Sukses

Eks Presiden Prancis Nicolas Sarkozy Jadi Mantan Kepala Negara Pertama Diperintahkan Pakai Penanda Elektronik

Nicolas Sarkozy mantan presiden Prancis diminta mengenakan tanda pengenal elektronik selama setahun oleh pengadilan.

Liputan6.com, Paris - Pengadilan banding tertinggi Prancis pada hari Rabu (17/12) mengukuhkan putusan terhadap mantan presiden Nicolas Sarkozy atas kasus korupsi dan penyalahgunaan pengaruh, memerintahkannya untuk mengenakan tanda pengenal elektronik selama setahun, yang pertama bagi mantan kepala negara.

"Sarkozy, yang sebelumnya dinyatakan bersalah atas upaya ilegal untuk mendapatkan bantuan dari hakim, "jelas" akan menghormati ketentuan putusan setelah putusan Pengadilan Kasasi," kata pengacaranya Patrice Spinosi mengatakan kepada AFP yang dikutip Kamis (19/12/2024).

Namun, Sarkozy akan membawa kasus tersebut ke European Court of Human Rights (Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa/ECHR) dalam beberapa minggu, Spinozi menambahkan.

Adapun langkah di ECHR yang berpusat di Strasbourg ini tidak akan menghalangi putusan hari Rabu (18/12) untuk dilaksanakan. Sanksi tersebut kini mulai berlaku, setelah Sarkozy menghabiskan semua jalur hukum dalam kasus di Prancis.

Pengacara Spinosi mengatakan bahwa ini adalah "hari yang menyedihkan" ketika "seorang mantan presiden diharuskan mengambil tindakan di hadapan hakim-hakim Eropa karena telah mengecam negara yang pernah dipimpinnya".

Pada tahun 2021, pengadilan yang lebih rendah memutuskan bahwa Nicolas Sarkozy dan mantan pengacaranya, Thierry Herzog, telah membentuk "perjanjian korupsi" dengan hakim Gilbert Azibert untuk memperoleh dan berbagi informasi tentang penyelidikan hukum.

Pengadilan menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun kepadanya, dua di antaranya ditangguhkan dan satu lagi berupa penahanan di rumah dengan penanda elektronik yang memungkinkan pergerakannya dipantau.

Putusan itu telah ditegakkan sekali, oleh pengadilan banding, tahun 2023 lalu.

 

2 dari 2 halaman

Kasus-kasus Lain yang Masih Tertunda

Sarkozy, 69 tahun, selalu mengklaim dirinya tidak bersalah, dan pengacaranya mengatakan bahwa dia "tidak akan menyerah dalam perjuangan ini".

Tokoh sayap kanan, yang menjabat sebagai presiden selama satu periode antara tahun 2007 dan 2012, gagal memenangkan pemilihan ulang. Dia telah terlibat dalam masalah hukum sejak meninggalkan jabatannya.

Kasus terbaru, yang dijuluki "Bismuth", muncul setelah kasus-kasus terpisah tentang pengeluaran dana kampanye yang berlebihan, dan dugaan pendanaan oleh Libya untuk kampanye pemilihan Sarkozy tahun 2007.

Meskipun memiliki masalah hukum, Sarkozy terus menikmati pengaruh dan popularitas yang cukup besar di kalangan politik kanan Prancis dan mendapat perhatian dari Presiden Emmanuel Macron, yang diketahui sering ditemuinya.

Sejumlah sumber mengatakan kepada AFP bahwa Sarkozy mengadakan pembicaraan di Elysee awal bulan ini dalam upaya untuk membujuk Macron, agar tidak menunjuk Francois Bayrou, seorang veteran beraliran tengah, sebagai perdana menteri. Mantan presiden tersebut dikenal luas membencinya.

Setelah lama ragu-ragu, Macron akhirnya maju dan menunjuk Bayrou.