Liputan6.com, Pyongyang - Kim Jong Un mengatakan bahwa diplomasi masa lalu Korea Utara dengan Amerika Serikat (AS) hanya membuktikan "permusuhan AS yang tak berubah" terhadap negaranya. Hal ini disampaikan dalam laporan media Korea Utara pada Jumat (22/11/2024), beberapa bulan sebelum Donald Trump kembali ke Gedung Putih.
Selama masa jabatannya, Trump bertemu dengan Kim Jong Un tiga kali, meskipun AS gagal membuat kemajuan berarti dalam upaya denuklirisasi Korea Utara.
Baca Juga
Sejak pertemuan kedua Kim Jong Un dengan Trump yang gagal di Hanoi pada Februari 2019, Korea Utara meninggalkan diplomasi dan lebih fokus pada pengembangan senjata, sembari menolak tawaran pembicaraan dari AS.
Advertisement
Dalam pidatonya pada Kamis di sebuah pameran pertahanan yang menampilkan sistem senjata paling canggih milik Korea Utara, Kim Jong Un tidak menyebut Trump secara langsung. Namun, pembicaraan tingkat tinggi terakhir dengan AS terjadi pada masa pemerintahannya.
"Kami sudah mencapai batas dalam bernegosiasi dengan Amerika Serikat. Yang kami pastikan adalah kebijakan kekuatan besar yang bermusuhan dan agresif terhadap Korea Utara tidak akan berubah," kata Kim Jong Un, menurut Kantor Berita Pusat Korea (KCNA)Â seperti dikutip dari CNA, Sabtu (23/11).
"Sebagai gantinya, Pyongyang menyadari bahwa Washington memiliki sikap yang kuat, tak berubah, serta kebijakan yang terus-menerus agresif dan bermusuhan terhadap Korea Utara."
Gambar-gambar yang dirilis oleh KCNA menunjukkan rudal balistik antarbenua (ICBM), rudal hipersonik, peluncur roket multipel, dan drone yang dipamerkan di acara tersebut.
Acara itu, sebut KCNA, menampilkan produk terbaru dari kelompok ilmiah dan teknologi pertahanan nasional DPRK, dengan senjata strategis dan taktis yang telah diperbarui dan dikembangkan lebih lanjut.
Kim Jong Un juga menyatakan bahwa belum pernah sebelumnya Semenanjung Korea menghadapi situasi yang bisa berujung pada perang nuklir yang paling destruktif sejak Perang Dunia II.
Dalam beberapa bulan terakhir, Korea Utara mempererat hubungan militer dengan Rusia. AS dan Korea Selatan menyebutkan bahwa Pyongyang telah mengirim ribuan tentara ke Rusia untuk mendukung perangnya melawan Ukraina.
Jatuh Cinta
Beberapa bulan setelah KTT pertama Kim Jong Un dan Trump di Singapura pada Juni 2018, Trump mengatakan bahwa dia dan Kim Jong Un telah "jatuh cinta".
Sebuah buku terbitan 2020 mengungkapkan bahwa Kim Jong Un menggunakan pujian berlebihan dan bahasa yang sangat formal, bahkan menyebut Trump dengan "Yang Mulia" dalam surat-surat yang mendekatkannya dengan mantan presiden itu.
Namun, pertemuan kedua mereka pada 2019 gagal karena perbedaan soal keringanan sanksi dan apa yang bersedia dikorbankan oleh Korea Utara.
Pada Juli lalu, Trump mengatakan tentang Kim Jong Un, "Saya rasa dia merindukan saya" dan "Menyenangkan rasanya bergaul dengan seseorang yang memiliki banyak senjata nuklir".
Sementara itu, pernyataan Korea Utara yang dirilis pada bulan yang sama menyebutkan, meski Trump berusaha mencerminkan "hubungan pribadi khusus" antara kedua pemimpin, dia tidak membawa perubahan positif yang substansial.
"Pun jika ada pemerintahan baru yang menjabat di AS, iklim politik yang dipenuhi pertikaian antar kedua partai tidak akan berubah dan karena itu, kami tidak peduli," bunyi pernyataan itu.
Advertisement