Liputan6.com, Washington, DC - Donald Trump meminta agar gencatan senjata segera dilakukan di Ukraina. Hal itu diungkapkannya sehari setelah pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Paris pada Sabtu (7/12/2024). Trump mengklaim Ukraina ingin mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang dengan Rusia.
Trump menulis di platform media sosialnya, Truth Social, bahwa kedua belah pihak telah mengalami kerugian besar dalam perang ini. Sebelumnya, dia pernah menyatakan bahwa jika terpilih kembali, dia bisa menghentikan perang tersebut "dalam 24 jam".
Baca Juga
Untuk membantu mengakhiri perang, Trump telah menunjuk jenderal pensiunan Keith Kellogg sebagai utusan khusus yang akan menangani masalah ini.
Advertisement
"Harus ada gencatan senjata segera dan negosiasi harus dimulai. Terlalu banyak nyawa yang terbuang sia-sia, terlalu banyak keluarga yang hancur," kata Trump seperti dikutip dari The Guardian, Senin (9/12).
Trump juga mengatakan bahwa Ukraina sudah kehilangan 400.000 tentara dan banyak warga sipil. Namun, dia tidak menjelaskan apakah angka itu termasuk yang terluka.
"Zelenskyy dan Ukraina ingin membuat kesepakatan dan menghentikan kekacauan ini," tambahnya.
Zelenskyy mengungkapkan di Telegram bahwa pertemuannya dengan Trump di Paris berjalan dengan baik. Laporan Axios menyebutkan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron adalah pihak yang meyakinkan Trump untuk bertemu Zelenskyy karena Trump awalnya ragu.
Zelenskyy sendiri mengungkapkan bahwa 43.000 tentara Ukraina telah tewas dan 370.000 terluka. Sekitar separuh dari yang terluka bisa kembali bertugas setelah dirawat.
Baik Rusia maupun Ukraina enggan membocorkan jumlah pasti korban perang mereka. Pada bulan Februari, Zelenskyy pertama kali menyebutkan angka korban tewas Ukraina sebanyak 31.000. Namun, perkiraan Barat menyebutkan jumlah korban tewas bisa mencapai 70.000 tentara.
Bagaimana kebijakan Trump mengenai Ukraina nantinya masih belum jelas. Kellogg pernah mengatakan akan menekan Ukraina dan Rusia untuk berunding dan meningkatkan bantuan militer ke Ukraina jika Presiden Vladimir Putin menolak berdialog. Beberapa orang di sekitar Trump disebut lebih pro-Rusia.
Maukah Ukraina dan Rusia Bernegosiasi?
Di Ukraina, ada harapan hati-hati terhadap kemenangan Trump karena banyak orang Ukraina merasa kebijakan Presiden Joe Biden di medan perang kurang berhasil.
Ukraina semakin kelelahan setelah bertahun-tahun berperang dan semakin banyak orang yang berpikir untuk memberi konsesi wilayah agar perang segera berakhir.
"Sekitar sepertiga menentang kesepakatan apapun, sepertiga lainnya ingin mencapai kesepakatan dengan syarat apapun, bahkan jika itu berarti memberikan konsesi kepada Rusia, sementara sepertiga sisanya masih ragu. Mereka ingin perang ini berakhir, tetapi tidak dengan mengorbankan segala sesuatu," kata analis politik Volodymyr Fesenko.
Beberapa bulan terakhir, Ukraina menghadapi kekurangan personel karena kesulitan dalam melakukan mobilisasi, sementara pasukan mereka juga kesulitan mengisi kekosongan yang ada. Bahkan, sampai Amerika Serikat meminta Ukraina untuk menurunkan batas usia mobilisasi dari 25 menjadi 18 tahun. Namun, Zelenskyy menolak permintaan tersebut karena kebijakan itu akan sangat tidak populer di kalangan masyarakat Ukraina.
Di kalangan orang-orang dekat Zelenskyy, semakin terasa bahwa negosiasi mungkin diperlukan segera, namun mereka khawatir tanpa jaminan keamanan yang kuat dari negara-negara Barat, gencatan senjata akan sia-sia.
"Saya bilang ke (Trump) bahwa kita butuh perdamaian yang adil dan kuat, yang tidak akan dihancurkan Rusia dalam beberapa tahun seperti yang sudah terjadi sebelumnya," kata Zelenskyy pada Minggu.
Meski Trump optimis tentang kesepakatan, belum jelas apakah Putin tertarik untuk bernegosiasi. Putin sudah menyebutkan syarat-syaratnya, seperti menginginkan penguasaan Rusia atas Krimea dan empat wilayah yang diklaim Moskow pada 2022 hingga Ukraina tidak boleh bergabung dengan NATO. Syarat-syarat ini sangat sulit diterima oleh pemimpin Ukraina mana pun.
Beberapa sumber yang dekat dengan pengambil keputusan di Moskow mengatakan kepada The Guardian bahwa mereka belum melihat tanda-tanda Putin ingin berkompromi demi perdamaian.
"Sejauh ini, saya belum melihat tanda-tanda bahwa Moskow bersedia untuk berubah," kata salah satu sumber dari pemerintahan Rusia.
Advertisement