Sukses

Bikin Heboh, Biksu di Thailand Sembunyikan 73 Jenazah dalam Kuil

Kepala kuil di Thailand mengklaim bahwa mayat itu digunakan untuk melatih biksu bermeditasi

Liputan6.com, Bangkok - Seorang kepala biara di sebuah kuil Thailand membuat gempar media sosial setelah kedapatan menyembunyikan sedikitnya 73 mayat.

Ia mengklaim bahwa mayat itu digunakan untuk "melatih" biksu bermeditasi, dikutip dari SCMP, Selasa (3/12/2024).

Tak hanya itu, ada pula lebih dari 600 buaya ditemukan di sebuah kolam di halaman kuil.

Pada tanggal 22 November 2024, polisi Thailand melakukan penggerebekan di kuil Thiphaksong Pa Sangnayatham yang terkenal di Pho Thale, yang terletak di bagian barat daya provinsi Phichit, Thailand tengah.

Menurut laporan setempat, kuil tersebut, yang terletak di hutan yang tenang dan membentang sekitar 16.000 meter persegi itu, terkenal dengan praktik spiritualnya dan didukung oleh banyak penyembah.

Dilaporkan bahwa tanah itu disumbangkan oleh para pengikutnya. Lahan kuil yang luas ini memiliki pusat meditasi terbuka, empat ruang makan untuk pengunjung dan biksu, serta beberapa paviliun meditasi bambu, tempat polisi menemukan 4-5 peti mati di setiap paviliun.

Selain itu, halaman kuil ini memiliki kolam buaya besar yang menampung lebih dari 600 buaya, yang kabarnya berfungsi sebagai sumur harapan.

Dikelilingi oleh pagar tinggi, kolam buaya tersebut tidak dapat diakses oleh pengunjung, yang hanya dapat mengamati dan berlatih dari kejauhan.

Biksu di kuil menjelaskan bahwa mayat yang ditemukan itu adalah orang-orang yang telah menjanjikan tubuh mereka ke kuil sebelum kematian mereka, yang sebagian besar adalah murid kuil atau anggota keluarga dari murid-murid tersebut.

 

2 dari 2 halaman

Klaim Para Biksu

Untuk memvalidasi klaim mereka, para biksu menyerahkan surat kematian dan perjanjian donasi kepada polisi.

Kemudian terungkap bahwa kedua kuil tersebut terkait dengan kepala biara Phra Ajahn Sai Fon Pandito,yang dikenal karena ajarannya tentang kewaskitaannya.

Kepala biara tersebut membela diri terhadap tuduhan kegiatan ilegal, dengan mengklaim bahwa mayat-mayat tersebut digunakan sebagai bentuk pelatihan dalam meditasi, membantu para biksu menghadapi dan mengatasi rasa takut mereka terhadap kematian, sehingga memperdalam praktik spiritual mereka.

Lebih lanjut ia menggambarkan metode ini sebagai "inovasi" pribadinya dan menekankan bahwa metode ini dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan mental dan disiplin para biksu.