pertahanan Israel bernilai lebih dari USD 13 miliar pada tahun 2023. Sistem pertahanan udara mencapai 36 persen dari ekspor tersebut, diikuti oleh sistem radar dan peperangan elektronik (11 persen), peralatan peluncur dan penembakan (11 persen), serta drone dan avionik (9 persen).

Pada bulan September 2023, tepat sebelum perang di Jalur Gaza dimulai, Jerman menyetujui kesepakatan senilai USD 3,5 miliar dengan Israel untuk membeli sistem pertahanan rudal Arrow 3 yang canggih, yang dapat mencegat rudal balistik jarak jauh. Itu adalah kesepakatan pertahanan terbesar Israel dan harus disetujui oleh AS karena sistem tersebut dikembangkan secara bersama-sama.

Di luar urusan ekspor-impor senjata, Israel juga merupakan rumah bagi depot senjata AS yang didirikan pada tahun 1984 untuk menempatkan persediaan bagi pasukannya jika terjadi konflik regional, serta untuk memberi Israel akses cepat ke senjata dalam keadaan darurat.

Pentagon dilaporkan mengirim sekitar 300.000 peluru artileri 155mm dari War Reserve Stockpile Ammunition (Amunisi Cadangan Perang) di Israel ke Ukraina setelah invasi Rusia pada Februari 2022.

Amunisi yang disimpan di depot tersebut juga dilaporkan telah dipasok ke Israel sejak dimulainya perang di Jalur Gaza.

Video Terkini