Liputan6.com, Jakarta - Di tengah meningkatnya kekhawatiran global terhadap krisis iklim, berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global. Mulai dari reboisasi, pengurangan emisi gas rumah kaca, hingga pemanfaatan teknologi ramah lingkungan, seluruhnya bertujuan untuk memperlambat kenaikan suhu bumi.
Namun, siapa sangka bahwa salah satu solusi alami yang potensial dalam menghadapi perubahan iklim datang dari lautan, tepatnya dari paus. Melansir laman IFL Science pada Kamis (12/12/2024), paus memiliki peran signifikan dalam ekosistem laut dan siklus karbon global.
Sebagai mamalia laut terbesar, paus memiliki umur yang panjang, mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh, dan secara tidak langsung menyimpan serta mendistribusikan karbon di lingkungan laut. Hal ini menjadikan paus sebagai salah satu elemen kunci dalam mitigasi perubahan iklim.
Advertisement
Baca Juga
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Trends in Ecology and Evolution pada Desember 2022 mengungkap bahwa paus menyimpan sejumlah besar karbon dalam tubuhnya. Sebanyak 12 spesies paus besar, seperti paus biru (Balaenoptera musculus), paus sirip (Balaenoptera physalus), dan paus bungkuk (Megaptera novaeangliae), diperkirakan menyimpan sekitar 2 juta metrik ton karbon.
Jumlah ini setara dengan karbon yang dihasilkan dari pembakaran 851 juta liter bensin. Dengan demikian, keberadaan paus menjadi sangat krusial dalam upaya mengurangi kadar karbon di atmosfer dan lautan.
Selain itu, paus juga berperan dalam siklus karbon saat mereka mati. Bangkai paus yang tenggelam ke dasar laut membawa serta akumulasi karbon yang tersimpan dalam tubuh mereka seumur hidup.
Proses ini, yang dikenal sebagai carbon sequestration, berpotensi menyimpan karbon dalam waktu yang sangat lama. Para peneliti memperkirakan bahwa dibutuhkan hingga 1.000 tahun bagi karbon tersebut untuk kembali ke permukaan laut.
Dengan demikian, bangkai paus yang tenggelam efektif mengurangi karbon yang seharusnya menguap ke atmosfer.
Â
Kotoran Paus dan Fitoplankton
Paus tidak hanya menyimpan karbon dalam tubuhnya, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan fitoplankton melalui kotorannya. Kotoran paus kaya akan nutrisi penting seperti nitrogen, fosfor, dan zat besi yang diperlukan oleh fitoplankton untuk berkembang biak.
Fitoplankton adalah organisme mikroskopis yang berperan besar dalam siklus karbon. Mereka mampu menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer melalui proses fotosintesis.
Dikutip dari laman IMF pada Kamis (12/12/2024), satu ekor paus besar dapat menyerap karbon hingga 33.000 kg selama masa hidupnya. Jika dibandingkan, sebatang pohon rata-rata hanya mampu menyerap sekitar 22 kg karbon dioksida per tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa paus memiliki efisiensi yang jauh lebih tinggi dalam mengurangi kadar karbon di atmosfer dibandingkan pohon. Ketika paus mati dan bangkainya tenggelam ke dasar laut, proses ini menciptakan ekosistem baru yang dikenal sebagai whale fall.
Bangkai paus menjadi sumber makanan bagi berbagai spesies pemakan bangkai di laut dalam, termasuk ikan, kepiting, dan mikroba. Proses ini mendukung biodiversitas laut dan menciptakan habitat yang stabil di dasar samudra.
Selain itu, karbon yang terkunci dalam tubuh paus tetap berada di dasar laut selama ratusan hingga ribuan tahun, membantu mengurangi jumlah karbon bebas di atmosfer.
Â
Advertisement
Perburuan Paus
Meskipun paus memiliki peran penting dalam mitigasi krisis iklim, populasi paus global menghadapi ancaman serius akibat aktivitas manusia. Perburuan paus yang masih terjadi di beberapa wilayah, perubahan iklim, polusi laut, dan tabrakan dengan kapal menjadi faktor-faktor yang menghambat pemulihan populasi mamalia laut ini.
Selain itu, penangkapan ikan yang berlebihan turut mengganggu rantai makanan yang mendukung kehidupan paus di lautan. Organisasi konservasi internasional telah mendorong upaya pelestarian paus, seperti pembentukan kawasan perlindungan laut, pengurangan polusi plastik, serta pengawasan ketat terhadap praktik penangkapan ikan dan transportasi laut.
(Tifani)
Â