Ini adalah bukti betapa kaya keanekaragaman hayati nusantara: tikus jenis baru ditemukan di wilayah Indonesia. Ia punya keunikan, di antaranya memiliki bulu tajam dan ujung ekor berwarna putih.
Hewan pengerat yang disebut Spiny Boki Meko tersebut ditemukan di hutan di pegunungan Halmahera, Maluku yang terpencil. Di kepulauan di mana Alfred Russel Wallace menulis hasil penelitiannya kepada Charles Darwin -- menguraikan teori evolusinya.
Keberadaan tikus itu diketahui oleh tim gabungan dari tim Universitas Kopenhagen, Denmark dan Musem Zoologi Bogor.
Wilayah di mana tikus itu berada adalah lingkungan yang kaya keanekaragaman hayati. Namun, kelangsungan hidup satwa liar itu terancam akibat keserakahan manusia, diwakili maraknya penebangan kayu dan usaha pertambangan, yang makin marak dan menjajah lahan.
Para ilmuwan berharap, temuan mamalia baru tersebut bisa mendorong eksplorasi dan konservasi di area tersebut.
Laporan detil temuan tikus itu dilaporkan dalam Zoological Journal of the Linnean Society.
Kelapa Bakar dan Selai Kacang
Awalnya, tim ilmuwan menggunakan umpan kelapa bakar dan selai kacang yang ditaruh di batang pohon dan liang.
Jebakan itu menarik sejumlah binatang keluar dari sarang mereka. Di antaranya adalah seekor tikus yang tak pernah dijumpai sebelumnya, dengan bulu abu-abu kecoklatan yang kasar di punggungnya dan perut yang berwarna abu-abu keputihan -- Spiny Boki Meko.
Berdasarkan analisa DNA dan fisik tikus tersebut -- termasuk tengkorak dan gigi, para ilmuwan menyimpulkan, mereka tak sekadar menemukan spesies anyar, tapi genus atau jenis yang sama sekali baru!
Mereka memberi hewan itu nama resmi Halmaheramys bokimekot, yang diambil dari nama Boki Mekot, daerah pegunungan di dekatnya yang terancam akibat pertambangan dan penggundulan hutan. Spiny Boki Meko adalah nama 'populer'-nya.
"Temuan tikus baru ini makin menyoroti fakta keanekaragaman hayati di wilayah ini (Halmahera) dan pentingnya dilakukan konservasi," kata kepala peneliti, Pierre-Henri Fabre dari Pusat Makroekologi, Evolusi, dan Iklim di University of Copenhagen, seperti dimuat BBC News, 20 September 2013.
"Penting artinya bagi para ahli zoologi mengunjungi kepulauan tersebut untuk menjelajahi lebih lanjut."
Dia menambahkan, baru 6 tikus yang ditangkap: 3 jantan dewasa dan 3 betina dewasa.
Tak banyak yang diketahui soal perilakunya, namun ilmuwan menduga tikus itu adalah omnivora, berdasarkan temuan sisa tumbuhan dan serangga di perut mereka.
"Temuan ini menunjukkan, betapa banyak kekayaan alam yang belum kita temukan -- khususnya di wilayah Indonesia," kata penulis lain, Kristofer Helgen, dari Smithsonian Institution, Washington DC, AS.
Profesor Helgen kebetulan menjadi bagian dari tim yang baru-baru ini menemukan tikus raksasa yang tinggal di kawah gunung di Papua Nugini, juga mamalia karnivora baru di Kolombia yang disebut Olinguito.
"Ada kemungkinan ada banyak lagi spesies mamalia yang belum ditemukan di Indonesia, yang jauh lebih banyak dari negara-negara lain di dunia."
Sebelumnya, Agustus lalu, satu spesies tikus, yang nyaris tidak memiliki gigi ditemukan oleh para ilmuwan di hutan Sulawesi dan diberi nama Paucidentomys vermidax.
Tempat Lahir Teori Evolusi
Tikus genus baru Spiny Boki Meko juga menyediakan petunjuk baru tentang bagaimana mamalia berevolusia dan menyebar di seluruh "batu loncatan" Maluku -- yang diketahui luas dunia namun tidak kerap tak disadari rakyat Indonesia, sebagai tempat kelahiran teori akbar tentang evolusi -- atau setidaknya punya kontribusi yang luar biasa.
Di sanalah, pada tahun 1858, ahli ilmu alam Inggris, Sir Alfred Russel Wallace menulis surat pada Charles Darwin, menguraikan idenya tentang perkembangan spesies baru. Korespondensi keduanya menghasilkan teori seleksi alam (natural selection).
Kala itu, Wallace dikejutkan dengan keragaman yang luar biasa hewan dan serangga di Maluku - zona transisi antara Asia dan Australasia .
Dia juga mengamati batas yang jelas antara spesies di barat dan timur Indonesia, yang kemudian menuntunnya untuk menentukan batas zoologi - Garis Wallace.
Bukan mengada-ada mengaitkan temuan Spiny Boki Meko dengan Wallace. Tikus tersebut mendukung teori sang ilmuwan besar.
Kebanyakan fauna lain di kepulauan tempatnya ditemukan berkarakteristik Australasia, namun tikus H. bokimekot berbeda -- DNA-nya mengindikasikan bahwa ia datang ke Halmahera dari barat: dari Asia.
"Sangat menakjubkan, tikus berbulu runcing itu sekali lagi mengonfirmasi pemikiran Wallace," kata Dr Lionel Hautier, dari Museum of Zoology, University of Cambridge, Inggris.
"Hebatnya, temuan ini bertepatan dengan peringatan 100 tahun setelah kematian Wallace." (Ein)
Hewan pengerat yang disebut Spiny Boki Meko tersebut ditemukan di hutan di pegunungan Halmahera, Maluku yang terpencil. Di kepulauan di mana Alfred Russel Wallace menulis hasil penelitiannya kepada Charles Darwin -- menguraikan teori evolusinya.
Keberadaan tikus itu diketahui oleh tim gabungan dari tim Universitas Kopenhagen, Denmark dan Musem Zoologi Bogor.
Wilayah di mana tikus itu berada adalah lingkungan yang kaya keanekaragaman hayati. Namun, kelangsungan hidup satwa liar itu terancam akibat keserakahan manusia, diwakili maraknya penebangan kayu dan usaha pertambangan, yang makin marak dan menjajah lahan.
Para ilmuwan berharap, temuan mamalia baru tersebut bisa mendorong eksplorasi dan konservasi di area tersebut.
Laporan detil temuan tikus itu dilaporkan dalam Zoological Journal of the Linnean Society.
Kelapa Bakar dan Selai Kacang
Awalnya, tim ilmuwan menggunakan umpan kelapa bakar dan selai kacang yang ditaruh di batang pohon dan liang.
Jebakan itu menarik sejumlah binatang keluar dari sarang mereka. Di antaranya adalah seekor tikus yang tak pernah dijumpai sebelumnya, dengan bulu abu-abu kecoklatan yang kasar di punggungnya dan perut yang berwarna abu-abu keputihan -- Spiny Boki Meko.
Berdasarkan analisa DNA dan fisik tikus tersebut -- termasuk tengkorak dan gigi, para ilmuwan menyimpulkan, mereka tak sekadar menemukan spesies anyar, tapi genus atau jenis yang sama sekali baru!
Mereka memberi hewan itu nama resmi Halmaheramys bokimekot, yang diambil dari nama Boki Mekot, daerah pegunungan di dekatnya yang terancam akibat pertambangan dan penggundulan hutan. Spiny Boki Meko adalah nama 'populer'-nya.
"Temuan tikus baru ini makin menyoroti fakta keanekaragaman hayati di wilayah ini (Halmahera) dan pentingnya dilakukan konservasi," kata kepala peneliti, Pierre-Henri Fabre dari Pusat Makroekologi, Evolusi, dan Iklim di University of Copenhagen, seperti dimuat BBC News, 20 September 2013.
"Penting artinya bagi para ahli zoologi mengunjungi kepulauan tersebut untuk menjelajahi lebih lanjut."
Dia menambahkan, baru 6 tikus yang ditangkap: 3 jantan dewasa dan 3 betina dewasa.
Tak banyak yang diketahui soal perilakunya, namun ilmuwan menduga tikus itu adalah omnivora, berdasarkan temuan sisa tumbuhan dan serangga di perut mereka.
"Temuan ini menunjukkan, betapa banyak kekayaan alam yang belum kita temukan -- khususnya di wilayah Indonesia," kata penulis lain, Kristofer Helgen, dari Smithsonian Institution, Washington DC, AS.
Profesor Helgen kebetulan menjadi bagian dari tim yang baru-baru ini menemukan tikus raksasa yang tinggal di kawah gunung di Papua Nugini, juga mamalia karnivora baru di Kolombia yang disebut Olinguito.
"Ada kemungkinan ada banyak lagi spesies mamalia yang belum ditemukan di Indonesia, yang jauh lebih banyak dari negara-negara lain di dunia."
Sebelumnya, Agustus lalu, satu spesies tikus, yang nyaris tidak memiliki gigi ditemukan oleh para ilmuwan di hutan Sulawesi dan diberi nama Paucidentomys vermidax.
Tempat Lahir Teori Evolusi
Tikus genus baru Spiny Boki Meko juga menyediakan petunjuk baru tentang bagaimana mamalia berevolusia dan menyebar di seluruh "batu loncatan" Maluku -- yang diketahui luas dunia namun tidak kerap tak disadari rakyat Indonesia, sebagai tempat kelahiran teori akbar tentang evolusi -- atau setidaknya punya kontribusi yang luar biasa.
Di sanalah, pada tahun 1858, ahli ilmu alam Inggris, Sir Alfred Russel Wallace menulis surat pada Charles Darwin, menguraikan idenya tentang perkembangan spesies baru. Korespondensi keduanya menghasilkan teori seleksi alam (natural selection).
Kala itu, Wallace dikejutkan dengan keragaman yang luar biasa hewan dan serangga di Maluku - zona transisi antara Asia dan Australasia .
Dia juga mengamati batas yang jelas antara spesies di barat dan timur Indonesia, yang kemudian menuntunnya untuk menentukan batas zoologi - Garis Wallace.
Bukan mengada-ada mengaitkan temuan Spiny Boki Meko dengan Wallace. Tikus tersebut mendukung teori sang ilmuwan besar.
Kebanyakan fauna lain di kepulauan tempatnya ditemukan berkarakteristik Australasia, namun tikus H. bokimekot berbeda -- DNA-nya mengindikasikan bahwa ia datang ke Halmahera dari barat: dari Asia.
"Sangat menakjubkan, tikus berbulu runcing itu sekali lagi mengonfirmasi pemikiran Wallace," kata Dr Lionel Hautier, dari Museum of Zoology, University of Cambridge, Inggris.
"Hebatnya, temuan ini bertepatan dengan peringatan 100 tahun setelah kematian Wallace." (Ein)