Sopir bus di wilayah utara Meksiko 'dihantui' sosok misterius yang menamakan dirinya, Diana. Mereka yang dihantui adalah orang-orang yang pernah memperkosa atau melecehkan perempuan. Diana kini juga diburu aparat. Sosok misterius itu dituduh membunuh 2 sopir bus. Desas-desus pun beredar, pembunuhan yang dilakukannya adalah upaya balas dendam atas nama korban pemerkosaan.
Apalagi, sejumlah media setempat menerima sebuah pesan kaleng, atas nama "Diana, pemburu sopir bus" yang mengklaim perbuatannya adalah "aksi balas dendam" atas pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengemudi di Ciudad Juarez, kota di wilayah perbatasan dengan catatan gelap kejahatan terhadap perempuan.
Arturo Sandoval, juru bicara kantor kejaksaan negara bagian Chihuahua mengatakan, surat elektronik yang mengatasnamakan Diana dikirim akhir pekan lalu. "Surat tersebut termasuk dalam obyek penyelidikan," kata dia seperti dimuat News.com.au, Rabu (4/9/2013).
Sejumlah saksi mata mengaku melihat sesosok perempuan menggunakan wig pirang menembak mati sopir bus, tepat di kepalanya -- setelah ia menghentikan bus pekan lalu. Sandoval mengatakan, jaksa belum menentukan apakah aksi tersebut adalah kriminal murni atau balas dendam.
Para pengemudi yang jadi incaran Diana adalah yang menempuh rute yang digunakan pegawai perempuan di pabrik perakitan, yang dikenal sebagai 'maquiladoras'. Mereka kerap mengalami pelecehan saat menuju ke lokasi kerja pada shif malam atau saat balik ke rumah kala fajar.
Aparat juga sedang menginvestigasi 12 kasus dugaan pelecehan terhadap penumpang perempuan oleh sopir. Siapa tahu Diana yang misterius adalah salah satu dari perempuan yang jadi korban.
Aparat juga sedang menyelidiki kaitan dengan serangan pembakaran terhadap bus Selasa subuh. "Kendaraan itu hangus dilalap api setelah disiram bensin," demikian ujar kepala pemadam kebakaran setempat, Ramon Lucero seperti yang dikutip Liputan6.com.
"Aku Alat Balas Dendam"
Ini salah satu pesan dari Diana, yang menguatkan dugaan motif balas dendam: "Rekan-rekanku, juga aku sendiri menderita dalam keheningan. Tapi kini mereka tak bisa memaksa kami diam."
"Kami adalah korban kekerasan seksual para sopir yang bekerja selama shif malam di Juarez. Orang-orang sejatinya tahu penderitaan kami, namun tak ada yang berbuat apapun untuk melindungi kami."
Dalam pesannya, Diana juga memperingatkan, pembunuhan belum akan berakhir. "Mereka pikir kami lemah, karena kami perempuan," kata dia. "Aku adalah alat balas dendam."
Aparat sejauh ini sudah menyusun profil yang diduga Diana. Keterangan saksi menyebut, selain pakai wig pirang, Diana diduga seorang wanita di usia 50-an, tinggi 1,65 meter, dan berkulit gelap.
Mereka juga meluncurkan operasi penangkapan dengan cara menerjunkan agen yang menyamar di dalam bus kota. Pertanyaannya, mengapa cara serupa tak dilakukan untuk mencegah kekerasan seksual terhadap perempuan?
Ciudad Juarez, di wilayah perbatasan dengan Texas, yang Amerika Serikat adalah "neraka" bagi perempuan. Pada tahun 1990-an, ratusan jasad perempuan kerap ditemukan di gurun, dengan tanda-tanda kekerasan seksual ekstrem.
Kebanyakan korban adalah pekerja di pabrik perakitan, menyusul booming manufaktur sebagai buntut dari perjanjian pasar bebas Amerika Utara, North American Free Trade Agreement (NAFTA).
Dalam sejumlah kasus, sejumlah korban menghilang saat mereka pulang dari pabrik saat fajar. Setelah sekian lama, baru kini pembalasan pun datang.... (Ein/Ism)
Apalagi, sejumlah media setempat menerima sebuah pesan kaleng, atas nama "Diana, pemburu sopir bus" yang mengklaim perbuatannya adalah "aksi balas dendam" atas pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengemudi di Ciudad Juarez, kota di wilayah perbatasan dengan catatan gelap kejahatan terhadap perempuan.
Arturo Sandoval, juru bicara kantor kejaksaan negara bagian Chihuahua mengatakan, surat elektronik yang mengatasnamakan Diana dikirim akhir pekan lalu. "Surat tersebut termasuk dalam obyek penyelidikan," kata dia seperti dimuat News.com.au, Rabu (4/9/2013).
Sejumlah saksi mata mengaku melihat sesosok perempuan menggunakan wig pirang menembak mati sopir bus, tepat di kepalanya -- setelah ia menghentikan bus pekan lalu. Sandoval mengatakan, jaksa belum menentukan apakah aksi tersebut adalah kriminal murni atau balas dendam.
Para pengemudi yang jadi incaran Diana adalah yang menempuh rute yang digunakan pegawai perempuan di pabrik perakitan, yang dikenal sebagai 'maquiladoras'. Mereka kerap mengalami pelecehan saat menuju ke lokasi kerja pada shif malam atau saat balik ke rumah kala fajar.
Aparat juga sedang menginvestigasi 12 kasus dugaan pelecehan terhadap penumpang perempuan oleh sopir. Siapa tahu Diana yang misterius adalah salah satu dari perempuan yang jadi korban.
Aparat juga sedang menyelidiki kaitan dengan serangan pembakaran terhadap bus Selasa subuh. "Kendaraan itu hangus dilalap api setelah disiram bensin," demikian ujar kepala pemadam kebakaran setempat, Ramon Lucero seperti yang dikutip Liputan6.com.
"Aku Alat Balas Dendam"
Ini salah satu pesan dari Diana, yang menguatkan dugaan motif balas dendam: "Rekan-rekanku, juga aku sendiri menderita dalam keheningan. Tapi kini mereka tak bisa memaksa kami diam."
"Kami adalah korban kekerasan seksual para sopir yang bekerja selama shif malam di Juarez. Orang-orang sejatinya tahu penderitaan kami, namun tak ada yang berbuat apapun untuk melindungi kami."
Dalam pesannya, Diana juga memperingatkan, pembunuhan belum akan berakhir. "Mereka pikir kami lemah, karena kami perempuan," kata dia. "Aku adalah alat balas dendam."
Aparat sejauh ini sudah menyusun profil yang diduga Diana. Keterangan saksi menyebut, selain pakai wig pirang, Diana diduga seorang wanita di usia 50-an, tinggi 1,65 meter, dan berkulit gelap.
Mereka juga meluncurkan operasi penangkapan dengan cara menerjunkan agen yang menyamar di dalam bus kota. Pertanyaannya, mengapa cara serupa tak dilakukan untuk mencegah kekerasan seksual terhadap perempuan?
Ciudad Juarez, di wilayah perbatasan dengan Texas, yang Amerika Serikat adalah "neraka" bagi perempuan. Pada tahun 1990-an, ratusan jasad perempuan kerap ditemukan di gurun, dengan tanda-tanda kekerasan seksual ekstrem.
Kebanyakan korban adalah pekerja di pabrik perakitan, menyusul booming manufaktur sebagai buntut dari perjanjian pasar bebas Amerika Utara, North American Free Trade Agreement (NAFTA).
Dalam sejumlah kasus, sejumlah korban menghilang saat mereka pulang dari pabrik saat fajar. Setelah sekian lama, baru kini pembalasan pun datang.... (Ein/Ism)