Liputan6.com, Amsterdam: "Arna`s Children" dinobatkan sebagai salah satu film paling kritis dalam Festival Film di Amsterdam, Belanda, baru-baru ini. Film dokumenter ini berkisah tentang penderitaan anak-anak Palestina akibat pendudukan Israel. Para juri menilai Arna`s Children sebagai film pertama yang mengupas kehidupan Palestina dari sudut pandang warganya.
Kisah dimulai saat sekelompok anak Palestina di Jenin, Tepi Barat, mengikuti sekolah teater yang dikelola wanita Yahudi bernama Arna. Istri pria Arab ini membuka sekolah tersebut pada 1989 saat kebangkitan Intifada gelombang pertama. Arna bermaksud menolong anak-anak menghadapi trauma dan frustrasi akibat pendudukan Negeri Zionis.
Putra Arna, Juliano Mer Khamis, turun tangan sebagai instruktur sekaligus sahabat bocah-bocah Palestina yang menjadi muridnya. Di sela-sela latihan, Juliano merekam tingkah dan celoteh anak-anak itu ke dalam kamera sekedar untuk kenang-kenangan. Hingga suatu saat, satu demi satu anak itu menceritakan kehidupan mereka yang tragis kepada Juliano. Ini bisa terjadi setelah guru dan murid ini membangun kepercayaan dan kasih sayang. Setiap kali mendengar cerita memilukan itu, Juliano harus berjuang menahan tangis.(COK/Kinanti Pinta)
Kisah dimulai saat sekelompok anak Palestina di Jenin, Tepi Barat, mengikuti sekolah teater yang dikelola wanita Yahudi bernama Arna. Istri pria Arab ini membuka sekolah tersebut pada 1989 saat kebangkitan Intifada gelombang pertama. Arna bermaksud menolong anak-anak menghadapi trauma dan frustrasi akibat pendudukan Negeri Zionis.
Putra Arna, Juliano Mer Khamis, turun tangan sebagai instruktur sekaligus sahabat bocah-bocah Palestina yang menjadi muridnya. Di sela-sela latihan, Juliano merekam tingkah dan celoteh anak-anak itu ke dalam kamera sekedar untuk kenang-kenangan. Hingga suatu saat, satu demi satu anak itu menceritakan kehidupan mereka yang tragis kepada Juliano. Ini bisa terjadi setelah guru dan murid ini membangun kepercayaan dan kasih sayang. Setiap kali mendengar cerita memilukan itu, Juliano harus berjuang menahan tangis.(COK/Kinanti Pinta)