Liputan6.com, Windhoek - Namibia telah memilih presiden perempuan pertama dalam sejarahnya setelah Netumbo Nandi-Ndaitwah diumumkan sebagai pemenang pemilu presiden (pilpres) yang diadakan pekan lalu.Â
Nandi-Ndaitwah, yang saat ini menjabat sebagai wakil presiden, meraih 57 persen suara berdasarkan hasil resmi, mengalahkan prediksi yang mengatakan dia mungkin harus mengikuti putaran kedua. Partai Swapo telah memerintah Namibia sejak negara ini merdeka dari Afrika Selatan pada tahun 1990.
"Bangsa Namibia telah memilih kedamaian dan stabilitas," kata Nandi-Ndaitwah, yang berusia 72 tahun, setelah hasil akhir diumumkan pada Selasa (3/12/2024) malam seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (4/12).
Advertisement
Nandi-Ndaitwah adalah bagian dari gerakan kemerdekaan bawah tanah Namibia pada 1970-an. Dia dipromosikan dari menteri luar negeri menjadi wakil presiden pada bulan Februari, setelah Presiden Hage Geingob meninggal dunia saat menjabat.
Partai oposisi menolak hasil pemilu setelah pemungutan suara terganggu oleh masalah teknis, seperti kekurangan surat suara dan masalah lainnya, yang menyebabkan panitia pemilu memperpanjang waktu pemungutan suara hingga Sabtu (30/11). Partai oposisi mengklaim bahwa perpanjangan tersebut ilegal dan berencana untuk menggugat hasil pemilu di pengadilan.Â
Panduleni Itula, yang berusia 67 tahun dan sebelumnya berprofesi sebagai dokter gigi, meraih posisi kedua dengan perolehan 25,5 persen suara, turun dari 29 persen yang diperolehnya pada pemilu 2019.
Nandi-Ndaitwah dipandang sebagai sosok yang tenang dan berpengalaman, seorang diplomat senior yang tidak terlibat dalam skandal korupsi yang menimpa beberapa anggota Swapo lainnya.
Kemenangan Nandi-Ndaitwah juga menunjukkan bahwa Namibia tidak mengikuti tren di kawasan Afrika bagian selatan, di mana gerakan pembebasan yang berkuasa sering dihukum oleh pemilih muda yang tidak puas.
Tahun ini, Kongres Nasional Afrika (ANC) di Afrika Selatan kehilangan mayoritas parlemen untuk pertama kalinya sejak berakhirnya apartheid. Sementara itu, partai yang telah memerintah Botswana sejak kemerdekaannya pada 1966 terpaksa keluar dari pemerintahan, dan Mozambique mengalami gelombang protes selama hampir dua bulan akibat dugaan kecurangan dalam pemilu.