Sukses

Pornografi atau Seni? Lukisan Erotis Jepang Dipamerkan di Inggris

British Museum memamerkan 150 karya erotis dari masa Jepang kuno, dalam salah satu pameran paling berani yang pernah mereka gelar.

British Museum memamerkan 150 karya erotis dari masa Jepang kuno, dalam salah satu pameran paling berani yang pernah mereka gelar.

Dikenal sebagai Shunga, gambar-gambar yang dipamerkan memberikan perspektif tentang seks sangat berbeda dari seni Eropa dari periode yang sama.

Pameran tersebut juga memberi kesempatan para pengunjung untuk melihat momentum paling intim di Jepang -- dari masa di mana Negeri Sakura menutup dirinya dari dunia.

Kebanyakan gambar dicetak dalam balok kayu, dibuat di Tokyo selama Abad ke-16, 17, dan 18.

Istilah "Shunga", yang secara harfiah berarti "gambar musim semi", adalah sebuah eufemisme untuk seni erotis yang berkembang di masa populasi kota yang makin padat namun kontak dengan Barat adalah sesuatu yang amat terlarang.

Sebagian menggambarkan hubungan pria dan perempuan, lainnya tentang hubungan sesama jenis.

Karena materinya yang dewasa, pameran British Museum hanya boleh dimasuki orang yang berusia 16 tahun ke atas.

Sebelumnya, sejumlah galeri menolak untuk memamerkan Shunga. Dianggap materi pornografi. Baru belakangan ini karya itu diterima sebagai karya seni yang memberikan wawasan tentang seksualitas dan politik gender Jepang di awal modern.

"Shunga adalah seni yang mendalam. Beda dari pornografi semata," tegas Aki Ishigami dari Ritsumeikan University, Kyoto, seperti dimuat BBC, 1 Oktober 2013.

Kadang-kadang album gambar Shunga diberikan kepada perempuan muda sebelum menikah, untuk memberikan gambaran tentang apa harus mereka lakukan pada malam pertama.

Tapi, sejarawan seni Dr Majella Munro mengatakan bahwa meskipun Shunga memiliki peran dalam pendidikan seks, itu bukan tujuan utamanya.

"Cetakan Shunga tidak mahal dan mampu dibeli kalangan kelas menengah perkotaan di masa itu. Karya itu adalah artefak dari kultur populer yang ada saat itu," kata Munro. Dan meski murah, kaum perempuan masa itu segan membelinya.
 
Di mata orang modern, gambar Shunga terkadang mirip dengan karikatur atau manga kontemporer dari Jepang, yang kadang-kadang bisa saja mesum.  Namun, Shunga jarang menampilkan tubuh yang polos tanpa busana.

Profesor Timon Screech dari School of Oriental and African Studies (SOAS) University of London berpendapat, Shunga harus dilihat sesuai konteksnya.

Menunjukkan bahwa, "gagasan lama menganggap tubuh manusia yang ideal-- yang entah bagaimana digambarkan sesuai pemahaman Yunani, sama sekali tak berlaku di Asia Timur," kata dia.

"Seperti halnya persepsi kecantikan. Orang Jepang masa itu mungkin berpikir pakaian yang indah lebih menarik dari kulit telanjang."

Profesor Screech, yang menulis buku tentang Shunga, juga mengatakan, meski mesum, jarang Shunga menggambarkan kekerasan seksual.

Shunga di Inggris

Shunga pertama yang tiba di Inggris datang lewat kargo Kapal Clove milik East India Company, yang kembali dari perjalanan perintis ke Jepang pada tahun 1614. Kapal itu juga membawa muatan baju zirah dan sutra yang disulam benang emas -- hadiah dari Shogun.

Sejumlah barang dilelang, namun perusahaan itu menyita Shunga yang dimiliki komandan Clove, John Saris, karena dianggap sebagai skandal. Gambar erotis itu lalu dimusnahkan.

Apalagi, faktanya, prostitusi tersebar luas di awal era modern Tokyo -- yang saat itu dikenal sebagai Edo. Perempuan muda miskin sering dijual dan terjebak perdagangan seks oleh keluarga mereka. Penyakit kelamin dan kehamilan yang tidak diinginkan, marak terjadi.

Seni kala itu, baik erotis atau biasa, kerap menggambarkan kehidupan para pekerja seks.

"Pada dasarnya semua orang dianggap cantik, atau punya sisi kecantikan. Ada sejumlah kisah dari sejumlah orang yang memberi perhatian sia-sia pada orang yang menolak mereka. Tapi, untuk sebagian besar orang kala itu, Shunga adalah perayaan dari apa yang dapat disebut "cinta yang bebas"-- yang kita tahu-- hampir pasti tidak bakal terjadi pada saat itu," kata Profesor Screech.

Erotika Pompeii

Sebelumnya, British Museum juga menampilkan karya terlarang yang ditemukan di Pompeii, yang terkubur abu Gunung Vesuvius. Patung, lukisan, dan obyek tersebut sebelumnya tidak diungkap ke publik selama 200 tahun.

Pameran bertema, "Life and Death in Pompeii and Herculaneum" digelar Maret 2013.

Sejarah mencatat pada 24 Agustus tahun 79, Gunung Vesuvius meletus dahsyat. Awan panas, batuan dan abu membara menghujam ke dua kota, Pompeii dan Herculaneum.

Sekitar 1.600 tahun kemudian, secara tak sengaja keberadaan Pompeii ditemukan. Ada jasad-jasad manusia yang diawetkan oleh abu, dengan segala pose. Menguak jalanan beku, tempat pelacuran yang dipenuhi fresko erotis.

Pompeii pertama kali digali di 1748. Temuan erotis itu adalah hal sangat memalukan bagi para sarjana dan cendekiawan era Victoria -- di mana penggambaran seksual dianggap tabu. Padahal di masanya, apa yang dianggap mesum, adalah hal biasa bagi masyarakakat Pompeii.

Alkisah, Raja Francis I yang menghadiri pameran koleksi temuan dari Pompeii pada 1819, merah padam wajahnya saat melihat koleksi yang dianggap mesum kala itu.

Ia pun bertitah barang-barang erotis dipindah dan dikunci rapat-rapat di museum lain -- yang hanya bisa diakses para ilmuwan. (Ein)