Liputan6.com, Jakarta - Teori relativitas yang dicetuskan Albert Einstein pada 1915 menjadi salah satu teori sains paling menggemparkan pada saat itu. Kini, teori relativitas Einstein menjadi landasan para ilmuwan dalam memahami gravitasi.
Meski sudah digunakan selama lebih dari 100 tahun, para peneliti terus menguji kembali teori ini. Dalam pengujian para peneliti baru-baru ini, teori relativitas Einstein kembali terbukti benar.
Melansir laman Space pada Kamis (21/11/2024), para peneliti menguji teori Einstein pada skala terbesar yang pernah ada. Pengujian ini dilakukan oleh para ilmuwan yang bekerja dalam proyek Dark Energy Spectroscopic Instrument (DESI).
Advertisement
Baca Juga
DESI adalah instrumen canggih yang dipasang pada Teleskop 4 meter Nicholas U. Mayall di Kitt Peak National Observatory, Arizona. DESi ibarat robot dengan 5.000 "mata" yang dapat menangkap cahaya dari 5.000 galaksi secara bersamaan.
Selama 5 tahun ini, DESI akan mengamati sekitar 40 juta galaksi dan quasar. Data dari survei langit ini sangat penting untuk memahami energi gelap dan materi gelap, dua misteri terbesar di alam semesta kita.
Temuan utama dari DESI menunjukkan bahwa gravitasi pada skala kosmik masih sesuai dengan prediksi relativitas umum Einstein. Energi gelap tampaknya bersifat dinamis dan melemah.
Hal itu mengubah masa depan evolusi alam semesta yang tidak perlu terus-menerus mengalami percepatan dalam perluasannya. Dalam penelitian ini, para ilmuwan menggunakan data dari DESI untuk melacak bagaimana struktur kosmos telah berkembang selama 11 miliar tahun terakhir.
Mereka menemukan bahwa gravitasi berperilaku seperti yang diprediksi Einstein dalam teori relativitas umumnya. Meskipun energi gelap masih menjadi misteri.
Penelitian ini menunjukkan bahwa teori gravitasi Einstein tetap valid, bahkan pada skala terbesar di alam semesta. Dengan memvalidasi teori Einstein pada skala kosmik, para ilmuwan dapat terus membangun model kosmologis yang lebih akurat.
Energi Gelap
Keberadaan dark energy atau energi gelap merupakan salah satu misteri kosmologi modern yang belum bisa dipecahkan hingga saat ini. Melansir laman Britannica pada Kamis (21/11/2024), nama dark energy atau energi gelap diberikan para fisikawan merujuk pada kekuatan yang mendorong percepatan ekspansi atau perluasan alam semesta secara misterius.
Energi gelap diyakini mengisi seluruh ruang angkasa dan berkontribusi pada percepatan perluasan alam semesta. Teori ini muncul dari pengamatan bahwa alam semesta tidak hanya meluas, tetapi kecepatan perluasannya semakin meningkat.
Meski energi gelap membentuk tiga perempat energi massa kosmos. Namun sifat dasar energi ini belum diketahui para fisikawan selama beberapa dekade.
Sebab, energi gelap itu sendiri tidak berkaitan dengan materi gelap. Artinya, para ilmuwan masih belum memahami secara mendapat tentang apa itu energi gelap.
Penemuan energi gelap bermula pada akhir 1990-an, ketika dua tim astronom melakukan pengamatan terhadap supernova tipe Ia. Supernova ini digunakan sebagai penanda jarak kosmik karena kecerahan intrinsiknya yang diketahui.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa supernova yang sangat jauh tampak lebih redup daripada yang diperkirakan sebelumnya. Fenomena ini menandakan bahwa ekspansi alam semesta semakin cepat, bukan melambat seperti yang diharapkan.
Temuan ini menjadi petunjuk pertama adanya dark energy. Energi gelap diperkirakan mempengaruhi struktur alam semesta melalui sifatnya yang membuat ruang angkasa mengembang dengan semakin cepat.
Model kosmologi standar, yang dikenal sebagai Lambda Cold Dark Matter (ΛCDM), menyarankan bahwa dark energy berperan sebagai bentuk energi konstan yang menyebar merata di seluruh alam semesta. Sifatnya yang terbalik dari gravitasi menyebabkan penurunan kekuatan tarik antar galaksi, sehingga mempercepat ekspansi alam semesta.
(Tifani)
Advertisement