Liputan6.com, La Paz - Mantan Presiden Bolivia Evo Morales (65) mengklaim dirinya selamat dari percobaan pembunuhan pada hari Minggu (27/10/2024) setelah orang-orang tak dikenal menembaki mobilnya. Dia tidak terluka dalam dugaan serangan yang dengan cepat menjadi titik api terbaru dalam perebutan kekuasaan antara dirinya dan anak didiknya yang kini berubah menjadi saingannya, Presiden Luis Arce.
Morales menyalahkan pemerintah Presiden Arce atas dugaan pembunuhannya dengan mengatakan bahwa itu adalah bagian dari kampanye terkoordinasi oleh otoritas Bolivia untuk menyingkirkannya dari politik.
Baca Juga
Klaim upaya pembunuhan Morales muncul bertepatan dengan keretakan di tingkat tertinggi Gerakan Menuju Sosialisme (MAS) yang berkuasa. Morales dan Arce, mantan menteri ekonominya, berjuang untuk memimpin partai tersebut dalam pemilu tahun depan.
Advertisement
"Ini bukan insiden yang terisolasi," kata blok Partai MAS yang berpihak pada Morales, seperti dilansir AP, Senin (28/10).
"Ini adalah bukti nyata bahwa kita menghadapi pemerintah fasis yang tidak ragu-ragu untuk menyerang kehidupan mantan Presiden Evo Morales."
Pernyataan yang sama menyebutkan bahwa dua kendaraan yang membawa orang-orang bersenjata lengkap berpakaian hitam menyergap konvoi Morales. Peluru melesat hanya "beberapa sentimeter" dari kepala sang mantan presiden itu.
Presiden Arce mengutuk upaya pembunuhan terhadap Morales dan mendesak penyelidikan.
"Setiap praktik kekerasan dalam politik harus dikutuk dan diklarifikasi," tulis Arce di platform media sosial X. "Masalah tidak diselesaikan dengan mencoba membunuh orang atau dengan spekulasi partisan."
Wakil Menteri Keamanan Bolivia Roberto Rios menegaskan bahwa polisi tidak menargetkan Morales. Dia mengatakan pihak berwenang sedang menyelidiki teori bahwa Morales melakukan "kemungkinan serangan terhadap diri sendiri" untuk membantu peruntungan politiknya.
"Morales menginginkan konfrontasi dan kekerasan di jalan-jalan demi kepentingan politik dan untuk mencapai impunitas," tutur Rios kepada wartawan.
Morales menuduh tembakan dilepaskan saat dia sedang berkendara di wilayah penghasil daun koka di Chapare, basis pedesaannya yang penduduknya telah memblokade jalan raya utama timur-barat selama dua pekan terakhir sebagai bentuk perlawanan dan solidaritas setelah ancaman hukum baru terhadap Morales muncul. Bulan lalu, jaksa setempat memanggil Morales untuk bersaksi dalam kasus pelecehan anak yang kembali muncul, yang oleh mantan presiden itu dianggap bermotif politik.
Pada hari Minggu, Morales muncul di acara radio mingguan untuk menceritakan serangan terhadap konvoinya. Dia tidak terluka dan tenang. Dia memberi tahu pembawa acara radio bahwa saat dia meninggalkan rumah, pria bertopeng menembakkan setidaknya 14 peluru ke mobilnya, melukai sopirnya.
"Arce akan dikenang sebagai presiden terburuk dalam sejarah," kata Morales, menyalahkan Arce.
Blokade jalan dan unjuk rasa selama beberapa hari terakhir telah melumpuhkan kota-kota besar dan mengganggu jalur pasokan, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan kekurangan makanan dan bensin.
Di bawah tekanan untuk membersihkan jalan raya, pemerintah Arce pada hari Jumat (25/10) mengerahkan ribuan petugas keamanan dalam upaya yang gagal untuk membubarkan blokade dengan paksa.
Para pejabat mengatakan para pengunjuk rasa mengusir polisi dengan melemparkan bahan peledak dalam bentrokan yang menyebabkan 14 petugas terluka, sementara 40 demonstran ditangkap. Morales mengklaim anggota kelompok paramiliter sayap kanan menarik pengacaranya, Nelson Cox, keluar dari jipnya dan memukulinya.
Peristiwa tersebut menghidupkan kembali kekhawatiran akan kembalinya kekerasan politik tahun 2019, ketika 36 orang tewas dalam kekacauan hebat yang melanda negara itu setelah tuduhan kecurangan pemilu memicu pemberontakan yang berakhir ketika Morales mengundurkan diri dan melarikan diri.
Pada tahun-tahun berikutnya, ikon sayap kiri, yang menjabat sebagai presiden Pribumi pertama Bolivia dari tahun 2006-2019, kembali ke panggung politik dan berhasil menarik dukungan ribuan orang di seluruh negeri.
Seiring dengan meningkatnya popularitas Morales, demikian pula reaksi keras pemerintah. Arce pada hari Sabtu (26/10) mengatakan bahwa Morales menimbulkan ancaman serius tidak hanya bagi Bolivia, tetapi juga bagi stabilitas dan keamanan di kawasan. Bahwa persaingan politik antara kedua sekutu itu dapat berubah dengan cepat menjadi kekacauan di jalan-jalan merupakan ukuran betapa rapuhnya demokrasi Bolivia bertahun-tahun setelah penggulingan Morales, yang dikecam oleh para pendukungnya sebagai kudeta.