Seorang warga penghuni sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik meminta suaka ke Selandia Baru. Alasannya, perubahan iklim mengancam negaranya.
Ioane Teitiota, nama pria itu, mengatakan kepada Pengadilan Tinggi Selandia Baru bahwa bagian dari tanah airnya, Republik Kiribati, terendam akibat naiknya permukaan air laut.
Ia berusaha mengajukan banding melawan keputusan departemen imigrasi yang menolak memberi suaka kepadanya.
"Tak ada masa depan bagi kami jika kami kembali ke Kiribati," kata Teitiota dalam persidangan, seperti dimuat BBC, Kamis (17/10/2013).
Teitiota menambahkan, keluarganya, termasuk 3 buah hatinya yang lahir di Selandia Baru, justru menghadapi bahaya jika dipaksa kembali ke Kiribati.
Sebagian besar atol --pulau karang berbentuk lingkaran-- yang membentuk Kiribati berada di posisi sangat rendah, sehingga menghadapi ancaman akibat naiknya permukaan air laut.
Teitiota sudah tinggal di Selandia Baru sejak 2007, visa kerjanya telah habis baru-baru ini. Pengacaranya mengatakan, Teitiota sedang "dianiaya secara pasif oleh keadaan di mana dia hidup, yang pemerintah Kiribati tidak memiliki kemampuan untuk memperbaikinya."
Departemen imigrasi menolak permintaan suaka Teitiota awal tahun ini dengan alasan bahwa ia tidak menghadapi penganiayaan atau ancaman terhadap nyawanya jika ia kembali ke Kiribati.
"Kenyataan yang menyedihkan bahwa degradasi lingkungan yang diakibatkan kerusakan lingkungan, yang terjadi secara lambat dan tiba-tiba, dihadapi masyarakat Kiribati secara keseluruhan," demikian tulis putusan pihak imigrasi.
Lembaga itu menambahkan pemerintahan Kiribati harus melakukan langkah-langkah untuk mengatasi risiko bencana akibat perubahan iklim.
Tahun lalu, pemerintah Kiribati menyetujui rencana untuk membeli tanah di Fiji, sebagai antisipasi jika nantinya naiknya permukaan air laut memaksa mereka mengungsikan warga negaranya. (Ein/Sss)
Ioane Teitiota, nama pria itu, mengatakan kepada Pengadilan Tinggi Selandia Baru bahwa bagian dari tanah airnya, Republik Kiribati, terendam akibat naiknya permukaan air laut.
Ia berusaha mengajukan banding melawan keputusan departemen imigrasi yang menolak memberi suaka kepadanya.
"Tak ada masa depan bagi kami jika kami kembali ke Kiribati," kata Teitiota dalam persidangan, seperti dimuat BBC, Kamis (17/10/2013).
Teitiota menambahkan, keluarganya, termasuk 3 buah hatinya yang lahir di Selandia Baru, justru menghadapi bahaya jika dipaksa kembali ke Kiribati.
Sebagian besar atol --pulau karang berbentuk lingkaran-- yang membentuk Kiribati berada di posisi sangat rendah, sehingga menghadapi ancaman akibat naiknya permukaan air laut.
Teitiota sudah tinggal di Selandia Baru sejak 2007, visa kerjanya telah habis baru-baru ini. Pengacaranya mengatakan, Teitiota sedang "dianiaya secara pasif oleh keadaan di mana dia hidup, yang pemerintah Kiribati tidak memiliki kemampuan untuk memperbaikinya."
Departemen imigrasi menolak permintaan suaka Teitiota awal tahun ini dengan alasan bahwa ia tidak menghadapi penganiayaan atau ancaman terhadap nyawanya jika ia kembali ke Kiribati.
"Kenyataan yang menyedihkan bahwa degradasi lingkungan yang diakibatkan kerusakan lingkungan, yang terjadi secara lambat dan tiba-tiba, dihadapi masyarakat Kiribati secara keseluruhan," demikian tulis putusan pihak imigrasi.
Lembaga itu menambahkan pemerintahan Kiribati harus melakukan langkah-langkah untuk mengatasi risiko bencana akibat perubahan iklim.
Tahun lalu, pemerintah Kiribati menyetujui rencana untuk membeli tanah di Fiji, sebagai antisipasi jika nantinya naiknya permukaan air laut memaksa mereka mengungsikan warga negaranya. (Ein/Sss)