Sukses

Amnesty International: TKI di Hong Kong `Diperbudak`

Seorang TKI mengaku sering digigit anjing atas perintah majikannya yang tega menyakitinya hanya karena bosan.

Amnesty International mengutuk keras kondisi 'mirip perbudakan' yang dihadapi ribuan perempuan Indonesia yang bekerja di Hong Kong sebagai pembantu rumah tangga. Menuduh pihak berwenang lamban mengatasinya.

Laporan berjudul, "Exploited for Profit, Failed by Governments" dikeluarkan hanya beberapa minggu setelah pasangan Hong Kong dipenjara atas tuduhan menyiksa pembantu mereka termasuk menyulutnya dengan setrikaan panas dan memukulinya dengan rantai sepeda. [Lihat: Siksa TKI Kartika, Pasangan Majikan Hong Kong Dibui]

Amnesty menemukan para TKI dieksploitasi oleh agen perekrutan dan penempatan tenaga kerja yang merampas dokumen mereka, membebankan biaya berlebihan, dengan iming-iming gaji tinggi dan kondisi kerja yang baik.

"Sejak para tenaga kerja perempuan ditipu untuk mendaftar kerja di Hong Kong, mereka terjebak dalam lingkaran setan eksploitasi dengan sejumlah kasus yang bisa dikategorikan sebagai perbudakan modern," kata Norma Kang Muico, peneliti hak-hak migran di Amnesty International, seperti dikutip dari South China Morning Post, Kamis (21/11/2013).

Laporan itu juga menuduh baik pihak Indonesia maupun Hong Kong melakukan pembiaran.

"Pihak berwenang mungkin bisa berdalih sudah punya hukum untuk melindungi para perempuan tersebut. Namun hukum itu jarang ditegakkan," tambah Norma.

Laporan Amnesty juga menyebut, dua per tiga responden yang diwawancarai mengaku mengalami kekerasan fisik maupun psikologis.

"Majikan perempuan saya menyiksa saya secara rutin. Suatu ketika ia memerintahkan dua anjing menggigitku," kata seorang perempuan berusia 26 tahun dari Jakarta.

"Ada 10 gigitan anjing di tubuhku, sampai merobek kulit dan mengeluarkan darah. Majikanku bahkan merekamnya di ponsel, ia terus-menerus memutar rekamannya sambil tertawa geli."

Perempuan malang tersebut juga mengisahkan, suatu hari ia diminta memakan muntahan anjing. Namun ia bersikeras menolaknya.

"Saat aku bertanya, mengapa ia kerap menyiksaku. Majikanku mengaku, itu karena ia bosan. Untuk membuang waktu."

Dipukuli Sampai Memar

Seorang TKI lain mengisahkan bagaimana seorang majikan pria 'menampar dan memukulinya' sampai badannya biru-biru dan menghitam.

Sepertiga dari para responden bahkan mengaku tak dibolehkan meninggalkan rumah majikannya, beberapa bahkan menjadi korban kekerasan fisik dan seksual, kekurangan makan, jam kerja yang tak manusiawi -- rata-rata 17 jam dalam sehari atau lebih, juga gaji di bawah standar.

Sementara, menurut Amnesty, agen rekrutmen resmi di Indonesia secara terus-menerus menipu para TKI soal gaji dan potongan biaya, menyita paspor dan dokumen lain sebagai jaminan, dan membebankan pungutan di luar batas aturan yang berlaku.

Para asisten rumah tangga diwajibkan tinggal bersama majikan dan diawasi ketat oleh agen, juga majikan mereka.

Amnesty menyebut, kebanyakan TKI tak berani untuk buka mulut soal penderitaan mereka, khawatir kontrak mereka bakal diputus. Jika sampai terjadi, bisa-bisa mereka harus hengkang hanya dalam 2 minggu atau agen akan menuntut biaya lebih dari mereka.

Amnesty mengatakan temuannya didasarkan pada wawancara dengan 97 pekerja rumah tangga migran asal Indonesia dan didukung survei terhadap hampir 1.000 perempuan yang dilakukan Indonesian Migrant Workers Union.

Menanggapi laporan Amnesty, Konsul Jenderal RI di Hong Kong merilis pernyataan, "perlindungan terhadap WNI di luar negeri menjadi prioritas Pemerintah Indonesia," demikian Liputan6.com kutip dari CNN. "Kami memiliki komitmen penuh untuk melakukannya dengan segala daya dan upaya."

Departemen Tenaga Kerja Hong Kong dalam pernyataannya menegaskan pihaknya tak akan membiarkan terjadinya kekerasan terhadap asisten rumah tangga asing. "Termasuk gaji di bawah standar, dilanggarnya hak libur sekali seminggu dan di hari libur nasional. Setiap penyalahgunaan yang didukung oleh bukti yang cukup akan diperkarakan." (Ein/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.