Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan dari Skotlandia dan Amerika Serikat telah mengajukan teori bahwa kehidupan alien mungkin tidak memerlukan planet untuk berkembang. Umumnya, pencarian kehidupan ekstraterestrial berfokus pada planet yang memiliki potensi air cair.
Hal ini mengingat air adalah komponen esensial bagi kehidupan seperti yang kita kenal. Namun, penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Astrobiology menantang asumsi ini dengan mengeksplorasi kemungkinan adanya habitat hidup yang mandiri di lingkungan ekstraterestrial tanpa keberadaan planet.
Melansir laman Science Alert pada Selasa (17/12/2024), makalah berjudul Self-Sustaining Living Habitats in Extraterrestrial Environments ini ditulis oleh Robin Wordsworth, Profesor Ilmu Bumi dan Planet di Universitas Harvard, dan Charles Cockell, Profesor Astrobiologi di Sekolah Fisika dan Astronomi Universitas Edinburgh. Mereka berpendapat bahwa definisi standar mengenai kelayakhunian mengasumsikan kebutuhan akan gravitasi planet untuk menstabilkan air cair dan mengatur suhu permukaan.
Advertisement
Baca Juga
Namun, mereka mengusulkan bahwa struktur biologis yang mampu meniru kondisi planet dapat memungkinkan kehidupan berkembang tanpa keberadaan planet itu sendiri. Struktur ini harus mampu mentransmisikan cahaya yang diperlukan untuk fotosintesis sambil menghalangi radiasi ultraviolet yang berbahaya.
Selain itu, mereka harus dapat mempertahankan suhu dan tekanan yang memungkinkan keberadaan air dalam bentuk cair. Menurut para peneliti, penghalang biologis yang dapat mentransmisikan radiasi tampak, menghalangi ultraviolet.
Penghalang biologis juga dapat mempertahankan gradien suhu antara 25 hingga 100 Kelvin serta perbedaan tekanan 10 kPa terhadap ruang hampa dapat, sehingga menciptakan kondisi layak huni pada jarak antara 1 hingga 5 unit astronomi di Tata Surya.
Â
Habitat di Objek Luar Angkasa
Konsep ini mengarahkan pada kemungkinan adanya habitat hidup di objek luar angkasa seperti bulan es yang memiliki lautan hangat dan asin di bawah permukaannya. Namun, tantangan berikutnya adalah memastikan apakah lingkungan tersebut memiliki siklus nutrisi yang mendukung kehidupan.
Objek dengan massa rendah di tata surya mungkin memiliki luas permukaan yang cukup untuk mendukung kehidupan, tetapi menerima energi matahari yang lebih lemah. Oleh karena itu, objek tersebut harus mampu mempertahankan atmosfernya dan menciptakan kondisi tekanan serta suhu yang memungkinkan keberadaan air cair, sambil terlindung dari radiasi UV dan sinar kosmik.
Keseimbangan antara energi yang masuk dan keluar dalam objek non-planet ini sangat penting. Beberapa organisme di Bumi telah berevolusi untuk menjaga keseimbangan ini, menunjukkan bahwa kehidupan dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan.
Ekosistem dengan siklus tertutup sepenuhnya di luar angkasa akan memerlukan mekanisme internal untuk membentuk gradien kimia dan biota spesialis yang mampu mengurai limbah alami yang sulit terurai. Para peneliti juga membahas faktor-faktor lain seperti ukuran sel dan batasan fisik serta kimia yang mempengaruhi pertumbuhan organisme uniseluler dan multiseluler.
Sistem yang sepenuhnya otonom harus mampu melakukan regenerasi tanpa terhalang oleh kendala fisik atau kimia. Teori ini menarik untuk dipertimbangkan lebih lanjut dalam konteks kehidupan di luar angkasa.
Pendekatan inovatif ini membuka perspektif baru dalam pencarian kehidupan ekstraterestrial, dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya ekosistem mandiri yang tidak terikat pada keberadaan planet.
(Tifani)
Advertisement