Sudah jadi rahasia umum, setiap negara melakukan penyadapan untuk mengumpulkan informasi. Namun, apa yang diduga dilakukan Australia pada Indonesia dianggap sudah kelewatan. Sampai-sampai ponsel Ibu Negara Ani Yudhoyono jadi target.
Tim Lindsey, Indonesianis dari Melbourne Law School mengatakan, titik didih dalam kasus dugaan penyadapan Australia-Indonesia adalah klaim bahwa aparat Negeri Kanguru menyadap telepon SBY dan orang-orang di lingkaran dalamnya -- Wapres Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, juru bicara SBY yang kini jadi Dubes di AS Dino Patti Djalal, juga sejumlah pejabat senior lain.
Yang paling krusial dan merusak adalah bocoran Edward Snowden, mantan kontraktor NSA, bahwa ponsel Ibu Negara Kristiani Herawati atau Ibu Ani juga disadap.
"Batas kesabaran terakhir dalam dugaan penyadapan adalah terungkap bahwa ponsel SBY dan istrinya jadi target," kata Profesor Lindsey seperti dikutip dari Sydney Morning Herald, Kamis (21/11/2013). Itu sangat sensitif.
Lindsey menambahkan, cara terbaik untuk meredakan ketegangan diplomatik yang bergolak antar dua negara adalah jaminan dari Australia bahwa telepon SBY dan keluarganya tidak akan disadap di masa depan.
Apapun, dia berpendapat, reaksi kemarahan warga Indonesia tidaklah mengejutkan. "Cara terbaik untuk memahaminya adalah, bayangkan reaksi warga Australia jika mengetahui bahwa ponsel milik istri perdana menteri disadap oleh misalnya intel Indonesia. Reaksinya pasti luar biasa," kata Lindsey.
"Ini sangat personal untuk Presiden (SBY), sangat personal."
Sebelumnya, anggota parlemen Federal, Bob Katter meminta PM Abbott minta maaf. "Tony, ya ampun..kalau negara, pemerintah, atau Australia melakukan tindakan salah, Anda bertanggung jawab untuk minta maaf," kata dia.
"Bayangkan jika Indonesia menyadap teleponmu dan istrimu..tentunya kau merasa itu bukan tindakan yang bisa diterima," kata Katter.
Memang, kata dia, setiap negara saling menyadap satu sama lain. "Tapi tidak menargetkan kepala negara atau istrinya," kata Katter. (Ein/Yus)
Tim Lindsey, Indonesianis dari Melbourne Law School mengatakan, titik didih dalam kasus dugaan penyadapan Australia-Indonesia adalah klaim bahwa aparat Negeri Kanguru menyadap telepon SBY dan orang-orang di lingkaran dalamnya -- Wapres Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, juru bicara SBY yang kini jadi Dubes di AS Dino Patti Djalal, juga sejumlah pejabat senior lain.
Yang paling krusial dan merusak adalah bocoran Edward Snowden, mantan kontraktor NSA, bahwa ponsel Ibu Negara Kristiani Herawati atau Ibu Ani juga disadap.
"Batas kesabaran terakhir dalam dugaan penyadapan adalah terungkap bahwa ponsel SBY dan istrinya jadi target," kata Profesor Lindsey seperti dikutip dari Sydney Morning Herald, Kamis (21/11/2013). Itu sangat sensitif.
Lindsey menambahkan, cara terbaik untuk meredakan ketegangan diplomatik yang bergolak antar dua negara adalah jaminan dari Australia bahwa telepon SBY dan keluarganya tidak akan disadap di masa depan.
Apapun, dia berpendapat, reaksi kemarahan warga Indonesia tidaklah mengejutkan. "Cara terbaik untuk memahaminya adalah, bayangkan reaksi warga Australia jika mengetahui bahwa ponsel milik istri perdana menteri disadap oleh misalnya intel Indonesia. Reaksinya pasti luar biasa," kata Lindsey.
"Ini sangat personal untuk Presiden (SBY), sangat personal."
Sebelumnya, anggota parlemen Federal, Bob Katter meminta PM Abbott minta maaf. "Tony, ya ampun..kalau negara, pemerintah, atau Australia melakukan tindakan salah, Anda bertanggung jawab untuk minta maaf," kata dia.
"Bayangkan jika Indonesia menyadap teleponmu dan istrimu..tentunya kau merasa itu bukan tindakan yang bisa diterima," kata Katter.
Memang, kata dia, setiap negara saling menyadap satu sama lain. "Tapi tidak menargetkan kepala negara atau istrinya," kata Katter. (Ein/Yus)