Ancaman pemanasan global (global warming) bukan isapan jempol semata. Ketika janji Presiden Barack Obama untuk mengambil tindakan tegas mengurangi dampak perubahan iklim terus jadi polemik di negaranya, warga Amerika Serikat kini menghadapi dampak nyatanya di halaman mereka sendiri.
Mungkin jarang warga AS yang pernah mendengar tempat bernama Kivalina -- sebuah desa sempit dan mungil di Alaska yang dikelilingi Laut Bering. Terlalu kecil hingga tak tercantum dalam peta Alaska, apalagi atlas AS.
Kivalina kini jadi sorotan, sebab, desa itu bakal segera tenggelam, lenyap untuk selamanya, hanya dalam waktu 10 tahun, atau bahkan kurang. Penduduknya akan menjadi pengungsi akibat perubahan iklim, jadi yang pertama di seantero Negeri Paman Sam.
Sebanyak 400 penduduk asli Inuit adalah yang paling terancam. Saat ini mereka tinggal kabin-kabin berlantai satu, bergantung hidup berburu ikan besar dan menjaring ikan yang lebih kecil.
Laut telah melestarikan kehidupan mereka dari generasi ke generasi, menyediakan nutrisi juga rejeki. Namun, dalam 2 dekade terakhir, mencairnya es di Laut Arktik yang berlangsung dramatis, membuat hidup mereka rentan akan erosi pantai. Tak ada lagi gunung es yang melindungi garis pantai mereka dari kekuatan destruktif musim gugur dan badai musim dingin. Kivalina makin menyusut.
Korps ahli Angkatan Darat AS (US Army) sudah membangun tembok penahan sepanjang pantai pada tahun 2008, namun tak berarti banyak.
Bahkan, badai 2 tahun lalu memaksa penduduknya dievakuasi darurat. Dan kini, para ahli memperkirakan, Kivalina tak bakal lagi bisa dihuni pada 2025.
Kivalina mungkin bukan satu-satunya. Catatan suhu udara menunjukkan, wilayah Arktik di Alaska memanas 2 kali lebih cepat dari wilayah lain di AS. Melelehnya es, naiknya permukaan air laut, dan meningkatnya laju erosi pantai membuat 3 pemukiman Inuit yang ada saat ini menghadapi risiko kerusakan. Delapan lainnya menanti giliran.
Masalahnya, perlu dana banyak untuk merelokasi warga Inuit, khususnya di Kivalina ke wilayah lain -- membangun jalan, perumahan, dan sekolah tidaklah murah. Butuh dana setidaknya US$ 400 juta atau Rp 4,1 triliun. Dan tak ada tanda-tanda, uang akan datang dari dana publik.
Ketua Dewan Kivalina, Colleen Swan mengatakan, penduduk asli Alaska itu harus menanggung konsekuensi mahal dari masalah yang tidak mereka timbulkan.
"Jika kami masih di sini 10 tahun mendatang, sama saja menanti banjir dan mati. Atau pilihan lain, lari dari sini," kata dia, seperti dimuat BBC, Selasa (30/7/2013).
"Pemerintah AS mengenalkan gaya hidup Barat pada kami, membagi beban mereka pada kami. Dan sekarang, mereka ingin kami mengemasi barang-barang dan pindah sendiri. Pemerintah macam apa itu?" ketus Colleen Swan. (Ein/Sss)
Mungkin jarang warga AS yang pernah mendengar tempat bernama Kivalina -- sebuah desa sempit dan mungil di Alaska yang dikelilingi Laut Bering. Terlalu kecil hingga tak tercantum dalam peta Alaska, apalagi atlas AS.
Kivalina kini jadi sorotan, sebab, desa itu bakal segera tenggelam, lenyap untuk selamanya, hanya dalam waktu 10 tahun, atau bahkan kurang. Penduduknya akan menjadi pengungsi akibat perubahan iklim, jadi yang pertama di seantero Negeri Paman Sam.
Sebanyak 400 penduduk asli Inuit adalah yang paling terancam. Saat ini mereka tinggal kabin-kabin berlantai satu, bergantung hidup berburu ikan besar dan menjaring ikan yang lebih kecil.
Laut telah melestarikan kehidupan mereka dari generasi ke generasi, menyediakan nutrisi juga rejeki. Namun, dalam 2 dekade terakhir, mencairnya es di Laut Arktik yang berlangsung dramatis, membuat hidup mereka rentan akan erosi pantai. Tak ada lagi gunung es yang melindungi garis pantai mereka dari kekuatan destruktif musim gugur dan badai musim dingin. Kivalina makin menyusut.
Korps ahli Angkatan Darat AS (US Army) sudah membangun tembok penahan sepanjang pantai pada tahun 2008, namun tak berarti banyak.
Bahkan, badai 2 tahun lalu memaksa penduduknya dievakuasi darurat. Dan kini, para ahli memperkirakan, Kivalina tak bakal lagi bisa dihuni pada 2025.
Kivalina mungkin bukan satu-satunya. Catatan suhu udara menunjukkan, wilayah Arktik di Alaska memanas 2 kali lebih cepat dari wilayah lain di AS. Melelehnya es, naiknya permukaan air laut, dan meningkatnya laju erosi pantai membuat 3 pemukiman Inuit yang ada saat ini menghadapi risiko kerusakan. Delapan lainnya menanti giliran.
Masalahnya, perlu dana banyak untuk merelokasi warga Inuit, khususnya di Kivalina ke wilayah lain -- membangun jalan, perumahan, dan sekolah tidaklah murah. Butuh dana setidaknya US$ 400 juta atau Rp 4,1 triliun. Dan tak ada tanda-tanda, uang akan datang dari dana publik.
Ketua Dewan Kivalina, Colleen Swan mengatakan, penduduk asli Alaska itu harus menanggung konsekuensi mahal dari masalah yang tidak mereka timbulkan.
"Jika kami masih di sini 10 tahun mendatang, sama saja menanti banjir dan mati. Atau pilihan lain, lari dari sini," kata dia, seperti dimuat BBC, Selasa (30/7/2013).
"Pemerintah AS mengenalkan gaya hidup Barat pada kami, membagi beban mereka pada kami. Dan sekarang, mereka ingin kami mengemasi barang-barang dan pindah sendiri. Pemerintah macam apa itu?" ketus Colleen Swan. (Ein/Sss)