Sukses

Lukisan Dinding Kuil Kuno Diganti Kartun, 2 Pejabat China Dipecat

Lukisan aslinya memang sudah memudar dan rusak. Namun, versi barunya justru dianggap lebih mengerikan.

Amatir dan ngawur. Dua kata itu layak untuk menilai hasil restorasi lukisan dinding atau fresko di sebuah kuil Buddha kuno berusia 270 tahun di China.  

Bagaimana tidak, lukisan dinding di dalam Kuil  Yunjie di Chaoyang, timur laut Provinsi Liaoning, yang berasal dari periode awal Dinasti Qing (1644-1911), diganti dengan gambar kartun yang mirip figur Taoisme -- yang sama sekali tidak nyambung.

Kasus tersebut mengemuka setelah diekspos seorang blogger di dunia maya. Blogger dengan nama alias Wujiaofeng, memposting foto-foto fresko yang telah direstorasi dan memperbandingkannya dengan lukisan aslinya. "Jejak terakhir sejarah dalam kuil kuno itu telah terhapus," tulis dia.

Lukisan aslinya memang sudah memudar dan rusak. Namun, versi barunya justru dianggap lebih mengerikan. Menuai kecaman di dunia maya, terutama dari pengguna Weibo, situs mikroblog mirip Twitter.  

"Aku merasa otak orang-orang itu diganti otak keledai," kata salah satu pengguna, seperti dimuat BBC, 22 Oktober 2013. "Sikap abai bisa berakibat mengerikan," tulis yang lain.



Pemerintah Daerah Chaoyang segera melalukan investigasi setelah foto-foto lukisan dinding yang baru muncul di internet. Akibatnya, 2 pejabat yang dianggap bertanggung jawab dipecat.

Pejabat senior Chaoyang, Li Haifeng mengatakan, pejabat yang bertanggung jawab terkait urusan kuil dan kepala tim monitoring warisan budaya dipecat. Kepala kantor manajemen area Phoenix Mountain, tempat kuil berada, juga diberi peringatan.

Li menjelaskan, kepala kuil sebelumnya mengajukan izin perbaikan, karena bangunan tua itu butuh pemeliharaan dan perbaikan. Namun, kantor manajemen setempat tidak meneruskan permintaan izin tersebut ke pemerintah provinsi -- prosedur yang seharusnya dilakukan, untuk memastikan standar nasional ditaati.

Proyek itu lantas diberikan kepada perusahaan lokal yang tidak memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan perbaikan pada peninggalan budaya.

Kecaman tak hanya datang dari orang awam, Li Zhanyang, arkeolog dari Culture Relics Bureau, Henan mengutuk pemerintah lokal, yang menurutnya "tak berpendidikan, tak masuk akal, dan mengabaikan hukum." Ia menambahkan, insiden serupa sejatinya terjadi tiap tahun di China.

"Mereka mengatasnamakan 'restorasi' hanya untuk mendapat proyek baru," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari The Guardian.

Pun dengan He Shuzhong, pendiri Beijing Cultural Heritage Protection Centre. Dia mengatakan, kebanyakan restorasi di China kebablasan. Sebab, baik orang yang mengaku ahli dan para pejabat kurang memiliki pemahaman tentang nilai peninggalan budaya dan kebutuhan harus mempertahankan aslinya - bukan menciptakan atau mengubahnya. (Ein/Yus)