Liputan6.com, Paris - Presiden Jacques Chirac mengatakan, Prancis tidak akan lagi menguji senjata nuklir. Pengumuman itu muncul sehari setelah Prancis meledakkan perangkat nuklir keenam dan terbesarnya di Pasifik Selatan.
Sebelumnya, telah terjadi protes internasional termasuk boikot produk Prancis sejak Chirac mengumumkan dimulainya kembali pengujian nuklir, dikutip dari BBC, Rabu (29/1/2025).
Dalam siaran langsung ke seluruh negeri, Chirac mengatakan bahwa pengujian tersebut berarti bahwa "keselamatan negara kita dan anak-anak kita terjamin."
Advertisement
Penghentian Lebih Awal
Ia telah menghentikan delapan pengujian yang direncanakan lebih awal karena menghadapi protes di dalam dan luar negeri.
"Saya tahu keputusan yang saya buat telah memicu kecemasan dan emosi di Prancis dan di luar negeri," Chirac.
"Namun, di dunia yang semakin berbahaya, senjata nuklir bertindak sebagai senjata pencegah."
Prancis kini akan menandatangani perjanjian untuk zona bebas nuklir di Pasifik Selatan pada tahun itu. Serta Perjanjian Larangan Uji Nuklir Komprehensif internasional yang mengakhiri semua uji coba di masa mendatang tanpa syarat.
Namun, para pengkritik program uji coba tersebut yakin Prancis telah merusak masa depan perjanjian larangan uji coba dengan mendorong negara-negara seperti India, Pakistan, dan Tiongkok untuk mengambil sikap yang lebih keras.
Tingkat popularitas Chirac jatuh ke titik terendah sepanjang masa untuk sejak ia mengumumkan niatnya untuk membatalkan moratorium tiga tahun atas pengujian yang ditetapkan oleh pendahulunya, Francois Mitterrand.
Selama uji coba di atol Mururoa dan Fangataufa, kapal angkatan laut Prancis bentrok dengan juru kampanye Greenpeace, menyita peralatan mereka dan menangkap awak kapal.
Selain tidak populer di dalam negeri, uji coba nuklir tersebut telah membawa hubungan Prancis dengan beberapa negara lain ke titik terendah sepanjang masa.
Protes di Australia, Selandia Baru, dan negara-negara Pasifik Selatan lainnya sangat keras, terkadang berakhir dengan kekerasan, dan Jepang serta beberapa negara Eropa juga sangat menentangnya.
Hanya Inggris yang bersuara membela hak Prancis untuk melakukan peledakan tersebut.
Uji coba tersebut menjadikan Prancis satu-satunya negara selain Tiongkok yang menguji senjata pemusnah massal sejak 1992.
Uji coba kemarin, yang dilakukan di atol Fangataufa, setara dengan sekitar 120.000 ton bahan peledak konvensional, atau enam kali kekuatan bom yang dijatuhkan di kota Hiroshima, Jepang, pada tahun 1945.