Liputan6.com, Seoul - Pada Senin (23/12), partai oposisi utama di Korea Selatan mengancam akan memakzulkan presiden sementara Han Duck-soo jika dia tidak segera mengesahkan rancangan undang-undang yang akan memulai penyelidikan jaksa khusus terkait upaya Yoon Suk Yeol memberlakukan darurat militer.
Han Duck-soo mengambil alih sementara posisi Yoon Suk Yeol setelah dia dimakzulkan pada 14 Desember. Yoon Suk Yeol kini sedang menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi apakah dia harus diberhentikan atau jabatannya dipulihkan sebagai presiden.
Baca Juga
Dengan mayoritas di parlemen, Partai Demokrat telah meloloskan rancangan undang-undang yang bertujuan menunjuk jaksa khusus untuk menyelidiki tuduhan pemberontakan dan tuduhan lainnya terhadap Yoon Suk Yeol. Jaksa khusus tersebut juga akan menyelidiki istri Yoon Suk Yeol terkait skandal tas mewah dan dugaan lainnya.
Advertisement
Partai Demokrat, yang menuduh Han Duck-soo membantu upaya darurat militer Yoon dan melaporkannya ke polisi, mengatakan mereka akan "segera memulai proses pemakzulan" terhadap Han Duck-soo jika rancangan undang-undang tersebut tidak disahkan pada Selasa (24/12).
"Penundaan ini menunjukkan bahwa perdana menteri tidak berniat mematuhi konstitusi dan ini sama saja dengan mengakui bahwa dia bertindak sebagai wakil pemberontak," kata pemimpin fraksi Partai Demokrat, Park Chan-dae, dalam pertemuan partai, mengacu pada Yoon Suk Yeol, seperti dilaporkan CNA.
Han Duck-soo adalah seorang teknokrat yang telah memegang posisi kepemimpinan di politik Korea Selatan selama 30 tahun, baik di bawah presiden konservatif dan liberal. Yoon Suk Yeol menunjuknya sebagai perdana menteri pada 2022.
Kantor Han Duck-soo tidak segera memberikan komentar atas ancaman pemakzulan tersebut. Sebelumnya, Han Duck-soo mengatakan bahwa dia telah mencoba mencegah Yoon Suk Yeol mendeklarasikan darurat militer, namun dia minta maaf karena gagal melakukannya.
Park Chan-dae juga menuduh Yoon Suk Yeol menghambat proses pengadilan Mahkamah Konstitusi dengan terus menolak panggilan pengadilan.
"Setiap penundaan dalam penyelidikan dan proses pemakzulan adalah perpanjangan dari pemberontakan dan upaya merencanakan pemberontakan kedua," kata Park Chan-dae.
Tim investigasi gabungan yang melibatkan polisi dan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi kembali berusaha memanggil Yoon Suk Yeol untuk diperiksa pada 25 Desember. Belum jelas apakah dia akan hadir.
Woo Jong-soo, kepala investigasi kepolisian nasional, mengatakan kepada parlemen pada Senin bahwa polisi telah berusaha menggerebek kantor Yoon Suk Yeol dua kali, namun layanan keamanan presiden menolak memberi mereka akses.