Liputan6.com, Washington DC - Pada Jumat (3/1/2025), seorang hakim Amerika Serikat (AS) menetapkan bahwa sidang untuk membacakan vonis hukuman bagi presiden terpilih Donald Trump dalam kasus uang tutup mulut atau suap akan berlangsung pada 10 Januari – hanya 10 hari sebelum Trump dijadwalkan kembali ke Gedung Putih. Namun, hakim itu mengindikasikan Trump tidak akan dipenjara.
Dengan perkembangan itu, Trump akan menjadi presiden AS pertama yang menjabat dengan status sebagai terpidana kejahatan berat.
Baca Juga
Hakim Juan M. Merchan, yang memimpin persidangan Trump, memberi isyarat dalam keputusan tertulis bahwa dia akan menjatuhkan hukuman kepada mantan dan presiden terpilih tersebut dengan pembebasan bersyarat, yaitu sebuah kasus yang ditutup tanpa hukuman penjara, denda, atau masa percobaan.
Advertisement
Merchan menolak desakan Trump untuk mengabaikan putusan tersebut dan membatalkan kasusnya itu atas dasar kekebalan hukum seorang presiden, serta karena alasan Trump akan segera kembali ke Gedung Putih. Hakim menyatakan bahwa tidak ada hambatan hukum untuk menjatuhkan hukuman dan bahwa keadilan harus ditegakkan sebelum pelantikan Trump pada 20 Januari.
"Hanya dengan membawa penyelesaian terhadap masalah ini maka kepentingan keadilan akan ditegakkan," tulis Merchan seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (5/1).
Trump divonis bersalah pada Mei 2024 atas 34 tuduhan pemalsuan catatan bisnis. Kasus-kasus tersebut melibatkan dugaan persekongkolan untuk menyembunyikan suap kepada aktris film dewasa, Stormy Daniels, pada minggu-minggu terakhir kampanye Trump pada 2016.Â
Suap dilakukan agar Daniels tidak mempublikasikan klaim bahwa dia telah berhubungan seks dengan Trump yang sudah menikah beberapa tahun sebelumnya.
Trump menyebut bahwa kesaksian Daniels tidak benar dan mengklaim dirinya tidak melakukan kesalahan apa pun.
Â
Presiden Terpilih Tidak Punya Kekebalan Hukum
Setelah kemenangan Trump pada pilpres 5 November 2024, Merchan menghentikan proses persidangan dan menunda sidang vonis hukuman tanpa batas waktu sehingga pihak pembela dan penuntut dapat mempertimbangkan masa depan kasus ini.
Sebelumnya, tim pengacara Trump telah mendesak Merchan agar membatalkan sidang vonis hukuman. Mereka mengatakan hal itu akan menimbulkan "gangguan" yang tidak konstitusional terhadap kemampuan presiden yang akan datang dalam menjalankan pemerintahan.
Merchan memutuskan bahwa status Trump saat ini sebagai presiden terpilih tidak memberinya kekebalan hukum yang sama seperti yang dimiliki oleh seorang presiden yang sedang menjabat dan juga tidak mengharuskan putusan atas kasusnya tersebut dikesampingkan atau dibatalkan. Dia menggambarkan usulan para pengacara Trump "drastis" dan "langka".
"Melakukan hal tersebut (membatalkan vonis hukuman-red) akan sangat melemahkan supremasi hukum," tulis Merchan.
Â
Advertisement