Liputan6.com, Jakarta - Bulan adalah satu-satunya satelit alami yang dimiliki oleh bumi. Satelit ini memainkan peran penting dalam sistem tata surya kita dan secara aktif bergerak mengelilingi bumi dalam lintasan elips.
Bulan menyelesaikan satu kali revolusi penuh terhadap bumi setiap rata-rata 29,5 hari. Fenomena ini dikenal sebagai periode sinodis, yang berkaitan erat dengan siklus fase bulan yang kita amati dari bumi.
Baru-baru ini, sebuah penelitian terbaru yang melibatkan para ilmuwan dari Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman mengungkapkan informasi baru tentang usia bulan. Dalam studi yang diterbitkan oleh jurnal ilmiah Nature pada 2024, para peneliti menyatakan bahwa bulan mungkin telah terbentuk sejak 4,53 miliar tahun lalu, atau ratusan juta tahun lebih awal dari perkiraan sebelumnya.
Advertisement
Baca Juga
Temuan ini memberikan wawasan baru yang mendalam tentang sejarah awal tata surya. Penelitian tersebut dipimpin oleh Francis Nimmo, seorang ahli geologi dari University of California Santa Cruz.
Nimmo menjelaskan bahwa penemuan ini merupakan langkah penting untuk menjawab berbagai misteri tentang bulan, seperti alasan di balik jumlah cekungan tumbukan besar yang lebih sedikit dari perkiraan, serta mengapa bulan memiliki komposisi logam yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bumi.
Sebelumnya, para ilmuwan sepakat bahwa bulan terbentuk melalui proses tabrakan besar pada masa awal pembentukan tata surya, sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu. Pada masa itu, matahari dikelilingi oleh piringan gas dan debu yang merupakan sisa-sisa pembentukannya.
Material ini kemudian bergabung menjadi planetesimal, yang saling bertabrakan. Hal ini menciptakan kondisi kacau yang memunculkan objek-objek baru di tata surya.
Teori lainnya menyebutkan bahwa bulan terbentuk akibat tabrakan antara bumi purba yang masih panas dan lembek dengan objek besar seukuran Mars yang disebut Theia. Tabrakan dahsyat ini menyebabkan sebagian besar massa bumi terlontar ke orbit.
Material yang terlontar ini kemudian bersatu membentuk bulan. Setelah terbentuk, bulan diyakini memiliki lautan magma global yang secara bertahap mendingin dan mengeras menjadi permukaan padat.
Â
Penentuan Usia Bulan
Penentuan usia bulan sebelumnya didasarkan pada sampel batuan bulan yang berasal dari misi Apollo NASA. Namun, penelitian terbaru berfokus pada butiran kecil mineral zirkon yang ditemukan di permukaan Bulan.
Dikutip dari laman Science Alert pada Selasa (31/12/2024), kristal zirkon ini merupakan indikator yang sangat penting untuk menentukan usia, karena mereka mengandung uranium tetapi tidak mengandung timbal pada saat pembentukannya. Seiring waktu, uranium dalam zirkon meluruh menjadi timbal, dan rasio ini dapat digunakan untuk menentukan usia bulan dengan akurasi tinggi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa beberapa kristal zirkon di Bulan memiliki usia lebih tua dari 4,35 miliar tahun, dengan beberapa di antaranya berusia 4,46 hingga 4,51 miliar tahun. Penemuan ini menunjukkan bahwa bulan terbentuk jauh lebih awal dari perkiraan sebelumnya.
Nimmo dan timnya menggunakan analisis dan pemodelan untuk menjelaskan perbedaan ini. Mereka berhipotesis bahwa setelah pembentukannya, Bulan berada di orbit eksentrik yang cukup untuk menyebabkan peleburan ulang permukaannya sekitar 4,35 miliar tahun lalu.
Hal ini menjelaskan keberadaan zirkon tua serta batuan permukaan yang lebih muda. Penelitian ini juga mempersempit usia Bulan menjadi antara 4,43 hingga 4,53 miliar tahun, menjadikannya salah satu benda tertua di tata surya.
Mengingat bumi diperkirakan berusia sekitar 4,54 miliar tahun, ini berarti bumi dan bulan telah menjadi "pasangan" kosmis hampir sepanjang sejarah bumi. Penemuan ini tidak hanya memberikan wawasan baru tentang pembentukan Bulan tetapi juga membantu ilmuwan memahami evolusi tata surya secara keseluruhan.
(Tifani)
Advertisement