Brynne Larson, Tess, dan Savannah Scherkenback adalah tiga gadis cantik asal Arizona, Amerika Serikat. Mereka menekuni bela diri dan suka menunggang kuda. Yang membedakannya dari perempuan muda lainnya adalah, mereka berprofesi sebagai 'pengusir setan'Â dan kerap muncul dalam acara bincang-bincang televisi bertema 'dunia lain'.
Brynne Larson (18) bertemu dengan dua bersaudara, Tess dan Savannah sekitar 8 tahun lalu di klub karate.
"Kami merasa cocok," kata Savannah (21), seperti dimuat BBC, 9 September 2013. "Entah bagaimana orang-orang yang saling memukul dan menendang bisa akrab, tapi kami bersama-sama belajar cara berkelahi dan membela diri."
Ketiga gadis itu kini sudah sudah meraih sabuk hitam karate. Dan karena keyakinan, mereka memutuskan untuk bertarung melawan roh jahat dan setan -- yang menurut mereka bisa merasuki manusia dan menyebabkan penderitaan, depresi, juga kecanduan.
Para gadis itu mendapat pelatihan khusus dari ayah Brynne, Pendeta Bob Larson, yang mengaku telah mengusir setan 15 ribu kali dan berkeliling dunia karena kemampuannya itu. "Setiap negara punya setan jenis tertentu," kata Tess (18)," yang suka musik dan membaca.
Ketiganya percaya, Inggris khususnya, adalah sarang 'sihir' karena popularitas novel 'Harry Potter' karya JK Rowling. "Mantra, apapun yang Anda baca di Harry Potter bukan sesuatu yang dibuat-buat. Melainkan rapalan sesungguhnya -- yang datang dari buku-buku sihir," tambah Tess.
Gadis-gadis melihat diri mereka sebagai "pejuang pembebas". Dengan mengayunkan salib perak dan Alkitab, mereka menghadapi setan dan mengembalikannya ke neraka.
Tiap kali tampil, mereka akan disambut meriah bak selebriti. Tepuk tangan membahana saat ketiganya mengumumkan kepada khalayak bahwa mereka berharap untuk "menendang beberapa pantat setan". Brynne menyangkal, itu adalah pertunjukan teater. "Kami tidak melakukan itu untuk bermain di depan kamera," kata dia.
Sementara, mentor para gadis, Bob Larson tak setuju dengan kritik yang menyebut, mengajarkan para gadis teknik mengusir setan sangatlah berbahaya.
"Banyak yang berpikir, tak apa-apa remaja mabuk dan melakukan hubungan seksual, namun tidak untuk mengajar mereka moralitas dan Tuhan," kata Larson, menyindir balik.
Setiap beraksi, para gadis pengusir setan memungut sumbangan sukarela yang nilainya ratusan dolar. Larson sendiri menolak ide bahwa layanan spiritual harus gratis.
"Orang-orang akan membayar ribuan dolar untuk pergi ke rehabilitasi narkoba atau untuk membayar psikiater. Tapi sebaliknya, muncul ide bahwa spiritualitas harus digratiskan," kata dia.
Diragukan
Eksorsisme atau pengusiran setan adalah praktok kuno dan muncul dalam banyak agama yang berbeda. Tapi bahkan beberapa orang percaya meragukan keberadaan setan.
Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, melihat kerasukan sebagai khayalan neurotik. Dan setan adalah "dorongan naluriah" yang ditekan.
Sebelum melakukan eksorsisme, Larson meminta klien untuk mengisi kuesioner psikiatri untuk mengidentifikasi jika mereka memiliki masalah kesehatan mental. Baginya, penting untuk orang dengan masalah kesehatan mental untuk menerima perawatan medis dan dukungan psikologis.
Kembali soal 3 gadis pengusir setan. Karena kesibukan mereka Tess, Savannah dan Brynne tidak pergi ke sekolah, mereka mendapat pendidikan secara homeschooling. Dalam kasus Brynne, karena profesi ayahnya itu, keluarganya kerap bepergian ke seluruh dunia.
"Kami bepergian ke 20 negara dan sebagainya. Aku tak punya waktu ke sekolah. Aku hanya duduk di meja belajar, mengerjakan kalkulus atau membaca buku,"kata Brynne. "Ini lebih baik daripada pergi ke sekolah yang tua dan bau."
Brynne dan Tess sudah mendaftar untuk kuliah tahun ini. Sementara, Savannah sudah duluan jadi mahasiswi. Dan meski melanjutkan pendidikan mereka, ketiganya akan terus melanjutkan pertempuran spiritual mereka: melawan apapun yang mereka anggap sebagai kekuatan setan. (Ein/Ism)
Brynne Larson (18) bertemu dengan dua bersaudara, Tess dan Savannah sekitar 8 tahun lalu di klub karate.
"Kami merasa cocok," kata Savannah (21), seperti dimuat BBC, 9 September 2013. "Entah bagaimana orang-orang yang saling memukul dan menendang bisa akrab, tapi kami bersama-sama belajar cara berkelahi dan membela diri."
Ketiga gadis itu kini sudah sudah meraih sabuk hitam karate. Dan karena keyakinan, mereka memutuskan untuk bertarung melawan roh jahat dan setan -- yang menurut mereka bisa merasuki manusia dan menyebabkan penderitaan, depresi, juga kecanduan.
Para gadis itu mendapat pelatihan khusus dari ayah Brynne, Pendeta Bob Larson, yang mengaku telah mengusir setan 15 ribu kali dan berkeliling dunia karena kemampuannya itu. "Setiap negara punya setan jenis tertentu," kata Tess (18)," yang suka musik dan membaca.
Ketiganya percaya, Inggris khususnya, adalah sarang 'sihir' karena popularitas novel 'Harry Potter' karya JK Rowling. "Mantra, apapun yang Anda baca di Harry Potter bukan sesuatu yang dibuat-buat. Melainkan rapalan sesungguhnya -- yang datang dari buku-buku sihir," tambah Tess.
Gadis-gadis melihat diri mereka sebagai "pejuang pembebas". Dengan mengayunkan salib perak dan Alkitab, mereka menghadapi setan dan mengembalikannya ke neraka.
Tiap kali tampil, mereka akan disambut meriah bak selebriti. Tepuk tangan membahana saat ketiganya mengumumkan kepada khalayak bahwa mereka berharap untuk "menendang beberapa pantat setan". Brynne menyangkal, itu adalah pertunjukan teater. "Kami tidak melakukan itu untuk bermain di depan kamera," kata dia.
Sementara, mentor para gadis, Bob Larson tak setuju dengan kritik yang menyebut, mengajarkan para gadis teknik mengusir setan sangatlah berbahaya.
"Banyak yang berpikir, tak apa-apa remaja mabuk dan melakukan hubungan seksual, namun tidak untuk mengajar mereka moralitas dan Tuhan," kata Larson, menyindir balik.
Setiap beraksi, para gadis pengusir setan memungut sumbangan sukarela yang nilainya ratusan dolar. Larson sendiri menolak ide bahwa layanan spiritual harus gratis.
"Orang-orang akan membayar ribuan dolar untuk pergi ke rehabilitasi narkoba atau untuk membayar psikiater. Tapi sebaliknya, muncul ide bahwa spiritualitas harus digratiskan," kata dia.
Diragukan
Eksorsisme atau pengusiran setan adalah praktok kuno dan muncul dalam banyak agama yang berbeda. Tapi bahkan beberapa orang percaya meragukan keberadaan setan.
Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, melihat kerasukan sebagai khayalan neurotik. Dan setan adalah "dorongan naluriah" yang ditekan.
Sebelum melakukan eksorsisme, Larson meminta klien untuk mengisi kuesioner psikiatri untuk mengidentifikasi jika mereka memiliki masalah kesehatan mental. Baginya, penting untuk orang dengan masalah kesehatan mental untuk menerima perawatan medis dan dukungan psikologis.
Kembali soal 3 gadis pengusir setan. Karena kesibukan mereka Tess, Savannah dan Brynne tidak pergi ke sekolah, mereka mendapat pendidikan secara homeschooling. Dalam kasus Brynne, karena profesi ayahnya itu, keluarganya kerap bepergian ke seluruh dunia.
"Kami bepergian ke 20 negara dan sebagainya. Aku tak punya waktu ke sekolah. Aku hanya duduk di meja belajar, mengerjakan kalkulus atau membaca buku,"kata Brynne. "Ini lebih baik daripada pergi ke sekolah yang tua dan bau."
Brynne dan Tess sudah mendaftar untuk kuliah tahun ini. Sementara, Savannah sudah duluan jadi mahasiswi. Dan meski melanjutkan pendidikan mereka, ketiganya akan terus melanjutkan pertempuran spiritual mereka: melawan apapun yang mereka anggap sebagai kekuatan setan. (Ein/Ism)