Sukses

Indahnya Toleransi Beragama Saat Ramadan di Minnesota, AS

Dari acara buka puasa sampai tur ke masjid, makin banyak pemeluk Kristiani dan agama lain terlibat dalam aktivitas Ramadan.

Patrick Nervig menyuapkan sendokan besar nasi kuning dan daging domba berempah. Ia duduk di samping seorang pria berpeci dan seorang perempuan berkerudung. Selasa lalu adalah kali pertamanya pemeluk Kristen Lutheran itu menghadiri iftar atau acara buka puasa.

Rekan kerjanya, yang seorang muslim mengadakan acara buka puasa di apartemennya di Woodbury. Ada 20 tamu yang hadir, hampir setengahnya bukan pemeluk Islam. Seperti dimuat situs media setempat, Star Tribune, Rabu 10 Juli 2013, hal tersebut menggambarkan makin besarnya penerimaan warga Minnesota terhadap umat muslim.

Dari acara buka puasa sampai tur ke masjid, makin banyak pemeluk Kristiani dan agama lain terlibat dalam aktivitas Ramadan.

"Aku tak mengenal banyak muslim, jadi jujur aku ingin tahu. Aku pun menghadiri undangan buka puasa ini," kata Patrick (29). "Ada banyak makanan sedap yang belum pernah aku coba sebelumnya. Bertemu dengan orang-orang baru....Kupikir, dengan berpikiran terbuka, berpartisipasi dalam kegiatan agama dan budaya yang berbeda sangat baik."

Sementara, pemuka Islan di Minnesota mengatakan, Ramadan adalah momentum untuk mengenalkan warga pada keindahan Islam.

"Ada banyak orang yang bertanya-tanya tentang muslim, tentang Islam. Ramadan menjadi momentum bagi mereka untuk datang dan menanyakan apapun yang terlintas di pikiran mereka," kata Direktur Eksekutif Council on American-Islamic Relations (CAIR) Lori Saroya di Minnesota.

Pertumbuhan jumlah muslim di Minnesota membuat ritual Islam, khususnya Ramadan, makin diperhatikan. Dalam 10 tahun terakhir, populasi muslim bertambah dua kali lipat menjadi 150 ribu. Ada 47 masjid dan pusat kegiatan Islam di wilayah itu.

Sejumlah tempat kerja, sekolah, dan institusi lain di Minnesota memberikan keringanan dan fleksibilitas bagi umat Islam yang menjalani ibadah puasa. Gereja dan kelompok non-muslim makin banyak yang berpartisipasi dalam kegiatan Ramadan.

Tahun lalu, sekitar 350 non-muslim menghadiri acara buka bersama. Sebanyak 233 orang menginjakkan kakinya di masjid untuk kali pertamanya. Tahun ini diharapkan jumlahnya makin banyak.

"Saat duduk dan makan bareng dengan orang-orang di lingkungan yang sama, kesadaran itu akan muncul, bahwa apapun latar belakangnya, kita semua sama dan mengkhawatirkan hal serupa: keamanan lingkungan, di sekolah, dan hal-hal lain. Memupus ketakutan yang sebelumnya ada," kata Gail Anderson, dari dewan gereja, Minnesota Council of Churches.

Ather Syed dan istrinya, Zan Christ -- yang menjadi mualaf menggelar acara buka puasa di rumahnya. Syed (26) adalah peneliti pinjaman untuk sebuah perusahaan keuangan di St Paul. Ia mengatakan, rekan kerjanya yang non-muslim banyak yang tertarik mengetahui tentang Islam dan Ramadan.

"Ada banyak kesalahpahaman. Karena mereka hanya mengetahui dari satu sisi, tak benar-benar berinteraksi dengan umat muslim, padahal dengan interaksi mereka akan mendapatkan perspektif lain tentang apa sesungguhnya Islam," kata dia. (Ein/Yus)