Liputan6.com, New Delhi - India menyatakan tidak merasa gugup bekerja sama dengan Donald Trump. Pernyataan itu muncul menyusul kemenangan mantan presiden Amerika Serikat (AS) tersebut dalam Pilpres AS 2024.
Menteri Luar Negeri India S. Jaishankar mengatakan pada hari Minggu (10/11/2024) bahwa banyak negara merasa gugup dengan AS yang mulai tahun depan akan dipimpin Trump. Namun, dia menambahkan bahwa India bukan salah satu dari mereka.
Baca Juga
Perdana Menteri Narendra Modi diketahui memiliki hubungan baik dengan Trump selama masa jabatan pertamanya antara tahun 2017 dan 2021. India telah menikmati dukungan bipartisan di AS, bekerja sama dengan presiden dari Partai Republik dan Demokrat selama bertahun-tahun.
Advertisement
ASÂ telah lama memandang India sebagai penyeimbang China.
Berbicara di sebuah acara pada hari Minggu, Jaishankar menambahkan bahwa New Delhi tidak memiliki alasan untuk khawatir bahwa hubungan India-AS tidak akan berkembang di bawah Trump.
"Modi termasuk di antara tiga panggilan pertama, menurut saya, yang diterima oleh Presiden (terpilih) Trump," kata Jaishankar seperti dikutip dari BBC, Selasa (12/11), merujuk pada panggilan telepon Modi kepada Trump untuk mengucapkan selamat atas kemenangannya dalam Pilpres AS.
Pada bulan Oktober, Trump menyebut Modi sebagai "pemimpin hebat". Namun pada saat yang sama, dia menuduh India mengenakan tarif yang berlebihan - memicu kekhawatiran akan perang dagang kembali terjadi antar kedua negara.
Para analis mengatakan akan menarik untuk menyaksikan apakah keakraban antara para pemimpin tersebut dapat membantu mengatasi perbedaan pandang soal perdagangan antara kedua negara.
Trump dan Modi sering mengungkapkan kekaguman satu sama lain di masa lalu.
Pada tahun 2019, kedua pemimpin saling memuji selama penampilan bersama di acara komunitas India-Amerika yang disebut "Howdy, Modi!" yang diselenggarakan di Texas untuk menghormatinya.
Acara, yang dihadiri oleh hampir 50.000 orang, itu disebut sebagai salah satu resepsi terbesar untuk seorang pemimpin asing di AS.
Tahun berikutnya, selama kunjungan resmi pertama Trump ke India, Modi menjamunya di negara bagian asalnya di Gujarat, di mana 125.000 orang berkumpul di stadion kriket terbesar di dunia.
Selama masa jabatan pertamanya pula, Trump mengakhiri status perdagangan preferensial untuk India.
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja AS, tingkat penolakan visa H-1B juga meningkat dari 6 persen pada tahun 2016 menjadi 21 persen pada tahun 2019. Mayoritas visa ini diberikan kepada pekerja teknologi India.
Sementara itu, Jaishankar berpendapat bahwa keseimbangan kekuatan antara Timur dan Barat sedang bergeser, namun menambahkan bahwa ekonomi industri lama seperti AS masih sangat penting.
"Mereka adalah pasar besar, pusat teknologi yang kuat, pusat inovasi. Jadi, mari kita akui pergeseran tersebut, tetapi jangan sampai terbawa suasana dan melebih-lebihkannya serta mendistorsi pemahaman kita sendiri tentang dunia," imbuhnya.