Sukses

Puasa Unik Para Kadet Muslim Angkatan Udara AS

Para kadet Muslim itu tetap menjalani puasa selama Ramadan meski harus melakukan latihan fisik yang keras.

Belasan kadet muslim berada di Akademi Angkatan Udara Amerika Serikat di Colorado. Meski ditempa dengan latihan fisik keras setiap hari, para kadet muslim itu tetap menjalani puasa selama Ramadan. Lantas bagaimana mereka menjalani kewajiban berpuasa itu?

Laman Voice of Amerika Indonesia, Rabu (10/7/2013) menulis kisah unik para kadet muslim di Akademi AU AS tersebut. Petang itu, para kadet muslim itu melaksanakan salat magrib. Mereka membuka sepatu bot dan berwudu dengan air dari botol minum di kampus itu. Para kadet itu memasuki sebuah tenda yang dipakai sebagai tempat beribadah bagi muslim di Jack Valley. Dipimpin oleh Imam Mohamed Jodeh.

Ini bukanlah Ramadan biasa bagi para kadet muslim itu. Bila umat muslim di dunia menjalankan puasa mulai matahari terbit hingga tenggelam, tidak buat para kadet ini. Mereka berbuka puasa sebelum waktu maghrib tiba. Mereka melakukan itu karena menjalani latihan fisik yang keras setiap harinya, termasuk saat Ramadan ini.

Imam Jodeh menawarkan pemecahan masalah itu. Dia mengeluarkan fatwa atau keputusan ulama yang menetapkan para kadet dianggap sebagai musafir atau orang yang sedang bepergian, selama mereka menjalani latihan fisik di Jack Valley.

"Seorang musafir boleh menunda puasa, tapi ia harus menggantinya setelah bulan Ramadan berakhir," kata Jodeh. "Para kadet itu dianggap musafir, karena Akademi itu bukan rumah mereka, maka mereka punya hak untuk memperpendek rakaat sembahyang dan tidak berpuasa."

Setelah salat magrib itu, Jodeh juga memberikan ceramah kepada para kadet tentang pentingnya gerakan-gerakan salat. "Di dalam agama Islam, ada makna dan alasan untuk segala sesuatu," jelasnya sambil memeragakan posisi tangan yang tepat ketika bersembahyang.

"Pada waktu kita memberi hormat, bagaimana kita melakukannya? Gerakannya seragam. Kita memuja Allah Maha Besar, dan kita menghormati kiblat dengan mengangkat kedua tangan kita setinggi bahu kita," tambah Jodeh.

Sementara, Kadet Omar Obeidat mengatakan, para perwira pelatih di Akademi itu memberi kelonggaran pada mereka untuk melakukan ibadah. Mereka mengatur jadwal salat para kadet. "Kita harus mengaturnya dengan para pelatih, dan kita hanya diberi waktu 5 menit tiap kali salat," kata Obeidat yang berasal dari Irbid, Jordania ini.

Mayor Darren Duncan, rohaniwan militer setempat mengatakan, memenuhi keperluan keagamaan dan spiritual para kadet sangat bermanfaat untuk pembangunan watak mereka. "Konsep kami adalah membangun watak pemimpin melalui pembentukan spiritual. Ini merupakan dukungan keagamaan bagi siapapun untuk semua hari besar: Ramadan, Kwanzaa bagi warga Afrika Barat, dan Hanukah bagi Yahudi," kata Duncan.

"Kadet di kelas yang lebih tinggi juga mendapat akses ke jadwal ibadah biasa, dan bagi mereka yang sedang menjalani latihan lapangan, juga dapat membicarakannya dengan rohaniwan militer untuk mengatur waktu ibadah mereka," demikian Duncan. (Eks/Sss)