Sukses

Imelda Marcos, Kejar Selingkuhan Suami dan Cari Diskon Benda Seni

Imelda tak punya pengetahuan cukup soal seni. Sebagian besar karya yang dibelinya berkualitas rendah atau bahkan...palsu.

Ibu Negara Filipina, Imelda Marcos, marah luar biasa. Suaminya, Ferdinand Marcos, menjalin cinta dengan aktris Amerika Serikat, Dovie Beams. Hubungan terlarang itu bermula dari syuting film Maharlika pada 1968, yang menceritakan pengalaman Marcos saat bergerilya. Dovie ikut membintangi.

Dovie menyimpan rekaman suara saat dirinya dan Marcos berhubungan intim. Ia menaruh alat rekam itu di bawah ranjang. Filipina gempar! Kaum oposisi memanfaatkan skandal itu untuk coba melengserkan Marcos. Para mahasiswa menduduki stasiun radio radio kampus dan menyiarkan rekaman itu.

Imelda sendiri dikabarkan sempat menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi Dovie. Calon eksekutor sudah sempat duduk berdekatan dengan Dovie di pesawat menuju Hong Kong. Tapi, aksinya digagalkan para pengawal yang diutus Marcos.

Tak berhasil untuk urusan itu, Imelda menemukan cara lain untuk melampiaskan dendam: memaksa Marcos untuk menyerahkan pertambangan emas dan tembaga Benquet.

Lebih jauh, ia juga mendapat kekuasaan lebih, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. "Di Filipina, suami yang tidak setia harus membayar sepanjang hidupnya. Dan, Marcos menggunakan pajak kami untuk membayar itu semua," kata seorang kerabat Imelda seperti dicatat Sterling Seagrave dalam The Marcos Dynasty.

Perempuan yang lahir sebagai Imelda Remedios Visitacion Romualdez itu berkeliling dunia selaku 'duta besar luar biasa Filipina'. Tapi, ia dianggap bukan diplomat yang cerdas. Sempat muncul kelakar begini: "Jika Nyonya Marcos pergi ke Disneyland untuk menjajagi kemungkinan hubungan diplomatik dengan Donald Duck...orang-orang tidak terkejut."

Sejumlah negara sosialis-komunis seperti China, Kuba, dan Uni Soviet dikunjungi Imelda. Beberapa pengamat mengatakan, ini cuma gertak sambal agar Kongres AS memberi lampu hijau bagi kucuran bantuan yang lebih deras. Namun, Senat Filipina meminta agar Ibu Negara lain kali meminta persetujuan legislatif sebelum bernegosiasi dengan rezim komunis.

Di dalam negeri, skandal cinta Marcos-Dovie menjadi salah satu pemicu pemberlakuan keadaan darurat. Media massa disensor, ratusan politisi oposisi ditangkap. Marcos makin jelas memperlihatkan diri sebagai pemimpin otoriter.

Bahkan, cara-cara kotor dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan. Lihat, pada Agustus 1971, dua granat dilempar ke arena pertemuan pendukung Partai Liberal, partai oposisi. 10 orang tewas, puluhan orang terluka, termasuk beberapa senator. Marcos punya dalih: ini ulah kaum komunis.


 Ferdinand dan Imelda Marcos

Sementara, Imelda kian kondang sebagai sosok yang gemar menghambur-hamburkan uang. Ia menjadi kolektor barang-barang mahal: rumah, apartemen, perhiasan, atau lukisan.

Tapi, Imelda tak mau rugi juga. Ia selalu menuntut potongan harga saat berbelanja barang-barang seni seperti lukisan. Beberapa pemilik galeri seni di Amerika Serikat mafhum soal ini. Maka, mereka menaikkan harga 25% saat tahu Imelda datang. Lalu, memberi diskon 15%.

Masalah lain, tulis Seagrave, Imelda tak punya pengetahuan cukup soal seni. Sebagian besar karya yang dibelinya berkualitas rendah atau bahkan...palsu. Satu saat, ia menghabiskan U$S 40 juta untuk membeli barang-barang seni. Seorang pemilik galeri mengatakan, sebenarnya barang-barang itu bisa ditebus dengan hanya U$S 20 juta jika Imelda mendapat pengarahan dari kurator seni.

Imelda mungkin paling kondang karena urusan sepatunya. Hampir 3.000 pasang. Semua mahal. Setelah Marcos jatuh dan keluarga itu mengungsi ke Amerika Serikat, ribuan sepatu itu disimpan di Museum Nasional Manila. Belakangan, ratusan di antaranya rusak disantap rayap, terkena banjir, atau sebab lain.

Pada 1975 sampai 1981, ia menjadi pembeli perhiasan paling top sejagat. Seagrave berkisah, Imelda kerap meminta toko-toko perhiasan untuk buka sampai pukul 04.00! Sampai ia puas berbelanja.


Ikut Kontes Kocantikan

Lahir pada 2 Juli 1929, Imelda memulai hidupnya dengan nestapa di Tacloban, ibukota Provinsi Leyte. Ibunya meninggal karena pneumonia saat Imelda berusia 9 tahun. Ayahnya memang seorang pengacara dan dosen hukum. Namun kantor pengacara itu tak banyak mendapat klien. Ia dibesarkan dengan lima adiknya dan beberapa kakak tiri dari pernikahan pertama sang ayah.

Selepas sekolah menengah, ia pergi ke Manila. Gadis ini kuliah dan mencoba peruntungan di ibukota. Menyadari keelokan dirinya, Imelda mendaftar dalam kontes kecantikan untuk memilih Ratu Manila. Dewan Juri memilih Norma Jimenez sebagai pemenang.

Imelda menangis dan mengadu ke Walikota Manila Arsenio Lacson. Sang Walikota mengatakan keputusan itu tidak sah karena unsur pemerintahan kota Manila tak diundang saat penghitungan suara. Rumor beredar, Lacson sebelumnya telah tidur dengan Imelda.

Dewan Juri tak mau mengalah. Akhirnya, Norma Jimenez tetap sebagai Ratu Manila, sementara Imelda dinobatkan sebagai Putri Manila.

Tak lama setelah kasus ini, Imelda bertemu dengan Ferdinand, yang saat itu baru saja terpilih menjadi anggota Kongres. Mereka menikah pada 1 Mei 1954. Beda usia keduanya 12 tahun. Pada 1965, Ferdinand terpilih menjadi presiden Filipina.

Pada 1971, saat pemilihan presiden akan digelar kembali, nama Imelda mulai disebut bakal mencalonkan diri. Majalah Time menulis, "Imelda sedang dipersiapkan untuk menggantikan Ferdinand Marcos." Ya, itu semua berlangsung usai perselingkuhan Marcos dengan Dovie Beams terbongkar dan Imelda mendapat "kompensasi untuk terlibat" dalam pemerintahan.

Imelda tak pernah menjadi presiden. Tak lama setelah kekuasaan Marcos berakhir pada 1986, penyidik Filipina memperkirakan kekayaan keluarga Marcos sekitar US$ 10 juta atau Rp 96,5 miliar. Sebagian besar diduga diperoleh dengan cara tak halal.

Presiden Corazon Aquino membentuk komisi khusus untuk menyita harta Marcos. Namun, lebih dari 25 tahun kemudian, hanya US$ 4 miliar atau Rp 38,6 miliar yang berhasil dikembalikan. Ferdinand Marcos tutup usia pada 1989. Imelda tak pernah dihukum. (Yus)

Baca juga: Keluarga Aquino, Sejarah Dimulai dari Pembunuhan di Bandara