Sukses

Pesan Natal Paus Fransiskus: Seruan Perdamaian di Jalur Gaza, Ukraina, hingga Sudan

Sebelumnya, pernyataan Paus Fransiskus tentang Ukraina pernah memicu ketegangan.

Liputan6.com, Vatican City - Paus Fransiskus mengutuk situasi kemanusiaan yang "sangat serius" di Jalur Gaza sembari menyerukan pembebasan sandera dan gencatan senjata di wilayah kantong Palestina itu.

Dalam pidato Natal 2024 pada Rabu (25/12/2024) di Vatikan, Paus Fransiskus juga mengajak untuk mewujudkan perdamaian di Ukraina dan Sudan.

"Saya memikirkan komunitas Kristen di Israel dan Palestina, terutama di Gaza, di mana situasi kemanusiaan sangat memprihatinkan. Semoga segera tercapai gencatan senjata, para sandera dibebaskan, dan bantuan kemanusiaan dapat diberikan kepada rakyat yang tengah menderita akibat kelaparan dan perang," ujarnya seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (26/12).

Sejak 7 Oktober 2023, ketika serangan yang dipimpin Hamas dilancarkan ke Israel, Israel telah melancarkan pembalasan yang menyebabkan sedikitnya 45.361 warga Palestina tewas di Jalur Gaza dan 107.803 lainnya terluka.

Pembalasan yang dilakukan Israel telah memaksa hampir seluruh penduduk Jalur Gaza mengungsi, meninggalkan sebagian besar wilayah tersebut dalam kehancuran.

Pada usianya ke 88 tahun, Paus Fransiskus merayakan Natal ke-12 sejak dia dilantik sebagai Sri Paus, di mana dia menyerukan pula agar konflik —baik yang bersifat politik, sosial, maupun militer— di berbagai negara seperti Lebanon, Mali, Mozambik, Haiti, Venezuela, dan Nikaragua segera diakhiri.

2 dari 2 halaman

Kata Paus Fransiskus soal Ukraina

Berbicara dari balkon utama Basilika Santo Petrus kepada ribuan orang yang hadir di alun-alun, Paus Fransiskus mengatakan, "Semoga suara senjata dibungkam di Ukraina yang dilanda perang."

Dia juga menyerukan "gerakan dialog dan pertemuan, untuk mencapai perdamaian yang adil dan abadi."

Paus Fransiskus mendapat kritik dari pejabat Ukraina tahun ini ketika dia mengatakan negara tersebut seharusnya memiliki keberanian untuk "mengibarkan bendera putih" dan bernegosiasi untuk mengakhiri perang dengan Rusia.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sebelumnya menolak untuk terlibat dalam pembicaraan perdamaian tanpa pemulihan perbatasan Ukraina sebelum perang. Namun, Zelenskyy menunjukkan kesiapan yang semakin besar untuk memasuki negosiasi sejak terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat.

Awal Desember, Zelenskyy mengajukan gagasan penyelesaian diplomatik yang akan melibatkan "pembekuan" garis pertempuran saat ini, yaitu dengan menghentikan pergerakan pasukan dan menetapkan posisi garis depan yang stabil, serta penempatan pasukan asing di Ukraina. Adapun Rusia menuntut agar Ukraina membatalkan ambisinya untuk bergabung dengan aliansi militer NATO.

Pada saat yang sama, Paus Fransiskus turut memperpanjang seruannya untuk menghentikan pertempuran di Sudan, yang telah dilanda perang saudara brutal selama 20 bulan, di mana jutaan orang terancam kelaparan.

"Semoga Putra Yang Maha Tinggi mendukung upaya komunitas internasional untuk memfasilitasi akses bantuan kemanusiaan bagi penduduk sipil Sudan dan memulai negosiasi baru untuk gencatan senjata," katanya.

Awal pekan ini, sebuah kelompok pemantau kelaparan global yang didukung PBB menyatakan bahwa kelaparan sedang meluas di Sudan.

Perang dimulai pada April 2023 ketika ketegangan yang telah lama ada antara militer dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat meledak menjadi pertempuran terbuka di ibu kota Khartoum, sebelum menyebar ke seluruh negara.

Menurut PBB dan kelompok hak asasi manusia, konflik Sudan ditandai dengan kekejaman, termasuk pembunuhan dan pemerkosaan yang bermotif etnis.

Mahkamah Pidana Internasional sedang menyelidiki dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Sudan.