Sukses

ESA Akan Ciptakan Gerhana Matahari Buatan, Simak Tujuannya

Misi ini melibatkan dua satelit yang akan terbang dalam formasi presisi untuk menciptakan bayangan di ruang angkasa. Dua satelit tersebut akan berputar mengelilingi Bumi dengan posisi yang diklaim tidak akan pernah menyimpang meskipun hanya beberapa milimeter.

Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan European Space Agency (ESA) berencana menciptakan gerhana matahari buatan, melalui misi luar angkasa revolusioner yang disebut Proba-3. Proba-3 adalah proyek pertama ESA yang menggunakan teknik formation flying di orbit.

Misi ini melibatkan dua satelit yang akan terbang dalam formasi presisi untuk menciptakan bayangan di ruang angkasa. Dua satelit tersebut akan berputar mengelilingi Bumi dengan posisi yang diklaim tidak akan pernah menyimpang meskipun hanya beberapa milimeter.

Dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi, misi ini memungkinkan pengamatan langsung terhadap bagian Matahari yang biasanya sulit diamati. Melansir laman ESA pada Kamis (09/01/2025), dua satelit tersebut memiliki fungsi berbeda tetapi saling mendukung.

Satelit pertama membawa cakram penutup (occulter disc) berdiameter 1,4 meter yang dirancang untuk menghalangi cahaya matahari. Satelit kedua, yang berada sekitar 150 meter di belakang satelit pertama, dilengkapi dengan instrumen optik yang dirancang untuk mengamati korona matahari .

Perlu diketahui, korona merupakan lapisan terluar atmosfer matahari yang sangat panas tetapi redup. Kedua satelit ini bersama-sama membentuk instrumen raksasa yang dikenal sebagai koronagraf.

Selama misi dua tahun, pasangan satelit ini akan melakukan manuver formasi selama enam jam di setiap orbitnya, dengan periode orbit penuh memakan waktu total 19,7 jam. Kemampuan manuver presisi ini memungkinkan Proba-3 menciptakan hingga 50 gerhana buatan per tahun, masing-masing berlangsung hingga enam jam, jauh lebih lama dibandingkan durasi gerhana alami yang hanya beberapa menit.

Gerhana buatan yang dihasilkan Proba-3 memberikan keuntungan besar bagi para ilmuwan. Dengan menutupi cakram matahari secara buatan, instrumen pada satelit kedua dapat melakukan pengamatan mendetail terhadap korona matahari tanpa terganggu oleh cahaya silau matahari yang biasanya membuat pengamatan semacam ini sangat sulit.

Hal ini sangat penting untuk mempelajari berbagai fenomena matahari yang memengaruhi cuaca luar angkasa. Salah satu misteri terbesar yang coba dipecahkan oleh misi ini adalah mengapa suhu korona jauh lebih panas dibandingkan suhu permukaan matahari.

Permukaan matahari memiliki suhu sekitar 5.500 derajat Celsius, sedangkan korona dapat mencapai suhu lebih dari 1 juta derajat Celsius. Fenomena ini masih menjadi tantangan besar dalam bidang astrofisika, dan data dari Proba-3 diharapkan dapat memberikan wawasan baru yang signifikan.

Selain itu, misi ini juga akan membantu dalam memahami berbagai fenomena yang berhubungan dengan aktivitas matahari, seperti pelepasan massa koronal (coronal mass ejections) dan badai matahari. Fenomena-fenomena ini dapat mempengaruhi satelit, sistem komunikasi, navigasi, dan jaringan listrik di Bumi.

Dengan prediksi yang lebih akurat, langkah-langkah pencegahan dapat diambil untuk meminimalkan dampak buruk dari badai Matahari terhadap infrastruktur teknologi modern. Proba-3 tidak hanya menjadi alat pengamatan ilmiah tetapi juga platform pengujian teknologi masa depan.

Salah satu tujuan penting dari misi ini adalah mengembangkan dan menguji manuver presisi tinggi untuk formation flying. Teknik ini bisa menjadi fondasi bagi misi penyelamatan satelit yang rusak atau misi pembersihan puing-puing luar angkasa yang semakin menjadi perhatian global.

Dengan kemampuan untuk menjaga formasi tetap stabil dan terkendali, misi di masa depan dapat menggunakan beberapa satelit yang bekerja bersama untuk membangun teleskop atau instrumen luar angkasa besar yang tidak mungkin diwujudkan dengan satu satelit tunggal.

(Tifani)

Video Terkini