Sudah diungkap sebelumnya, emas juga berlian berasal dari luar Bumi melalui perantaraan batu-batu angkasa. Seperti Popigai Astroblem, kawah besar belas tabrakan asteroid 35 juta tahun lalu di Siberia, Rusia -- yang menyimpan berlian triliunan karat yang bisa menyuplai pasar dunia selama 3.000 tahun!
Namun, jika jumlah berlian di Bumi terbatas, di angkasa luar justru melimpah. Bahkan, menurut para ilmuwan berlian yang cukup besar untuk dipamerkan bintang film Hollywood, menghujani planet Saturnus dan Yupiter. Dalam arti sebenarnya.
Data atmosfer dari dua planet gas raksasa itu mengindikasikan bahwa ia memiliki karbon melimpah. Badai petir mengubah metana menjadi jelaga (karbon) yang mengeras menjadi potongan grafit dan kemudian berlian. Namun, hujan batu berlian itu akhirnya mencair dalam inti panas planet.
"Berlian terbesar berdiameter sekitar 1 centimeter. Cukup besar untuk dijadikan mata cincin, meski dalam kondisi belum diasah tentunya," kata Dr Kevin Baines dari University of Wisconsin-Madison dan Jet Propulsion Laboratory NASA, seperti dimuat BBC News, 14 Oktober 2013.
Dia menambahkan, setelah diasah, berlian itu cukup besar dan menyilaukan dipamerkan oleh bintang film lawas, Elizabeth Taylor.
"Intinya, ada sekitar 1.000 ton berlian diproduksi di Saturnus tiap tahunnya," tambah Kevin Baines. "Orang-orang bertanya, bagaimana kami yakin? Sebab kita belum bisa ke sana dan membuktikannya."
Dan jawab dia, "Itu semua bermuara pada kimia. Dan kami cukup yakin."
Baines mempresentasikan temuannya dalam rapat tahunan Divisi Keplanetan American Astronomical Society di Denver, Colorado. Bersama dengan koleganya, Mona Delitsky, dari California Speciality Engineering.
Uranus dan Neptunus sudah sejak lama diperkirakan menyimpan batu-batu berharga yang di Bumi bernilai selangit. Namun, Saturnus dan Yupiter dianggap tak punya atmosfer yang mendukung kondisi itu.
Baines dan Delitsky menganalisa suhu teranyar dan prediksi tekanan di dalam planet. Juga data bagaimana perilaku karbon dalam kondisi berbeda. Mereka menyimpulkan, kristal stabil berlian, "menghujani khususnya sebagian wilayah Saturnus."
"Semuanya dimulai di bagian atas atmosfer, di celah-celah badai, di mana petir mengubah metana jadi jelaga," kata Baines. Kemudian tekanan meningkat, setelah turun mencapai 1.000 mil ia berubah menjadi grafit -- lembaran karbon yang biasa ditemukan dalam pensil.
Di kedalaman 6.000 km, potongan grafit menguat menjadi berlian yang kuat dan tak reaktif. Berlian-berlian tetap solid saat turun 30 ribu km.
"Setelah turun ke kedalaman ekstrem seperti itu, tekanan dan temperatur bak di neraka, berlian tak mungkin lagi solid." Ia meleleh.
Baines dan koleganya menduga, di terbentuk 'lautan' karbon di permukaan saturnus. Dari berlian cair itu. "Berlian tidak bersifat selamanya di Saturnus dan Jupiter. Beda dengan Uranus dan Neptunus, yang berinti dingin."
Planet Berinti Berlian
Masih terkait berlian, sebelumnya, ilmuwan menemukan sebuah planet penuh 'harta karun'. Permukaannya dipenuhi dengan batu mulia.
Planet yang diberi nama 55 Cancri e dikategorikan sebagai Bumi Super (super-Earth), memiliki radius dua kali lipat Bumi, delapan kali lebih berat dari planet yang dihuni manusia.
Sementara permukaan Bumi ditutupi air dan granit, Planet 55 Cancri e diduga ditutupi berlian dan grafit -- sebagaimana berlian, ia adalah bentuk alotrop karbon.
Sebuah studi terbaru menyimpulkan, setidaknya sepertiga massa planet tersebut, atau setara dengan tiga kali berat Bumi, adalah berlian.
Ini adalah kali pertamanya astronom bisa mengidentifikasi apa yang diduga sebagai planet berlian yang mengorbit di sekitar bintang yang mirip Matahari. Setelah penemuannnya pada 2004 lalu. Namun, tak seperti Bumi, ia dipenuhi unsur kimia.
"Ini adalah kali pertama kami melihat dunia berbatu yang memiliki unsur kimia yang secara fundamental berbeda dari Bumi," kata kepala peneliti, Nikku Madhusudhan. "Permukaan planet ini ditutupi grafit dan berlian, alih-alih air dan granit."
Planet berlian ini mengorbit bintangnya dengan kecepatan super cepat, dalam waktu 18 jam, jauh lebih cepat dari Bumi yang mengorbit Matahari dalam waktu 365 hari.
Dengan suhunya yang luar biasa panas, 3.900 Fahrenheit atau 2.148 derajat Celcius, planet itu tak mungkin ditinggali. (Ein/Eks)
Namun, jika jumlah berlian di Bumi terbatas, di angkasa luar justru melimpah. Bahkan, menurut para ilmuwan berlian yang cukup besar untuk dipamerkan bintang film Hollywood, menghujani planet Saturnus dan Yupiter. Dalam arti sebenarnya.
Data atmosfer dari dua planet gas raksasa itu mengindikasikan bahwa ia memiliki karbon melimpah. Badai petir mengubah metana menjadi jelaga (karbon) yang mengeras menjadi potongan grafit dan kemudian berlian. Namun, hujan batu berlian itu akhirnya mencair dalam inti panas planet.
"Berlian terbesar berdiameter sekitar 1 centimeter. Cukup besar untuk dijadikan mata cincin, meski dalam kondisi belum diasah tentunya," kata Dr Kevin Baines dari University of Wisconsin-Madison dan Jet Propulsion Laboratory NASA, seperti dimuat BBC News, 14 Oktober 2013.
Dia menambahkan, setelah diasah, berlian itu cukup besar dan menyilaukan dipamerkan oleh bintang film lawas, Elizabeth Taylor.
"Intinya, ada sekitar 1.000 ton berlian diproduksi di Saturnus tiap tahunnya," tambah Kevin Baines. "Orang-orang bertanya, bagaimana kami yakin? Sebab kita belum bisa ke sana dan membuktikannya."
Dan jawab dia, "Itu semua bermuara pada kimia. Dan kami cukup yakin."
Baines mempresentasikan temuannya dalam rapat tahunan Divisi Keplanetan American Astronomical Society di Denver, Colorado. Bersama dengan koleganya, Mona Delitsky, dari California Speciality Engineering.
Uranus dan Neptunus sudah sejak lama diperkirakan menyimpan batu-batu berharga yang di Bumi bernilai selangit. Namun, Saturnus dan Yupiter dianggap tak punya atmosfer yang mendukung kondisi itu.
Baines dan Delitsky menganalisa suhu teranyar dan prediksi tekanan di dalam planet. Juga data bagaimana perilaku karbon dalam kondisi berbeda. Mereka menyimpulkan, kristal stabil berlian, "menghujani khususnya sebagian wilayah Saturnus."
"Semuanya dimulai di bagian atas atmosfer, di celah-celah badai, di mana petir mengubah metana jadi jelaga," kata Baines. Kemudian tekanan meningkat, setelah turun mencapai 1.000 mil ia berubah menjadi grafit -- lembaran karbon yang biasa ditemukan dalam pensil.
Di kedalaman 6.000 km, potongan grafit menguat menjadi berlian yang kuat dan tak reaktif. Berlian-berlian tetap solid saat turun 30 ribu km.
"Setelah turun ke kedalaman ekstrem seperti itu, tekanan dan temperatur bak di neraka, berlian tak mungkin lagi solid." Ia meleleh.
Baines dan koleganya menduga, di terbentuk 'lautan' karbon di permukaan saturnus. Dari berlian cair itu. "Berlian tidak bersifat selamanya di Saturnus dan Jupiter. Beda dengan Uranus dan Neptunus, yang berinti dingin."
Planet Berinti Berlian
Masih terkait berlian, sebelumnya, ilmuwan menemukan sebuah planet penuh 'harta karun'. Permukaannya dipenuhi dengan batu mulia.
Planet yang diberi nama 55 Cancri e dikategorikan sebagai Bumi Super (super-Earth), memiliki radius dua kali lipat Bumi, delapan kali lebih berat dari planet yang dihuni manusia.
Sementara permukaan Bumi ditutupi air dan granit, Planet 55 Cancri e diduga ditutupi berlian dan grafit -- sebagaimana berlian, ia adalah bentuk alotrop karbon.
Sebuah studi terbaru menyimpulkan, setidaknya sepertiga massa planet tersebut, atau setara dengan tiga kali berat Bumi, adalah berlian.
Ini adalah kali pertamanya astronom bisa mengidentifikasi apa yang diduga sebagai planet berlian yang mengorbit di sekitar bintang yang mirip Matahari. Setelah penemuannnya pada 2004 lalu. Namun, tak seperti Bumi, ia dipenuhi unsur kimia.
"Ini adalah kali pertama kami melihat dunia berbatu yang memiliki unsur kimia yang secara fundamental berbeda dari Bumi," kata kepala peneliti, Nikku Madhusudhan. "Permukaan planet ini ditutupi grafit dan berlian, alih-alih air dan granit."
Planet berlian ini mengorbit bintangnya dengan kecepatan super cepat, dalam waktu 18 jam, jauh lebih cepat dari Bumi yang mengorbit Matahari dalam waktu 365 hari.
Dengan suhunya yang luar biasa panas, 3.900 Fahrenheit atau 2.148 derajat Celcius, planet itu tak mungkin ditinggali. (Ein/Eks)