Sukses

Memalukan! Saat Hadapi Teroris, Militer Kenya Jarah Mal Mewah

Bahkan, tega-teganya pelaku menjarah dompet para korban tewas. Sehingga menyulitkan proses indentifikasi.

Manekin telanjang yang dilucuti pakaiannya, kaca etalase perhiasan yang pecah, rak berisi stelan jas mahal nyaris kosong, mesin-mesin kasir dibuka paksa -- itu situasi yang terjadi di mal mewah Westgate di ibukota Kenya, Nairobi, pascaserangan kelompok al Shabaab, Sabtu 21 September 2013, yang menewaskan lebih dari 61 orang.

Yang mengejutkan, penjarahnya bukan para peneror, melainkan anggota militer Kenya yang dikerahkan untuk menghadapi teror. Dugaan itu menguat karena setelah penyerangan nyaris tak ada orang yang diizinkan memasuki mal, kecuali anggota pasukan keamanan yang didominasi tentara. Apalagi, seorang aparat ditangkap karena terbukti memiliki dompet 'berdarah' -- milik korban yang tewas.

Jelas, ini skandal memalukan. Makin banyak warga Kenya menduga, tentara secara terorganisir menjarah barang-barang di mal. Tembakan yang terdengar dari dalam mal, diduga bukan diarahkan ke para militan al-Shabaab, melainkan untuk membuka gembok dan brankas. Sejumlah pebisnis bertanya-tanya, apakah pihak militer sengaja memperpanjang krisis, dengan mengatakan para penyerang masih ada di dalam mal padahal sudah mati, demi menjarah barang-barang yang ada di sana.

Sejumlah saksi mengatakan, para militan paling-paling menjarah sejumlah kaleng berisi minuman bersoda atau makanan. "Sangat memalukan," kata Maina Kiai, salah satu aktivis HAM, seperti dimuat Sydney Morning Herald, Jumat (4/10/2013). "Bagian dari kultur yang menjijikkan, di mana kekuasaan dianggap segalanya, yang memberi peluang untuk melakukan apapun yang diinginkan, tanpa akuntabilitas."

Sementara, militer Kenya mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk mengusut masalah ini, dan meminta publik memberi informasi tentang tentara yang diduga menjarah.

Presiden Uhuru Kenyatta juga telah meminta dilakukan penyelidikan terkait respons aparat keamanan terhadap serangan di mal Westgate, yang telah dikritik lambat dan ceroboh.

"Yang jadi pertanyaan, itu 4 hari penyerbuan atau kesempatan belanja gratis," kata salah satu pejabat Barat yang bertugas di Kenya soal perilaku aparat.

Dompet Korban Tewas Dijarah

Kamis pagi kemarin, di pintu masuk Westgate, masuk sejumlah penyelidik dari Barat, mengenakan seragam nilon, dengan pistol terselip di bagian pinggang. Mal mewah itu berbau daging busuk. Para tentara Kenya, dengan pakaian khusus dan topeng gas, membungkuk di hadapan tumpukan puing, mengumpulkan bukti. Masih dijumpai genangan darah di lantai, potongan daging yang terkoyak dari tubuh manusia tergeletak di lantai. Sejumlah jasad diangkat dari balik reruntuhan.

Listrik di mal masih padam. Di dalam toko pakaian eksklusif Sir Henry’s, salah satu pemiliknya, Fazal Virani, geleng-geleng kepala tak percaya. Pakaian-pakaian murah di tokonya tak tersentuh, namun puluhan jas mahal yang satunya berharga US$ 2.000 atau sekitar Rp 23 juta entah ke mana.

Tak cuma pakaian mahal. Laptop, smartphone, jam tangan Swiss, kamera, pakaian dalam, parfum, peralatan elektronik, raib. Di kasir supermarket Nakumatt, hanya tertinggal koin recehan. Bahkan dompet para korban yang tewas juga direnggut, sehingga menyulitkan proses indentifikasi.

Di salah satu butik wanita, pakaian, perhiasan, dan dompet dijarah, manekin ditinggalkan telanjang. Bahkan, gerobak kayu hias yang digunakan untuk menjual cokelat di lantai dasar kini melompong.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Atul Shah, pengelola supermarket Nakumatt. "Tentunya orang yang ada di dalam. Dan siapa yang ada di dalam? Pasukan keamanan."

Seorang petugas bersih-bersih di sebuah restoran menemukan ratusan botol kosong gin, brandy, rum, vodka, dan bir berserakan, seperti habis ada pesta besar. "Jangan-jangan mereka merasa pantas menikmati semua ini," kata pemilik 4 toko di Westgate, Zahir Manji.

Bahkan, siapapun penjarah sesungguhnya, mereka sempat-sempatnya mencopot televisi layar datar yang terpasang di dinding.

Polisi Dipuji, Tentara Dihujat

Sebelumnya, di mata masyarakat, militer Kenya dianggap sebagai aparat yang profesional, sebaliknya, polisi dianggap korup.

Namun, setelah insiden penyerangan di mal, polisi justru dipuji-puji sebagai pahlawan. Sebab, puluhan petugas bersenjata ringan, yang sedang tak bertugas sekalipun, menjadi orang-orang yang pertama bereaksi, masuk ke mal dan menyelamatkan korban. Ratusan nyawa berhasil dielak dari maut.

Beberapa jam kemudian, militer yang datang belakangan memerintahkan polisi keluar. Tentara mengambil alih. Para serdadu membanjiri mal, sementara beberapa penyerang bersembunyi di supermarket Nakumatt. Baku tembak berakhir 3 hari kemudian setelah tentara menembakkan rudal anti-tank ke toko itu, memicu kebakaran dan meninggalkan lubang besar.

4 Hari setelah itu, para pemilik toko diizinkan kembali untuk meninjau mal. Properti bernilai jutaan dolar telah hancur, setidaknya ratusan ribu dolar -- dalam bentuk tunai dan barang-barang-- hilang.

Sejumlah pemilik toko menyesalkan tak adanya asuransi terorisme. Namun, kata Zahir Manji, ini bukan terorisme.

"Ini penjarahan," kata dia. "Menyedihkan, mereka yang seharusnya melindungi kami justru telah merampok kami," sesal Zahir, seperti Liputan6.com kutip dari New York Times. (Ein/Sss)