Sukses

Tradisi Pelantikan Presiden di Indonesia dan AS, Samakah?

Dibandingkan Amerika Serikat yang sudah melaksanakan pemilu presiden sejak tahun 1789, Indonesia baru mulai membangun tradisinya.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku dirinya akan langsung pulang ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah, usai pelantikan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2024-2029 pada Minggu (20/10). Pada Jumat (11/10), Jokowi mengatakan 70 persen barang-barangnya sudah dikirim ke Solo.

Mengutip pernyataan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno yang dipublikasikan di situs web Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jokowi akan menghadiri pelantikan Prabowo-Gibran sebelum pulang ke Solo.

"Insyaallah datang. Jadi, pak presiden memang sejak awal sudah mengatakan akan datang di pelantikan. So, pastilah pak presiden hadir nanti di pelantikan 20 Oktober," ujarnya.

Pratikno menambahkan bahwa secara aturan tidak ada yang mengatur tentang kehadiran Presiden Jokowi pada pelantikan. Namun, Pratikno menuturkan bahwa sudah menjadi tradisi presiden sebelumnya hadir pada saat pelantikan presiden terpilih.

Setelah acara pelantikan, Pratikno mengungkapkan, rencananya akan ada acara pisah sambut di Istana Merdeka. Dia mengonfirmasi acara pisah sambut ini juga merupakan tradisi saat pergantian pemimpin negara.

"Jadi, setelah pelantikan di DPR rencananya pak presiden ke-7 akan lebih dulu berangkat ke Istana Merdeka. Kemudian nanti Pak Presiden Prabowo menyusul," tambahnya.

Menyambut presiden baru di Istana Merdeka merupakan tradisi baru yang dilakukan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Apakah tradisi pisah sambut ini juga berlaku di Amerika Serikat (AS) yang tidak lama lagi juga akan menyelenggarakan pemilu presiden? Bagaimana penjelasan soal tradisi pasca pelantikan presiden AS atau yang secara resmi dikenal dengan sebutan honorary departure di Negeri Paman Sam?

Berikut penjelasannya seperti dikutip dari situs web Komite Kongres Gabungan untuk Upacara Pelantikan (JCCIC):

2 dari 2 halaman

Perkembangan Tradisi Pelantikan Presiden di AS

Segera setelah upacara pelantikan di bagian depan barat Gedung Kapitol, presiden dan ibu negara yang purna tugas meninggalkan Gedung Kapitol yang terletak di pusat pemerintahan AS di Washington, DC, untuk memulai kehidupan pasca-kepresidenan mereka.

Secara tradisional, kepergian presiden dan ibu negara yang purna tugas berlangsung dengan sedikit seremoni. Sebuah buku tahun 1889 bertajuk "Handbook of Official and Social Etiquette and Public Ceremonies at Washington" menggambarkan kepergian presiden yang lengser sebagai berikut:

 

Kepergiannya dari ibu kota tidak disertai upacara apa pun, selain kehadiran anggota kabinet terdahulu dan beberapa pejabat serta teman pribadi. Presiden meninggalkan ibu kota sesegera mungkin setelah pelantikan penggantinya.

Pada tahun 1797, George Washington menghadiri pelantikan penggantinya, John Adams, dan beberapa pengamat mencatat bahwa penonton lebih memperhatikan Washington daripada Adams. Dengan beberapa pengecualian, presiden yang purna tugas kemudian mengikuti contoh Washington.

Tahun 1837, presiden terpilih Martin Van Buren dan presiden yang akan lengser Andrew Jackson memulai tradisi berkuda bersama menuju Gedung Kapitol untuk menghadiri upacara pelantikan.

Hingga awal Abad ke-20, presiden yang lengser biasanya menemani presiden baru dalam perjalanan kereta dari Gedung Kapitol ke Gedung Putih setelah pelantikan. Pada tahun-tahun awal, prosesi akan mengantarkan presiden yang lengser ke tempat tinggalnya, di mana mereka biasanya meninggalkan Gedung Putih satu atau dua hari sebelum pelantikan.

Seiring dengan semakin berkembangnya parade, presiden yang lengser terkadang meninjaunya (parade) bersama presiden baru. Sekitar waktu yang sama, presiden dan ibu negara yang lama mulai mengatur jamuan makan siang di Gedung Putih untuk presiden baru dan rombongannya. Presiden yang akan lengser dan ibu negara biasanya keluar dengan senyap sebelum jamuan makan siang.

Pada awal Abad ke-20, berkembang tradisi baru di mana presiden yang lengser meninggalkan Gedung Kapitol dengan tenang segera setelah upacara pelantikan. Pada tahun 1909, setelah memberi selamat kepada Presiden Howard Taft, mantan Presiden Theodore Roosevelt meninggalkan Gedung Kapitol menuju stasiun kereta utama, Union Station, di mana dia naik kereta api menuju rumahnya di New York.

Tahun 1921, Presiden Woodrow Wilson yang sedang sakit menemani presiden terpilih Warren G. Harding ke Gedung Kapitol, namun dia terlalu sakit untuk tetap tinggal selama upacara. Presiden Calvin Coolidge dan Presiden Herbert Hoover yang lengser juga meninggalkan Gedung Kapitol menuju Union Station, di mana mereka pulang dengan kereta api.

Presiden Harry S. Truman, Presiden Dwight D. Eisenhower, dan Presiden Lyndon Baines Johnson yang lengser meninggalkan Gedung Kapitol dengan mobil. Johnson dan keluarganya berkendara ke Pangkalan Angkatan Udara Andrews, di mana mereka menaiki Air Force One untuk perjalanan pulang ke Texas.

Dalam beberapa tahun terakhir, presiden dan wakil presiden yang baru dilantik telah mengawal pendahulu mereka keluar dari Gedung Kapitol setelah upacara pelantikan. Para anggota JCCIC berkumpul di tangga di bagian depan timur Gedung Kapitol. Wakil presiden yang baru mengawal wakil presiden yang lengser dan istrinya keluar dari Gedung Kapitol melalui barisan militer. Kemudian, presiden baru mengawal presiden dan istrinya yang purna tugas melewati barisan militer.

Sejak Gerald Ford meninggalkan jabatannya pada tahun 1977, mantan presiden dan ibu negara telah meninggalkan Gedung Kapitol dengan helikopter jika cuaca memungkinkan.

Presiden dan wakil presiden baru kemudian kembali ke Gedung Kapitol untuk jamuan makan siang pelantikan yang diselenggarakan oleh JCCIC.