Sukses

18 Desember 2019: Donald Trump Resmi Jadi Presiden Ketiga AS yang Dimakzulkan

Donald Trump merupakan presiden ketiga dalam sejarah AS yang dikenakan dakwaan "kejahatan berat dan pelanggaran ringan" dan menghadapi pemakzulan oleh Senat. Terlepas dari hasil akhirnya, pemakzulan ini meninggalkan noda sejarah yang sulit dihapus dari masa kepemimpinan Trump.

Liputan6.com, Washington D.C - Sejarah mencatat hari ini lima tahun yang lalu sebagai momen Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (AS) resmi memakzulkan Presiden Donald Trump, atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi penyelidikan kongres. Keputusan ini menjadikan Trump sebagai presiden ketiga dalam sejarah AS yang dikenakan dakwaan "kejahatan berat dan pelanggaran ringan" dan menghadapi pemakzulan oleh Senat.

Dalam suasana politik yang tegang dan perdebatan sengit, pemungutan suara terkait dua pasal pemakzulan itu berlangsung sesuai garis partai. Demokrat mendukung pemakzulan, sementara Partai Republik tetap solid menolak.

Dilansir NY Times, diketahui bahwa pasal pertama, penyalahgunaan kekuasaan, dituduhkan kepada Trump karena ia diduga menggunakan kewenangan pemerintah untuk menekan Ukraina agar melakukan investigasi yang dapat merusak citra lawan politiknya dari Partai Demokrat. Hasil pemungutan suara menunjukkan 230 anggota mendukung dan 197 menolak. Dua anggota Demokrat ikut menolak bersama Partai Republik.

Pasal kedua menyebutkan, penghalangan penyelidikan kongres, disetujui dengan hasil 229 suara mendukung dan 198 suara menolak. Seorang Demokrat tambahan bergabung dengan Partai Republik dalam penolakan pasal ini.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi, yang memimpin sidang dengan palu di tangan, menyatakan bahwa langkah ini penting demi menjaga integritas demokrasi AS.

2 dari 3 halaman

Jadi Noda dalam Perjalanan Politik Trump

Pemakzulan ini membuka jalan bagi sidang bersejarah di Senat pada awal tahun depan, yang akan menentukan apakah Trump akan dibebaskan atau dicopot dari jabatannya.

Sidang ini berlangsung hanya 10 bulan sebelum Trump maju kembali dalam pemilihan presiden 2020.

Meskipun pemakzulan di Senat diprediksi akan berakhir dengan pembebasan karena mayoritas dikuasai Partai Republik, proses ini dipastikan memperdalam polarisasi politik dan sosial di Amerika Serikat. Terlepas dari hasil akhirnya, pemakzulan ini meninggalkan noda sejarah yang sulit dihapus dari masa kepemimpinan Trump.

3 dari 3 halaman

Proses Pemakzulan Trump

Selama pemungutan suara, Partai Demokrat menyebut pemakzulan sebagai langkah mendesak untuk mencegah kerusakan lebih lanjut akibat kepemimpinan yang mereka anggap korup. Ketua Komite Intelijen DPR, Adam Schiff, menegaskan bahwa penyelidikan selama tiga bulan terakhir membuktikan penyalahgunaan kekuasaan oleh Trump.

"Selama tiga bulan terakhir, kami menemukan bukti tak terbantahkan bahwa Presiden Trump menyalahgunakan kekuasaannya dengan menekan presiden Ukraina untuk mengumumkan investigasi terhadap lawan politiknya," ujar Schiff.

Sementara itu, Presiden Trump, alih-alih menunjukkan penyesalan, merespons dengan kemarahan. Dari Gedung Putih, Trump meluapkan frustrasinya melalui serangkaian cuitan di Twitter.

Meski proses pemakzulan ini kemungkinan besar tidak akan berujung pada pencopotan jabatan Trump, langkah DPR telah memperjelas perpecahan politik di AS. Peristiwa ini menandai salah satu babak paling kontroversial dalam sejarah politik Amerika Serikat, dengan efek yang diperkirakan akan terus berlanjut hingga pemilihan presiden 2020.

Bagi Demokrat, pemakzulan ini merupakan wujud perlawanan terhadap ancaman terhadap demokrasi. Sementara bagi pendukung Trump, langkah ini dianggap sebagai upaya politik untuk melemahkan pemimpin mereka.