Malala Yousafzai, remaja Pakistan yang ditembak kepalanya oleh Taliban, kembali buka suara. Menurut gadis 16 tahun itu, duduk bersama dengan para militan adalah prasyarat perdamaian di negerinya yang kerap bergolak.
Malala Yousafzai diserang oleh seorang pria bersenjata di sebuah bus sekolah di dekat rumahnya dulu di Pakistan pada Oktober 2012, karena berbicara lantang tentang hak-hak gadis muda mendapatkan pendidikan. Kini ia tinggal di Birmingham, Inggris, setelah menjalani perawatan berbulan-bulan dan sejumlah operasi untuk memulihkan tengkoraknya yang retak.
Ini adalah wawancara mendalam pertamanya, Malala mengatakan pada BBC bahwa diskusi dengan Taliban harus dilakukan.
"Cara terbaik menyelesaikan masalah dan untuk menghentikan perang adalah melalui dialog," kata dia seperti dimuat BBC, 6 Oktober 2013. "Tapi itu bukan urusan saya, itu adalah tugas pemerintah...juga Amerika Serikat."
Juli lalu lalu, pembicaraan yang melibatkan Taliban, AS, dan Pemerintahan Afghanistan diganggu perselisihan mengenai status kantor Taliban yang baru dibuka di Doha, Qatar.
Soal dialog, Malala juga mengungkapkan, penting artinya bagi Taliban untuk mendiskusikan apa sebenarnya yang mereka minta, tanpa harus mengorbankan darah dan nyawa orang lain.
"Membunuh, menyiksa, dan mendera orang lain....itu bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka menyalahgunakan nama Islam."
Malala juga menggambarkan peristiwa penyerangan atas dirinya untuk kali pertamanya. Dia sudah merasakan keanehan ketika bus sekolah melaju di jalanan yang sepi. "Tak ada seorang pun di jalanan saat itu," kata dia. "Biasanya ada banyak orang yang berdiri di depan toko-toko. Namun kosong saat itu."
Remaja, yang pernah berpidato di kantor PBB Juli lalu, mengatakan, meski trauma, ia tetap ingin kembali ke tanah airnya dan memasuki dunia politik.
"Aku bercita-cita menjadi politisi. Aku ingin mengubah masa depan negaraku dan membuat pendidikan sebagai hak dasar warga, apapun latar belakangnya."
"Aku berharap, suatu hari rakyat Pakistan akan bebas, mendapat hak mereka, akan ada kedamaian bagi setiap anak, laki-laki maupun perempuan, saat pergi dari sekolah.
Dear Malala...
Sebelumnya, muncul sebuah surat dari salah satu komandan Taliban, Adnan Rashid. Ia menyebut, Malala menjadi target bukan karena ia mengadvokasi hak pendidikan bagi anak perempuan. Namun, karena kritik kerasnya terhadap Taliban.
"Taliban meyakini, kau sengaja menulis untuk melawan mereka, dan melakukan kampanye kotor untuk memfitnah usaha mereka untuk mendirikan sistem Islam di Lembah Swat. Dan tulisan-tulisanmu dianggap provokatif," demikian surat bertanggal Senin lalu, yang dirilis CNN dari seorang sumber intelijen Pakistan.
"Kau telah mengatakan dalam pidatomu ... bahwa pena lebih tajam dari pedang. Jadi mereka menyerang 'pedangmu', bukan buku atau sekolah," demikian dikabarkan CNN, Kamis 18 Juli lalu. (Ein/Mut)
Baca selengkapnya: Komandan Taliban: Dear Malala, Ini Alasan Kami Menembakmu...
Malala Yousafzai diserang oleh seorang pria bersenjata di sebuah bus sekolah di dekat rumahnya dulu di Pakistan pada Oktober 2012, karena berbicara lantang tentang hak-hak gadis muda mendapatkan pendidikan. Kini ia tinggal di Birmingham, Inggris, setelah menjalani perawatan berbulan-bulan dan sejumlah operasi untuk memulihkan tengkoraknya yang retak.
Ini adalah wawancara mendalam pertamanya, Malala mengatakan pada BBC bahwa diskusi dengan Taliban harus dilakukan.
"Cara terbaik menyelesaikan masalah dan untuk menghentikan perang adalah melalui dialog," kata dia seperti dimuat BBC, 6 Oktober 2013. "Tapi itu bukan urusan saya, itu adalah tugas pemerintah...juga Amerika Serikat."
Juli lalu lalu, pembicaraan yang melibatkan Taliban, AS, dan Pemerintahan Afghanistan diganggu perselisihan mengenai status kantor Taliban yang baru dibuka di Doha, Qatar.
Soal dialog, Malala juga mengungkapkan, penting artinya bagi Taliban untuk mendiskusikan apa sebenarnya yang mereka minta, tanpa harus mengorbankan darah dan nyawa orang lain.
"Membunuh, menyiksa, dan mendera orang lain....itu bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka menyalahgunakan nama Islam."
Malala juga menggambarkan peristiwa penyerangan atas dirinya untuk kali pertamanya. Dia sudah merasakan keanehan ketika bus sekolah melaju di jalanan yang sepi. "Tak ada seorang pun di jalanan saat itu," kata dia. "Biasanya ada banyak orang yang berdiri di depan toko-toko. Namun kosong saat itu."
Remaja, yang pernah berpidato di kantor PBB Juli lalu, mengatakan, meski trauma, ia tetap ingin kembali ke tanah airnya dan memasuki dunia politik.
"Aku bercita-cita menjadi politisi. Aku ingin mengubah masa depan negaraku dan membuat pendidikan sebagai hak dasar warga, apapun latar belakangnya."
"Aku berharap, suatu hari rakyat Pakistan akan bebas, mendapat hak mereka, akan ada kedamaian bagi setiap anak, laki-laki maupun perempuan, saat pergi dari sekolah.
Dear Malala...
Sebelumnya, muncul sebuah surat dari salah satu komandan Taliban, Adnan Rashid. Ia menyebut, Malala menjadi target bukan karena ia mengadvokasi hak pendidikan bagi anak perempuan. Namun, karena kritik kerasnya terhadap Taliban.
"Taliban meyakini, kau sengaja menulis untuk melawan mereka, dan melakukan kampanye kotor untuk memfitnah usaha mereka untuk mendirikan sistem Islam di Lembah Swat. Dan tulisan-tulisanmu dianggap provokatif," demikian surat bertanggal Senin lalu, yang dirilis CNN dari seorang sumber intelijen Pakistan.
"Kau telah mengatakan dalam pidatomu ... bahwa pena lebih tajam dari pedang. Jadi mereka menyerang 'pedangmu', bukan buku atau sekolah," demikian dikabarkan CNN, Kamis 18 Juli lalu. (Ein/Mut)
Baca selengkapnya: Komandan Taliban: Dear Malala, Ini Alasan Kami Menembakmu...