Sukses

China Sanksi 7 Perusahaan AS terkait Bantuan Militer untuk Taiwan

AS adalah pemasok utama senjata untuk pertahanan Taiwan, wilayah yang diakui China sebagai miliknya, namun memiliki pemerintahan sendiri.

Liputan6.com, Beijing - Pemerintah China memberlakukan sanksi terhadap tujuh perusahaan pada Jumat (27/12/2024) sebagai respons terhadap pengumuman Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mengenai penjualan dan bantuan militer ke Taiwan, pulau yang diklaim oleh China sebagai bagian dari wilayahnya.

Sanksi tersebut juga merupakan respons terhadap disetujuinya anggaran belanja pertahanan tahunan pemerintah AS, yang menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri China, "mengandung beberapa ketentuan yang merugikan China".

China menentang bantuan militer AS untuk Taiwan dan seringkali memberlakukan sanksi terhadap perusahaan terkait setelah pengumuman paket penjualan atau bantuan. Sanksi-sanksi ini umumnya memiliki dampak terbatas karena perusahaan-perusahaan pertahanan AS tidak menjual senjata atau barang militer lainnya ke China.

Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri China, tujuh perusahaan yang disanksi adalah Insitu Inc., Hudson Technologies Co., Saronic Technologies, Inc., Raytheon Canada, Raytheon Australia, Aerkomm Inc., dan Oceaneering International Inc. Perusahaan-perusahaan tersebut, beserta "eksekutif senior yang terkait" juga dikenakan sanksi, meskipun nama-nama mereka tidak diungkapkan.

Aset mereka yang ada di China akan dibekukan dan organisasi serta individu di China dilarang melakukan aktivitas dengan mereka.

Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden menyetujui bantuan material, layanan, dan pelatihan militer dari kementerian pertahanan untuk Taiwan, dengan total nilai hingga USD 571 juta. Selain itu, kementerian pertahanan juga mengumumkan bahwa penjualan senjata militer senilai USD 295 juta untuk Taiwan telah disetujui.

Belanja militer AS meningkat menjadi USD 895 miliar dan mengarahkan sumber daya untuk pendekatan yang lebih konfrontasional terhadap China. Selain itu, juga membentuk dana yang dapat digunakan untuk mengirimkan sumber daya militer ke Taiwan, serupa dengan cara AS mendukung Ukraina, dan memperluas larangan pembelian produk militer China, mulai dari teknologi drone hingga bawang putih yang digunakan di kantin militer.

Juru bicara Kementerian Pertahanan China Zhang Xiaogang menuturkan awal pekan ini bahwa AS sedang melebih-lebihkan ancaman yang mereka sebut-sebut dari China untuk membenarkan peningkatan belanja militer.

"Belanja militer AS sudah melebihi negara-negara lain di dunia dan terus meningkat setiap tahun," kata Xiaogang dalam konferensi pers, seperti dikutip AP, Sabtu (28/12). "Ini sepenuhnya menunjukkan sifat agresif AS dan obsesi mereka terhadap hegemoni dan ekspansi."

Langkah-langkah AS tersebut, ungkap Kementerian Luar Negeri China, melanggar kesepakatan antara kedua negara mengenai Taiwan, mengganggu urusan dalam negeri China, serta merusak kedaulatan dan integritas teritorial negaranya.