Sukses

Batik `Bergaung` di Hamburg

Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hamburg untuk keempat kalinya menggelar promosi batik.

Batik sebagai kerajinan kebanggaan Indonesia kembali `bergaung` di Hamburg, Jerman. Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hamburg untuk keempat kalinya menggelar promosi batik yang dikemas selama 2 jam dalam bentuk presentasi, demo dan peragaan busana bekerjasama. Acara ini bekerja sama dengan 'International Women's Club Hamburg (IWCH)' di Hamburg.

"Presentasi batik dilakukan Ibu Annegrett Haake, wanita berkebangsaan Jerman berusia 80 tahun, pecinta dan ahli batik Jawa kuno," demikian keterangan KJRI Hamburg, Selasa (4/6/2013).

Promosi batik dihadiri sekitar 60 orang yang terdiri dari pengurus dan anggota IWCH, spouse dari sejumlah perwakilan asing di Hamburg, Ketua Friends of Indonesia/DIG Hamburg serta pengurus DWP Hamburg.

President IWCH, Kim Riedel menyampaikan apresiasi kepada KJRI Hamburg yang telah kedua kalinya mengundang IWCH dalam kegiatan promosi budaya guna lebih mengenal Indonesia secara dekat. Dia berharap, KJRI Hamburg sebagai mitra dari organisasi yang dipimpinnya bisa terus melanjutkan kerjasama yang telah terjalin

Konjen RI Hamburg, Marina Estella Anwar Bey mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk lebih memperkenalkan batik sebagai salah satu warisan budaya Indonesia kepada masyarakat internasional.

Sejak mendapatkan pengakuan sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity dari UNESCO, Oktober 2009, batik semakin bergaung di dalam dan di luar negeri, dan berbagai upaya dilakukan KJRI Hamburg agar lebih menduniakan batik.

Dalam presentasinya, Ibu Haake menjelaskan soal batik secara menyeluruh, mulai dari asal kata batik, cara membuat batik dan makna dari setiap gambar batik yang erat terkait dengan kehidupan masyarakat Jawa sehari-hari, mulai dari rakyat biasa sampai kerajaan.

Dijelaskannya, untuk membuat sehelai kain batik, khususnya batik tulis, diperlukan waktu yang cukup lama dan juga membutuh ketekunan dan kesabaran. Ia juga menyayangkan cara membuat batik dengan menggunakan cap.

Namun sangat disayangkan saat ini banyak beredar motif batik yang dilakukan dengan mesin/printing yang kebanyakan di produksi di Cina dan Malaysia dan kemudian di ekspor ke Indonesia.

Secara tegas Ibu Haake menyampaikan, desain batik yang dilakukan secara printing tidak dapat dikatakan sebagai batik yang sebenarnya. Produk printing sama seperti produk tekstil lain yang dijual di Eropa.

Dalam akhir presentasinya, Ibu Haake menekankan ketetapan UNESCO bahwa batik adalah milik Indonesia, warisan berharga dari leluhur Indonesia.

Acara berlangsung santai. Seluruh tamu mengikuti secara seksama presentasi yang disampaikan, terutama pada saat melakukan praktek (workshop) pembuatan batik.

Dengan antusias, para pengunjung mencermati setiap tahapan yang harus dilakukan untuk menghasilkan corak batik yang diinginkan sambil menikmati jajanan pasar kuliner Indonesia.

Dalam acara itu juga ditampilkan peragaan busana anak-anak yang bertujuan memperkenalkan bahwa batik tidak hanya untuk orang dewasa, tetapi juga dipakai mulai dari usia balita.

Selain itu, para undangan diperlihatkan kain batik koleksi Ibu Haake yang dipajang di beberapa sudut ruangan dan mendapat doorprize untuk yang dapat menebak pertanyaan seputar batik.

Seluruh undangan yang hadir menyampaikan kekagumannya atas keindahan corak dan kualitas batik Indonesia dan sangat mengapresiasi kegiatan KJRI yang dinilai telah menambah pengetahuan mengenai budaya Indonesia. (Ant/Riz)