Sukses

Menteri Israel Ungkap Rencana Menduduki Gaza dalam Jangka Panjang

Israel tengah melakukan pembangunan untuk mendukung keberadaan militernya di Jalur Gaza.

Liputan6.com, Tel Aviv - Militer Israel akan tetap berada di Jalur Gaza selama bertahun-tahun, berperang melawan perekrutan baru anggota Hamas di wilayah tersebut, dan mungkin akan bertanggung jawab dalam distribusi bantuan kemanusiaan. Hal itu disampaikan Menteri Keamanan Pangan dan anggota kabinet keamanan Israel Avi Dichter.

Pernyataan Dichter mengonfirmasi rencana Israel untuk menempatkan pasukan di Jalur Gaza dalam jangka panjang, tanpa rencana segera untuk mengalihkan pengelolaan atas 2,3 juta penduduk wilayah itu kepada pihak lain atau memulai rekonstruksi di sana. 

"Saya rasa kami akan tetap berada di Gaza untuk waktu yang lama. Saya pikir kebanyakan orang memahami bahwa (Israel) akan berada di situasi seperti di Tepi Barat selama bertahun-tahun, di mana kami masuk dan keluar, dan mungkin tetap berada di sepanjang koridor Netzarim," kata Dichter seperti dikutip The Guardian, Sabtu (30/11/2024).Koridor Netzarim adalah wilayah strategis di Jalur Gaza yang menghubungkan bagian utara dan selatan Gaza.

Beberapa tentara cadangan yang baru-baru ini bertugas di Jalur Gaza menggambarkan kepada The Guardian mengenai skala infrastruktur militer baru yang dibangun oleh Israel di wilayah tersebut. Itu mencakup kamp-kamp besar dan jalan-jalan di sebagian besar Gaza Utara dan tengah.

Seorang perwira yang baru dipulangkan mengatakan dia menghabiskan banyak waktu dalam 70 hari terakhir untuk meruntuhkan rumah-rumah, membuka lahan untuk pangkalan-pangkalan militer besar di koridor Netzarim.

"Itu satu-satunya misi. Tidak ada bangunan yang lebih tinggi dari pinggang saya di mana pun (di koridor itu), kecuali pangkalan dan menara pengamatan kami," kata dia.

Laporan dari saksi mata ini mengonfirmasi pula pemberitaan media Israel tentang pembangunan besar-besaran oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di koridor Netzarim dan tempat lainnya di Jalur Gaza.

Tentara cadangan yang lain menuturkan saking begitu banyak bahan peledak digunakan untuk menghancurkan bangunan di utara dan selatan koridor Netzarim, beberapa unit bahkan sampai kehabisan persediaan.

"Kami tidak lagi berada di awal... tapi kami jelas belum sampai di akhir karena masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," kata Dichter dalam konferensi pers di Yerusalem pada hari Minggu lalu.

Serangan militer Israel menewaskan sedikitnya 21 warga Palestina di Jalur Gaza pada hari Kamis (28/11), kata petugas medis, sementara tank-tank Israel bergerak lebih dalam ke wilayah utara dan selatan.

Eskalasi itu terjadi sehari setelah Israel dan Hizbullah memulai gencatan senjata di Lebanon, menghentikan lebih dari setahun permusuhan, dan membangkitkan harapan di kalangan banyak warga Palestina di Jalur Gaza untuk kesepakatan serupa dengan Hamas, yang memerintah wilayah tersebut dari 2007 hingga konflik saat ini.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berulang kali mengatakan bahwa Hamas harus dihancurkan sepenuhnya dan Israel harus mempertahankan kontrol yang langgeng atas sebagian Jalur Gaza. Pembicaraan gencatan senjata selama berbulan-bulan gagal dan negosiasi pembebasan sekitar 100 sandera yang ditahan Hamas kini ditunda.

Serangan militer Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menyebabkan hampir 44.200 orang tewas dan nyaris seluruh penduduk di wilayah kantong Palestina itu terpaksa mengungsi setidaknya sekali. Banyak wilayah Jalur Gaza yang hancur total.

Israel dituduh membersihkan sebagian wilayah Jalur Gaza sebagai bagian dari rencana untuk mengusir penduduknya secara permanen, namun hal ini dibantah Israel.

Dichter, yang juga mantan kepala Shin Bet (lembaga keamanan dalam negeri Israel), menjelaskan bahwa Hamas masih memiliki beberapa kemampuan militer karena Israel belum "menguasai seluruh wilayah Jalur Gaza."

"Kami tahu Hamas telah merekrut lebih banyak orang ... meskipun kemampuan mereka berkurang, mereka kini memiliki anggota baru," ujarnya.

Gencatan senjata di utara kini membuat Hamas – yang kemampuan militernya sudah sangat tergerus akibat serangan Israel – harus berjuang sendirian.

Khalil Sayegh, analis Palestina, mengatakan bahwa gencatan senjata Israel-Hizbullah bisa membuat Hamas semakin tidak populer di Jalur Gaza karena menunjukkan kegagalan strategi mereka yang berharap serangan terhadap Israel dapat mengundang kelompok militan lain untuk bergabung.

"Ini adalah momen di mana kita bisa melihat pesan Hamas semakin melemah karena mereka kesulitan untuk membenarkan strategi mereka di mata publik," kata Sayegh.

 

2 dari 2 halaman

Nasib Gaza di Tangan Israel?

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan pada hari Selasa (26/11) bahwa gencatan senjata Israel-Hizbullah bisa memaksa Hamas duduk di meja perundingan, namun para ahli Hamas mengatakan hal itu tidak mungkin terjadi. Hamas telah menegaskan hanya akan membebaskan sandera jika Israel menarik diri sepenuhnya dari Jalur Gaza.

Masih belum jelas bagaimana Israel akan mengatur Jalur Gaza jika tetap berada di sana. Netanyahu berulang kali menolak usulan agar Otoritas Palestina yang direformasi mengambil alih kekuasaan, namun belum memberikan saran lain secara rinci.

Dichter mengonfirmasi bahwa Israel sedang mempertimbangkan menyewa kontraktor swasta untuk menjaga konvoi bantuan dari penyalahgunaan atau tindakan perusakan sebagai langkah percobaan. Dia juga mengisyaratkan bahwa IDF mungkin akan mengambil peran tersebut. Menurutnya, solusi yang berbeda mungkin diperlukan di berbagai bagian Jalur Gaza.

"Sampai sekarang kami belum menemukan jawabannya, tetapi saya yakin kita harus menemukan cara... untuk memastikan cukup makanan sampai ke setiap warga Gaza... dan tidak membiarkan Hamas mengatur Gaza," kata Dichter.

"Anda tidak harus menggunakan sistem yang sama di seluruh Gaza, (tapi) Hamas tidak akan mengatur Gaza, jadi siapa yang akan mengaturnya, saya belum bisa memberitahu Anda sekarang."

Video Terkini