Liputan6.com, Luanda - Joe Biden memberikan pidato di Museum Nasional Perbudakan di Angola pada hari Selasa (3/12/2024), yang membahas sejarah perbudakan di Amerika dan menyebutnya sebagai "dosa asli" negaranya. Dalam pidatonya, Biden turut mengenang orang-orang yang diculik dan dibawa ke Amerika sebagai budak, yang mengalami kekejaman yang tak terbayangkan.
"Kami mengenang pria, wanita, dan anak-anak yang diculik dan dibawa ke pantai kami dengan rantai, yang disiksa dengan kekejaman yang tak terbayangkan," kata Biden seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (5/12).
Baca Juga
"Amerika Serikat (AS) didirikan berdasarkan sebuah ide, yang tertuang dalam Deklarasi Kemerdekaan kami bahwa semua pria dan wanita diciptakan setara," kata Biden. "Hari ini jelas bahwa kami belum sepenuhnya mewujudkan ide itu, namun kami juga belum sepenuhnya meninggalkannya."
Advertisement
Museum yang dikunjungi Biden terletak di bekas perkebunan seorang pedagang budak besar dari Afrika pada Abad ke-18. Di tempat ini, ada belenggu dan cambuk yang digunakan untuk menyiksa para budak.
Biden mengingatkan bahwa sekitar 4 juta orang Angola dijadikan budak di Amerika, sebagian besar di Brasil.
Orang Afrika pertama yang dibawa ke AS tiba di Hampton, Virginia, yang saat itu adalah koloni Inggris, dari Angola pada tahun 1619.
Seperempat dari 472.000 orang yang dipaksa menjadi budak di AS berasal dari wilayah yang mencakup Angola.
Pada hari yang sama, AS mengumumkan pemberian dana sebesar USD 229.000 untuk membantu proses restorasi dan pelestarian museum tersebut. AS juga mendukung upaya Angola untuk menjadikan Kwanza Corridor, yaitu jalur yang digunakan oleh orang-orang yang diperbudak saat dipaksa berjalan, sebagai situs warisan dunia UNESCO.
Selain itu, Biden mengunjungi pelabuhan Lobito di Angola, yang menjadi tempat investasi besar dari perusahaan-perusahaan Barat dalam pengembangan infrastruktur transportasi. Lobito Corridor direncanakan untuk mengangkut mineral yang dibutuhkan untuk baterai dan mobil listrik, yang berasal dari Republik Demokratik Kongo dan Zambia, melalui Angola menuju pasar global.
Biden menegaskan komitmen AS untuk memperkuat hubungan dengan Afrika. Meskipun demikian, beberapa analis memandang ini sebagai langkah untuk mengejar ketertinggalan dari investasi China di benua tersebut.
Presiden Angola Joao Lourenco sendiri menegaskan bahwa negaranya tidak akan berpihak antara AS atau China.
Lourenco, yang menjabat sejak 2017, telah mulai mempererat hubungan dengan negara-negara Barat. Pada 2022, dia terpilih kembali meskipun ada tuduhan mengenai kecurangan dalam pemilihan.
Penasihat komunikasi keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan pada hari Senin, "Kami tidak meminta negara-negara untuk memilih antara AS, Rusia, atau China. Kami hanya mencari peluang investasi yang dapat diandalkan, berkelanjutan, dan dapat diverifikasi, yang dapat bermanfaat bagi rakyat Angola dan seluruh benua Afrika."
Dia juga menyampaikan bahwa tim Biden berharap Donald Trump akan mengakui nilai dari proyek Lobito Corridor.
"AS sepenuhnya berkomitmen pada Afrika," kata Biden, yang menghindari pertanyaan wartawan tentang pengampunan untuk putranya, Hunter, dalam pertemuan dengan Presiden Lourenco pada hari Selasa.
"Kami tidak berpikir bahwa karena kami lebih besar dan lebih kuat, kami lebih pintar. Kami tidak berpikir kami memiliki semua jawabannya," imbuh Biden.Mengutip situs web Gedung Putih, kunjungan Biden ke Angola bertujuan merayakan transformasi dan pendalaman hubungan dua negara.