Liputan6.com, Moskow - Kebijakan anti-LGBT yang kontroversial di Rusia kembali menjadi sorotan setelah laporan terbaru mengungkapkan penangkapan individu hanya karena dinilai "berpenampilan terlalu gay". Penegakan hukum ini, yang dianggap sebagai bagian dari upaya pemerintah mempromosikan nilai-nilai tradisional, kini menyasar cara berpakaian dan penampilan pribadi.
Menurut laporan dari situs berita independen Rusia Verstka, kasus ini mencuat dalam analisis dokumen pengadilan yang merinci peristiwa penangkapan delapan orang dalam penggerebekan klub malam di Tula pada Februari tahun lalu. Mereka dituduh mempromosikan hubungan seksual non-tradisional melalui pakaian dan penampilan mereka.
Baca Juga
Dilansir Oddity Central, Selasa (7/1/2025), polisi menggambarkan beberapa orang yang ditahan memiliki penampilan yang dianggap tidak sesuai dengan "orientasi seksual tradisional".
Advertisement
Salah satu individu, misalnya, mengenakan kaus pendek, celana kulit hitam pendek dengan ornamen berbentuk rantai, dan stoking jala. Orang lain ditahan karena memakai kimono terbuka, rambut berwarna oranye terang, dan kaus kaki merah muda.
Dua dari mereka dikenai denda sebesar 50.000 rubel (sekitar Rp7 juta), sementara yang lainnya diinterogasi terkait dugaan "propaganda LGBT".
Salah satu bartender di klub tersebut mencoba membela diri dengan menyebut dirinya sebagai penggemar gaya gotik, alasan mengapa ia memiliki rambut biru kehijauan dan tindik alis.
Hukum Anti-LGBT di Rusia
Rusia telah memiliki undang-undang yang melarang "propaganda LGBT" sejak 2013. Awalnya, hukum ini hanya berlaku untuk konten yang ditujukan kepada anak-anak, tetapi cakupan hukumnya diperluas pada Desember 2022 untuk mencakup semua jenis publikasi dan promosi hubungan non-tradisional.
Namun, kasus ini menunjukkan bahwa interpretasi hukum tersebut kini meluas hingga ke penampilan individu. Kritikus menyebut tindakan ini sebagai pelanggaran kebebasan berekspresi, sementara pemerintah Rusia mengklaim bahwa kebijakan ini bertujuan melindungi nilai-nilai tradisional dan moral masyarakat.
Penegakan hukum yang menyasar penampilan individu menuai kecaman dari komunitas internasional dan organisasi hak asasi manusia. Mereka menilai kebijakan ini tidak hanya diskriminatif, tetapi juga memperkuat stigmatisasi terhadap komunitas LGBT di Rusia.
Sementara itu, pemerintah Rusia terus memperketat pengawasan terhadap segala hal yang dianggap bertentangan dengan apa yang disebut sebagai "nilai-nilai tradisional".
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan ini semakin sering digunakan untuk menekan kebebasan berekspresi, baik dalam bentuk publikasi maupun gaya hidup.
Â
Advertisement