Liputan6.com, Gaza - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan pada Minggu (27/10/2024) bahwa ia terkejut dengan laporan peningkatan kasus kematian, cedera, dan kehancuran yang mengerikan di Gaza utara.
Kini, wilayah Gaza utara menjadi titik terkini serangan pasukan Israel, dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (29/10).
Baca Juga
"Nasib warga sipil Palestina yang terjebak di Gaza Utara tidak tertahankan," kata Sekretasi dari Guterres, Stephane Dujarric.
Advertisement
"Sekretaris Jenderal Antonio Guterres terkejut dengan tingkat kematian, cedera, dan kehancuran yang mengerikan di Gaza utara. Banyak warga sipil yang terjebak di bawah reruntuhan, orang sakit dan terluka tidak mendapatkan perawatan kesehatan. Ada pula keluarga yang mengalami kekurangan makanan dan sulit dapat tempat tinggal."
Israel selama ini bersumpah untuk menghentikan kehadiran Hamas di Gaza utara. Juru bicara PBB mengatakan, ratusan orang telah tewas dalam beberapa minggu terakhir dan lebih dari 60.000 lainnya terpaksa mengungsi.
"Upaya berulang kali untuk mengirimkan pasokan kemanusiaan seperti makanan, obat-obatan dan tempat tinggal terus ditolak oleh otoritas Israel," kata Dujarric.
"Atas nama kemanusiaan, sekjen PBB menegaskan kembali seruannya untuk gencatan senjata segera, pembebasan semua sandera segera dan tanpa syarat serta akuntabilitas atas kejahatan berdasarkan hukum internasional."
Pengakuan Warga di Gaza Utara
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pertahanan Sipil Gaza Mahmud Bassal mengecam pengepungan yang dilakukan Israel di wilayah Jabalia, Beit Hanun dan Beit Lahia di Gaza utara dengan mengatakan 100.000 orang terjebak.
"Selama 22 hari, tidak ada setetes air atau roti pun yang masuk ke Jalur Gaza utara," kata Bassal dalam sebuah pernyataan.
"Pasukan pendudukan membunuh siapa pun yang mencoba memberikan layanan kepada penduduk Gaza utara."
Seorang penduduk Beit Lahia bernama Bilal al-Hajri (25) mengatakan bahwa pengepungan itu memicu kelaparan di wilayah tersebut.
"Kami benar-benar sekarat di bawah pengepungan ketat dan kelaparan," katanya kepada AFP.
"Tak seorang pun dari kami dapat meninggalkan rumah, bahkan untuk menyediakan makanan dan minuman. Siapa pun yang meninggalkan rumah akan menjadi sasaran."
Advertisement