Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan menemukan mikroba mutan yang berpotensi membantu melawan perubahan iklim telah ditemukan. Mikroba ini ditemukan di perairan dangkal yang diterangi matahari di lepas pantai Pulau Vulcano, Italia.
Melansir laman Science News pada Rabu (04/12/2024), mikroba tersebut diberi kode nama UTEX 3222 dan dikenal dengan julukan Chonkus. Mikroba ini termasuk dalam kelompok cyanobacteria dan memiliki kemampuan istimewa untuk berfotosintesis serta menyerap karbon dioksida dari atmosfer.
Penemuan mikroba mutan ini telah diterbitkan dalam jurnal Applied and Environmental Microbiology pada 29 Oktober 2024. Proses penemuan tersebut dipimpin oleh Max Schubert, seorang ahli mikrobiologi dan mantan peneliti di Institut Wyss, Harvard, bersama rekan-rekannya.
Advertisement
Baca Juga
Mikroba ini diketahui hidup di lingkungan perairan vulkanik, tempat gas dari tanah yang kaya karbon dilepaskan ke laut. Dalam penelitiannya, perairan tersebut ternyata mengandung strain mutan spontan Synechococcus elongatus, spesies bakteri fotosintesis yang berperan penting sebagai dasar rantai makanan laut di seluruh dunia.
Chonkus memiliki keunggulan dalam menyerap karbon lebih banyak dan tenggelam lebih cepat dibandingkan strain cyanobacteria lainnya. Kecepatan tenggelam ini memungkinkan karbon yang diserap oleh mikroba disimpan dalam bentuk yang lebih stabil di dasar laut.
Mikroba Chonkus menunjukkan kemampuan untuk tumbuh dengan cepat dan bertahan dalam kondisi lingkungan yang menantang. Ketika dibudidayakan di laboratorium, mikroba ini menunjukkan ukuran sel yang lebih besar dan berat yang lebih unggul dibandingkan cyanobacteria lainnya.
Dalam uji laboratorium, sel-sel Chonkus segera tenggelam ke dasar tabung reaksi dan membentuk lumpur padat. Hal ini menunjukkan efisiensi tinggi dalam menyerap dan menyimpan karbon.
Kemampuan unik ini menjadikan Chonkus sebagai kandidat ideal untuk mengatasi masalah perubahan iklim. Mikroba ini tidak hanya mampu menyerap karbon dioksida lebih banyak, tetapi juga mengubahnya menjadi bentuk yang lebih stabil.
Proses ini dipercaya dapat membantu memperlambat pemanasan global, karena karbon dioksida yang sebelumnya mengapung di lautan kini dapat tersimpan di dasar laut.
(Tifani)