Sukses

Studi Terbaru Lubang Hitam, Sumber Energi Gelap Sebabkan Perluasan Alam Semesta

Energi gelap membentuk sekitar 70 persen alam semesta. Energi ini diperkirakan muncul setelah Dentuman Besar atau Big Bang 13,8 miliar tahun yang lalu dan mendorong pertumbuhan alam semesta.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah teori baru menemukan kemungkinan lubang hitam atau black hole sebagai penyebab dibalik alam semesta yang terus meluas. Teori ini dikemukakan oleh kelompok peneliti yang diketuai Gregory Tarlé, profesor fisika di University of Michigan.

Dalam teori ini dipublikasikan melalui Journal of Cosmology and Astroparticle Physics pada 28 Oktober 2024 lalu. Melansir laman Live Science pada Senin (04/11/2024), para astronom ini telah menemukan bukti yang menunjukkan bahwa energi gelap, atau energi misterius yang mendorong percepatan perluasan alam semesta , berpotensi terkait dengan lubang hitam.

Energi gelap membentuk sekitar 70 persen alam semesta. Energi ini diperkirakan muncul setelah Dentuman Besar atau Big Bang 13,8 miliar tahun yang lalu dan mendorong pertumbuhan alam semesta.

Namun, tidak diketahui dari mana persisnya energi misterius. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa astronom mengajukan teori yang menyebut alih-alih menyebar ke seluruh penjuru angkasa, energi gelap bisa muncul dari jantung lubang hitam raksasa.

Sebagian astronom lainnya menganggap usulan tersebut tidak masuk akal. Kini, sebuah studi baru mengklaim telah menemukan petunjuk pertama dari hubungan antara dua fenomena, yakni kecocokan antara kepadatan energi gelap yang meningkat dan massa lubang hitam yang terus bertambah seiring bertambahnya usia alam semesta.

Dengan membandingkan data proksi untuk energi gelap dengan pertumbuhan lubang hitam pada berbagai tahap kehidupan alam semesta, para peneliti membuat pengamatan ini menjadi menarik. Kedua fenomena tersebut konsisten satu sama lain, ketika lubang hitam baru terbentuk pada saat kematian bintang-bintang masif, jumlah energi gelap di alam semesta meningkat.

Selama bertahun-tahun, para astronom telah menemukan bahwa alam semesta tampak mengembang dengan kecepatan yang berbeda, tergantung dari mana mereka melihat. Masalah ini disebut sebagai tegangan Hubble.

Beberapa pengukuran mencoba mengonfirmasi pemahaman terbaik manusia saat ini tentang alam semesta, sementara yang lain berupaya untuk mematahkannya. Meski ada hubungan yang menarik antara lubang hitam dan energi gelap, para astronom mengatakan bahwa masih dibutuhkan lebih banyak pengamatan, baik oleh Instrumen Spektroskopi Energi Gelap (DESI) maupun eksperimen lainnya, sebelum kesimpulan yang pasti bisa diambil.

 

2 dari 2 halaman

Berapa Luas Alam Semesta?

Melansir laman Space pada Senin (04/11/2024), ahli kosmologi bahkan tidak yakin apakah alam semesta itu sangat besar atau hanya sekedar besar. Saat ini, para astronom melakukan pengamatan dan pengukuran kelengkunan alam semesta dan hasilnya menunjukkan bahwa luar angkasa hampir rata secara sempurna.

Dilansir dari laman Swinburne University of Technology pada Senin (04/11/2024), beberapa ilmuwan menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang bervariasi.

Sara Webb mempercayai awal mula terciptanya luar angkasa dari Teori Big Bang. Berdasarkan pengamatannya selama ini, luar angkasa selalu bergerak dan meluas ke segala arah.

Luar angkasa memiliki ukuran sebesar 46 miliar tahun cahaya. Semakin meluasnya luar angkasa, maka itu menjadikan luar angkasa tidak terbatas.

Tanya Hill, Ilmuwan University of Melbourne menyebut luar angkasa memiliki batas karena alam semesta yang kita amati sifatnya terbatas dan tidak selamanya. Luar angkasa terus meluas hingga 46 miliar tahun cahaya.

Luar angkasa yang dapat kita amati berpusat pada kita. Lain halnya dengan luar angkasa yang diamati oleh alien dari galaksi yang jauh, mereka juga memiliki luar angkasa versinya sendiri.

Menurut Tanya, luar angkasa memiliki berbagai cara untuk bisa melengkung, namun kita hidup di wilayah dan ruang yang datar. Lain halnya dengan Kevin Orman, ia menilai bahwa luar angkasa tidak memiliki batas.

Menurutnya luar angkasa tidak ada habisnya. Namun, Kevin memaparkan bahwa jawaban ini dibutuhkan penelitian lebih lanjut.

Dibutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk memastikan bahwa ruang angkasa tidak memiliki batas. Penelitian semacam itu akan sangat sulit terlaksana.

(Tifani)