Liputan6.com, Manila - Lembaga keamanan Filipina meningkatkan protokol keselamatan pada Sabtu (23/11/2024), setelah Wakil Presiden Sara Duterte mengancam akan memerintahkan pembunuhan terhadap Presiden Ferdinand Marcos Jr. jika dia sendiri dibunuh.
Pernyataan dramatis ini menunjukkan semakin besarnya perpecahan antara dua dinasti politik paling kuat di Filipina. Dalam konferensi pers pada Sabtu pagi, Sara Duterte mengatakan dia telah berbicara dengan seorang pembunuh bayaran dan memberinya instruksi untuk membunuh Marcos, istrinya, dan ketua DPR Filipina jika dia sampai dibunuh.
Baca Juga
Quincy Kammeraad, Kiper Filipina yang Gawangnya Kebobolan 7 Kali oleh Timnas Indonesia 7 Tahun Lalu Kini Jadi Pahlawan di Piala AFF 2024
Harga Mentereng Kristensen, Pemain Filipina yang Pupuskan Asa Indonesia di Piala AFF 2024
Piala AFF 2024 Sedang Berlangsung, Tonton Live Streaming Pertandingan Timnas Indonesia VS Filipina di Sini
"Saya sudah bicara dengan seseorang. Saya bilang, jika saya dibunuh, bunuh BBM (Marcos), (Ibu Negara) Liza Araneta, dan (Ketua DPR) Martin Romualdez. Ini bukan guyonan. Bukan guyonan," kata Sara Duterte dalam konferensi pers yang digambarkan penuh kata-kata kasar, seperti dilansir CNA.
Advertisement
"Saya bilang, jangan berhenti sampai kalian bunuh mereka dan dia bilang oke."
Sebagai respons, Komando Keamanan Presiden mengumumkan peningkatan dan penguatan protokol keamanan.
"Kami juga bekerja sama dengan lembaga penegak hukum untuk mendeteksi, mencegah, dan melindungi terhadap segala ancaman terhadap presiden dan keluarganya," demikian pernyataan mereka.
Kepala Kepolisian Rommel Francisco Marbil menyatakan telah memerintahkan penyelidikan segera dan menegaskan bahwa setiap ancaman terhadap nyawa presiden harus ditangani dengan tingkat urgensi tinggi. Sementara itu, Kantor Komunikasi Kepresidenan menegaskan bahwa setiap ancaman terhadap nyawa presiden harus selalu dianggap serius.
Kantor Sara Duterte tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait pernyataan tersebut.
Meski demikian, pernyataan keras Sara Duterte kemungkinan tidak akan mengurangi dukungan politiknya, menurut Jean Encinas-Franco, seorang profesor ilmu politik di Universitas Filipina. "Jika ada, retorika seperti ini justru membuatnya semakin dekat dengan apa yang disukai pendukung ayahnya tentang dia," kata Encinas-Franco.
Sara Duterte, putri dari mantan Presiden Rodrigo Duterte, mengundurkan diri dari jabatan menteri pendidikan di kabinet Marcos Jr. pada bulan Juni, meskipun tetap menjabat sebagai wakil presiden.
Mundurnya Sara Duterte menandakan runtuhnya aliansi politik yang sebelumnya mendukungnya dan Marcos Jr., putra dari pemimpin otoriter Ferdinand Marcos, meraih kemenangan pemilu 2022 dengan selisih yang besar.
Sementara itu, Ketua DPR Romualdez, yang juga sepupu Marcos Jr., telah memangkas anggaran kantor wakil presiden hampir dua per tiga.
"Negara ini sedang menuju kehancuran karena dipimpin oleh seseorang yang tidak tahu bagaimana menjadi presiden dan seorang pembohong," kata Sara Duterte.
Pernyataan keras Sara Duterte ini merupakan yang terbaru dalam serangkaian tanda mengejutkan dari perseteruan di puncak politik Filipina. Pada bulan Oktober, dia menuduh Marcos Jr. tidak kompeten dan bahkan membayangkan untuk memenggal kepala sang presiden.
Kedua keluarga ini berselisih tentang berbagai isu, termasuk kebijakan luar negeri dan perang melawan narkoba yang digagas oleh Rodrigo Duterte.
Di Filipina, wakil presiden dipilih terpisah dari presiden dan tidak memiliki tugas resmi. Banyak wakil presiden yang menggeluti kegiatan sosial, sementara beberapa diangkat ke jabatan kabinet.
Filipina tengah bersiap menghadapi pemilu sela pada bulan Mei, yang dianggap sebagai ujian bagi popularitas Marcos Jr. serta peluang baginya untuk mengonsolidasi kekuasaan dan menyiapkan penerus sebelum masa jabatan enam tahunnya berakhir pada 2028.
Kekerasan politik di Filipina di masa lalu juga mencakup pembunuhan Benigno Aquino, seorang senator yang keras menentang pemerintahan Marcos senior. Aquino ditembak saat turun dari pesawat setibanya di tanah airnya setelah pengasingan politik pada 1983.