Yang namanya batu tentu saja bertekstur keras dan tak mudah terkikis. Namun tak demikian dengan jenis batu yang satu ini, batu mirip batu karang kecil yang bertebaran di pantai Peru dan Chili itu tak seperti batu biasa. Karena ternyata ia hidup dan bagian dalamnya bisa dikonsumsi.
Seperti dimuat dalam Oddity Central yang dilansir Senin (15/7/2013), struktur luar batu itu memang keras. Tetapi nyatanya, 'batu hidup' itu bisa dibelah layaknya membelah buah durian.
Jika dibelah, Anda akan melihat organisme unik tumbuh di dalam batu karang itu, yang dikenal dengan nama ilmiah Pyura chilensis.
Pyura chilensis memiliki lapisan tipis yang membantu organisme itu berbaur dengan lingkungan sekitarnya. Bagian bawahnya terdapat gumpalan berwarna merah yang mencengangkan siapa pun yang melihat 'batu hidup' itu untuk pertama kali.
'Batu hidup’ itu pertama kali diungkapkan pada 1782, oleh ahli botani Juan Ignacio Molina.
Pyura chilensis atau dalam bahasa Spanyol disebut piure, ternyata masih satu famili dengan tunicate atau tulip laut. Kedua organisme itu dari famili animalia alias hewan.
Organisme unik itu 'menghirup' air laut dan menyaring mikroorganisme untuk dimakan melalui organ tubuh yang disebut syphon. Tentu saja, Pyura chilensis dapat berkembang biak seperti makluk hidup lainnya. Namun unik, hewan ini bisa bertambah jenis kelaminnya (hermaprodit, kelamin ganda).
Awalnya, Pyura chilensis lahir dengan jenis kelamin laki-laki. Namun seiring berjalannya waktu, ia akan berubah menjadi hemaprodit atau memiliki 2 kelamin, yaitu jantan dan betina.
Lalu, setelah itu organisme unik itu dapat berkembang biak dengan pertemuan sel sperma dan sel telur yang menyebabkan pembuahan. Nantinya, si anak berbentuk seperti kecebong, dan akhirnya menetap di dalam batu yang ada di dekatnya hingga tumbuh dewasa.
Keberadaan 'batu unik' itu kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk hidangan yang lezat. Hewan ini bisa dinikmati mentah ataupun dimasak.
Biasanya dagingnya yang berwarna kemerahan itu dipotong kecil-kecil, lalu direbus bersama cincangan bawang, daun ketumbar dan lemon. Penduduk lokal menggambarkan rasanya pahit dari si 'batu unik' itu, serta ada rasa yodium yang aneh dan berbau sabun.
Orang yang tidak hidup di Peru ataupun Chili pasti menganggap rasanya aneh. Meski begitu, Pyura chilensis sudah diekspor ke negara-negara seperti Swedia, Jepang. (Tnt/Sss)
Seperti dimuat dalam Oddity Central yang dilansir Senin (15/7/2013), struktur luar batu itu memang keras. Tetapi nyatanya, 'batu hidup' itu bisa dibelah layaknya membelah buah durian.
Jika dibelah, Anda akan melihat organisme unik tumbuh di dalam batu karang itu, yang dikenal dengan nama ilmiah Pyura chilensis.
Pyura chilensis memiliki lapisan tipis yang membantu organisme itu berbaur dengan lingkungan sekitarnya. Bagian bawahnya terdapat gumpalan berwarna merah yang mencengangkan siapa pun yang melihat 'batu hidup' itu untuk pertama kali.
'Batu hidup’ itu pertama kali diungkapkan pada 1782, oleh ahli botani Juan Ignacio Molina.
Pyura chilensis atau dalam bahasa Spanyol disebut piure, ternyata masih satu famili dengan tunicate atau tulip laut. Kedua organisme itu dari famili animalia alias hewan.
Organisme unik itu 'menghirup' air laut dan menyaring mikroorganisme untuk dimakan melalui organ tubuh yang disebut syphon. Tentu saja, Pyura chilensis dapat berkembang biak seperti makluk hidup lainnya. Namun unik, hewan ini bisa bertambah jenis kelaminnya (hermaprodit, kelamin ganda).
Awalnya, Pyura chilensis lahir dengan jenis kelamin laki-laki. Namun seiring berjalannya waktu, ia akan berubah menjadi hemaprodit atau memiliki 2 kelamin, yaitu jantan dan betina.
Lalu, setelah itu organisme unik itu dapat berkembang biak dengan pertemuan sel sperma dan sel telur yang menyebabkan pembuahan. Nantinya, si anak berbentuk seperti kecebong, dan akhirnya menetap di dalam batu yang ada di dekatnya hingga tumbuh dewasa.
Keberadaan 'batu unik' itu kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk hidangan yang lezat. Hewan ini bisa dinikmati mentah ataupun dimasak.
Biasanya dagingnya yang berwarna kemerahan itu dipotong kecil-kecil, lalu direbus bersama cincangan bawang, daun ketumbar dan lemon. Penduduk lokal menggambarkan rasanya pahit dari si 'batu unik' itu, serta ada rasa yodium yang aneh dan berbau sabun.
Orang yang tidak hidup di Peru ataupun Chili pasti menganggap rasanya aneh. Meski begitu, Pyura chilensis sudah diekspor ke negara-negara seperti Swedia, Jepang. (Tnt/Sss)