Sebuah tim dari PBB dijadwalkan untuk mengunjungi lokasi yang diduga menjadi sasaran serangan zat kimia mematikan di ibukota Suriah, Damaskus. Mereka siap melakukan penyeldikan, untuk menemukan kebenaran penggunaan zat mematikan dalam serangan yang menewaskan 300 orang pada Rabu 21 Agustus 2013.
Seperti dimuat BBC, Senin (26/8/2013), kunjungan tersebut dilakukan setelah pemerintah Suriah setuju untuk melakukan gencatan senjata. Namun keputusan untuk mengizinkan tim pemantau mengakses lokasi itu, ditanggapi dengan skeptis oleh negara-negara Barat.
AS mengatakan, ada sedikit keraguan pasukan Suriah menggunakan senjata kimia dalam serangan yang dilaporkan menewaskan ratusan orang. Suriah malah menyalahkan pemberontak.
Setahun lalu, Presiden AS Barack Obama mengatakan penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah akan menjadi "garis merah" yang dapat memicu aksi militer AS. Untuk itu, Washington telah meningkatkan kesiagaan angkatan laut di Mediterania timur.
Ambil Sampel
Serangan kimia itu melanda wilayah Ghouta, Damaskus Timur, yang berada di bawah kendali pemberontak berjuang untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.
Artileri pemerintah dan pesawat tempur telah mengitari daerah itu selama beberapa hari. Para inspektur PBB pun akan melewati kedua daerah yang dikuasai pemerintah dan dikuasai pemberontak. Namun para pemberontak mengatakan mereka akan membantu memfasilitasi kunjungan.
"Kunjungan yang dilakukan pada Senin ini telah dinegosiasikan oleh kepala pelucutan senjata PBB Angela Kane. Dia telah tiba di Damaskus pada Sabtu 24 Agustus," demikian PBB dalam sebuah pernyataan.
Sementara tim inspeksi PBB yang berjumlah 20 orang telah berada di Suriah sejak 18 Agustus, untuk melihat-lihat 3 lokasi yang menjadi target serangan itu.
Para wartawan mengatakan, mandat tugas mereka adalah untuk menentukan apakah senjata kimia itu benar digunakan, bukan menyelidiki siapa yang bertanggung jawab di balik serangan, dan tidak ada indikasi bahwa misi singkat itu berubah arah.
Wartawan BBC Yolande lonceng di Beirut mengatakan kerja tim PBB kemungkinan akan melibatkan pengambilan sampel tanah, darah, urin dan jaringan untuk pengujian laboratorium.
Suriah secara luas diyakini memiliki stok besar gas mustard dan tempat gas sarin yang mematikan saraf. Negara itu diyakini merupakan salah satu dari 7 negara yang belum bergabung dengan konvensi 1997 melarang senjata kimia.
Menteri Luar Negeri Inggris William Hague memperingatkan bukti yang bisa telah dirusak, rusak atau hancur dalam 5 hari sejak serangan itu.
Rusia Menyambut Penyeldikan
Jika seorang pejabat senior Gedung Putih sempat menolak kunjungan ke lokasi serangan gas mematikan di Suriah, serta menyatakan ragu jika pasukan Presiden Assad menggunakan senjata tersebut. Dan menyalahkan pasukan pemberontak yang menjadi biang keladinya.
Berbeda dengan AS, Rusia yang merupakan sekutu utama Suriah justru menyambut baik keputusan untuk mengizinkan para inspektur dari PBB itu untuk melakukan penyelidikan, tetapi mereka masih memperingatkan Barat terhadap hasilnya nanti.
Medecins Sans Frontieres (MSF) mengatakan pada Sabtu 24 Agustus 2013, 3 rumah sakit yang merawat korban dalam serangan gas mematikan di daerah Damaskus. Sekitar 3.600 pasien yang dirawat mengalami gejala neurotoksik, di antaranya seperti dimuat BBC, 355 orang meninggal.
Sementara MSF mengatakan pihaknya tidak dapat mengkonfirmasi penggunaan senjata kimia, staf di rumah sakit menggambarkan sejumlah besar pasien tiba di ruang kurang dari 3 jam dengan gejala termasuk kejang-kejang dan masalah pernapasan.
Pada Sabtu lalu, Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden Obama mengancam akan memberikan "tanggapan serius" jika pasukan Suriah terbukti menggunakan senjata kimia. (Tnt/Yus)
Seperti dimuat BBC, Senin (26/8/2013), kunjungan tersebut dilakukan setelah pemerintah Suriah setuju untuk melakukan gencatan senjata. Namun keputusan untuk mengizinkan tim pemantau mengakses lokasi itu, ditanggapi dengan skeptis oleh negara-negara Barat.
AS mengatakan, ada sedikit keraguan pasukan Suriah menggunakan senjata kimia dalam serangan yang dilaporkan menewaskan ratusan orang. Suriah malah menyalahkan pemberontak.
Setahun lalu, Presiden AS Barack Obama mengatakan penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah akan menjadi "garis merah" yang dapat memicu aksi militer AS. Untuk itu, Washington telah meningkatkan kesiagaan angkatan laut di Mediterania timur.
Ambil Sampel
Serangan kimia itu melanda wilayah Ghouta, Damaskus Timur, yang berada di bawah kendali pemberontak berjuang untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.
Artileri pemerintah dan pesawat tempur telah mengitari daerah itu selama beberapa hari. Para inspektur PBB pun akan melewati kedua daerah yang dikuasai pemerintah dan dikuasai pemberontak. Namun para pemberontak mengatakan mereka akan membantu memfasilitasi kunjungan.
"Kunjungan yang dilakukan pada Senin ini telah dinegosiasikan oleh kepala pelucutan senjata PBB Angela Kane. Dia telah tiba di Damaskus pada Sabtu 24 Agustus," demikian PBB dalam sebuah pernyataan.
Sementara tim inspeksi PBB yang berjumlah 20 orang telah berada di Suriah sejak 18 Agustus, untuk melihat-lihat 3 lokasi yang menjadi target serangan itu.
Para wartawan mengatakan, mandat tugas mereka adalah untuk menentukan apakah senjata kimia itu benar digunakan, bukan menyelidiki siapa yang bertanggung jawab di balik serangan, dan tidak ada indikasi bahwa misi singkat itu berubah arah.
Wartawan BBC Yolande lonceng di Beirut mengatakan kerja tim PBB kemungkinan akan melibatkan pengambilan sampel tanah, darah, urin dan jaringan untuk pengujian laboratorium.
Suriah secara luas diyakini memiliki stok besar gas mustard dan tempat gas sarin yang mematikan saraf. Negara itu diyakini merupakan salah satu dari 7 negara yang belum bergabung dengan konvensi 1997 melarang senjata kimia.
Menteri Luar Negeri Inggris William Hague memperingatkan bukti yang bisa telah dirusak, rusak atau hancur dalam 5 hari sejak serangan itu.
Rusia Menyambut Penyeldikan
Jika seorang pejabat senior Gedung Putih sempat menolak kunjungan ke lokasi serangan gas mematikan di Suriah, serta menyatakan ragu jika pasukan Presiden Assad menggunakan senjata tersebut. Dan menyalahkan pasukan pemberontak yang menjadi biang keladinya.
Berbeda dengan AS, Rusia yang merupakan sekutu utama Suriah justru menyambut baik keputusan untuk mengizinkan para inspektur dari PBB itu untuk melakukan penyelidikan, tetapi mereka masih memperingatkan Barat terhadap hasilnya nanti.
Medecins Sans Frontieres (MSF) mengatakan pada Sabtu 24 Agustus 2013, 3 rumah sakit yang merawat korban dalam serangan gas mematikan di daerah Damaskus. Sekitar 3.600 pasien yang dirawat mengalami gejala neurotoksik, di antaranya seperti dimuat BBC, 355 orang meninggal.
Sementara MSF mengatakan pihaknya tidak dapat mengkonfirmasi penggunaan senjata kimia, staf di rumah sakit menggambarkan sejumlah besar pasien tiba di ruang kurang dari 3 jam dengan gejala termasuk kejang-kejang dan masalah pernapasan.
Pada Sabtu lalu, Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden Obama mengancam akan memberikan "tanggapan serius" jika pasukan Suriah terbukti menggunakan senjata kimia. (Tnt/Yus)